Mohon tunggu...
chandra krisnawan
chandra krisnawan Mohon Tunggu... SWASTA -

pekerja logistic di Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

103 Tahun Perjalanan Penuh Makna Sampoerna

15 Desember 2016   12:11 Diperbarui: 22 Desember 2016   13:41 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Takjub rasanya melihat ratusan orang berkumpul dan menyuarakan semangat bersama pada perayaan ulang tahun ke-103 Sampoerna di areal parkir Plant Sampoerna Rungkut, Surabaya.

Perjalanan usaha selama lebih dari satu abad pastilah mengalami berbagai hal.

Jika dihitung dengan masa kerja seorang karyawan antara 30 dan 40 tahun, paling tidak usia ini telah melalui 3-4 generasi.

Keluarga Sampoerna sendiri sampai saat ini mencapai generasi keempat sejak pertama kali Liem Seeng Tee merintis industri rokok secara komersial pada 1913.

Usaha ini dimulai di tengah-tengah tumbuhnya semangat nasionalisme di Tanah Air. Berbagai organisasi pergerakan bermunculan atas dasar kesadaran bangsa Indonesia akan hak dan kebebasan sebagai bangsa merdeka.

Pada masa-masa ini, berdirilah organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Dagang Islam (SDI) yang kemudian menjadi Sarekat Islam (SI), ataupun organisasi berbasis komunis seperti Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV).

Tumbuhnya kesadaran pada putra-putri Nusantara ini tidak terlepas dari kesempatan yang mereka peroleh untuk mengenyam pendidikan modern. Mereka mendapat wawasan dan pengetahuan bahwa setiap bangsa bebas menentukan nasibnya sendiri. Tak terkecuali bangsa Indonesia, yang pada saat itu dijajah oleh pemerintah kolonial Belanda.

Fase ini sering disebut dengan zaman bergerak. Disebut demikian karena Indonesia tengah bergerak atau melakukan pergerakan untuk menuntut hak kemerdekaan.

Sementara itu, kota-kota besar di Indonesia, khususnya Surabaya, sudah sejak akhir abad ke-19 telah berkembang menjadi sebuah kota industri yang ramai. Daerah Dapuan telah berkembang menjadi daerah industri sejak abad ke-19. Selain itu, proses industrialisasi secara besar-besaran dilakukan oleh Belanda pada 1916 dengan membentuk kawasan industri terpadu di wilayah Ngagel.

Tanah Ngagel yang semula merupakan perkebunan tebu dan kawasan pabrik gula yang dimiliki oleh Tjoa Tjwan Khing dikavling dan dijual kepada investor(1). Pada 1920, NV Machinefabriek Braat mulai membangun pabriknya di Ngagel.

Setelah pabrik mesin Braat berdiri di Ngagel, maka dibangunlah beberapa pabrik lain secara berturut-turut, yaitu NV Constructiewekplaats Noordijk, NV Constructiewerplaats Bakker, NV Smederijen Gieterij de Vulcaan, dan Constructie Werkplaats Eiffel.Pada 1921, jumlah industri manufaktur di Surabaya sebanyak 293 unit dan menyerap 18.254 tenaga kerja [2].

 Dinamika di kalangan kaum pergerakan dan maraknya industrialisasi menjadikan Kota Surabaya sebagai salah satu tempat paling sibuk di kawasan Asia Tenggara pada saat itu. Selain itu, kegiatan ekspor komiditas perkebunan menjadi faktor dominan yang mengubah Surabaya menjadi kota industri pada awal abad ke-20.

Akselerasi industri dan perdagangan itu mendorong terjadinya arus urbanisasi. Di desa-desa, kelas sosial yang tidak memiliki tanah seperti menumpang berpotensi menjadi buruh di kota-kota industri. Golongan ini bisa dikatakan sebagai penyumbang terbanyak bagi pertambahan penduduk kota Surabaya.

Sementara itu, penduduk Eropa juga bertambah seiring dengan semakin banyaknya kantor niaga berskala global yang didirikan di Kota Pahlawan [3]. Demikian pula dari golongan Tionghoa, pemerintah Belanda memobilisasi mereka untuk menggerakkan ekonomi kota (4).

Kondisi inilah yang menyuburkan keberadaan perusahaan di Surabaya, termasuk Sampoerna. Banyaknya jumlah penduduk menjadi pasar bagi rokok kretek yang diproduksi oleh Sampoerna. Di sisi lain, pertambahan penduduk juga memunculkan permasalahan di bidang sosial maupun ekonomi (5).

Kondisi itu berlangsung selama beberapa tahun dan menjadi fase pertama yang harus dilalui oleh Sampoerna. Fase ini berlangsung sejak awal dirintisnya industri rokok Sampoerna sampai pengujung tahun 1920-an.

Fase tersebut banyak diwarnai oleh pengerahan aksi massa di kalangan pergerakan (6). Pemogokan buruh terjadi di kota-kota besar, tak terkecuali di Surabaya. Puncaknya ditandai oleh pemberontakan PKI pada 1926.

Keadaan tersebut bisa dibilang tidak menghambat gelinding roda perekonomian. Pada dasarnya, persoalan tersebut merupakan persoalan intern dan bisa diredam oleh pemerintah kolonial.

Tokoh pergerakan seperti Soekarno dan Hatta yang diasingkan merupakan salah satu contoh bagaimana pemerintah kolonial mengatasi persoalan ini(7). Kekuatan militer dan regulasi seperti penetapan kebijakan larangan berserikat dan berkumpul menjadi senjata utama pemerintah kolonial untuk meredam gejolak sosial yang ada.

Akan tetapi pada akhir 1920-an, sebuah badai melanda dunia. Gelombang depresi menghantam ke seluruh belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia. Zaman ini sering disebut dengan zaman Malaise.

Namun seperti sekuntum bunga yang mekar di tengah badai. Justru pada masa inilah Liem Seeng Tee, tepatnya pada 1930 meresmikan kegiatan industri rokoknya dengan nama NVBM Handel Maatschapij Sampoerna (Hanjaya Mandala Sampoerna atau HM Sampoerna mungkin merupakan penamaan ulang atas nama Handel Maatschapij Sampoerna–pen). Maskapai ini diharapkan dapat menggerakkan kembali roda perekonomian kota Surabaya yang tengah dilanda krisis global. NVBM Handel Maatschapij Sampoerna menempati sebuah gedung dekat daerah industri lama Dapuan (8).

Perusahaan ini bertahan melewati zaman Malaise dan terus berkembang sehingga dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar(9). Sayangnya, kedatangan tentara Jepang ke Indonesia memaksa Sampoerna menghentikan kegiatan produksinya sampai kelak pada masa kemerdekaan. Saat itu, pabrik Sampoerna digantikan menjadi pabrik rokok Fuji dari Jepang.

Dalam perjalanannya, nama perusahaan ini berubah dari NVBM Handel Maatschapij Sampoerna menjadi Hanjaya Mandala Sampoerna. Sebagian besar sahamnya dimiliki Philip Moris International.

Berbagai macam kendala mulai dari internal, seperti peralihan antargenerasi maupun eksternal seperti kondisi sosial-politik yang belum stabil pascakemerdekaan telah dilalui oleh perusahaan ini.

Eksistensinya bukan sekadar seberapa kuat badai dan seberapa besar gelombang yang bisa dilalui oleh perusahaan ini. Melainkan terletak pada seberapa banyak anak bangsa yang telah berkarya di atas perahu yang bertahan di tengah berbagai macam terpaan badai dan gelombang.

Artinya, Sampoerna telah menjadi penopang kehidupan banyak rumah tangga, baik yang terlibat langsung maupun tidak.

Karena itu, menyaksikan ratusan karyawan pada HUT ke-103 Sampoerna 29 Agustus 2016 membuat saya berpikir, betapa kegigihan Liem Seeng Tee melahirkan Sampoerna telah membuat karyanya menjadi tulang punggung ekonomi keluarga ribuan karyawannya hingga kini.

Maka itu, kita harus bangga Sampoerna berada di tengah-tengah kita karena eksistensinya telah menjadi tulang punggung ekonomi bagi sekian banyak keluarga dari generasi ke generasi.

Sampoerna telah menjadi monumen hidup sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan di bidang ekonomi. Selama lebih dari satu abad, perusahaan ini menjadi bagian tak terpisahkan bagi kehidupan bangsa Indonesia, terutama bagi karyawannya.

Surabaya, 30 Agustus 2016

---

Catatankaki:

  1. Purnawan Basundoro, Situs Industri Kota Surabaya: Warisan dari Masa Kolonial sampai Awal Kemerdekaan.

  2. Idem.

  3. Hal ini dimungkinkan karena Surabaya merupakan pusat pengumpulanhasil-hasil komoditas perkebunan dari dareah pedalaman. Handinoto dan Samuel Hartono dalam artikelnya yang berjudul Surabaya Kota Pelabuhan (Surabaya Port City)menyebutkan, sebagian besar perusahaan dagang raksasa di bidang perkebunan dan fasilitas pendukungnya punya cabang di Surabaya. Semua perusahaan besar tersebut berkantor di daerah sekitar Jalan Rajawali (dulu Heerenstraat).

  4. Selain faktor migrasi karena daerah asal seperti tanah tandus ataupun bahaya kelaparan yang melanda wilayah kaum imigran. Pertambahan golongan Tionghoa berbeda dari golongan Arab yang perkembangan tidak begitu signifikan. Adapun mengenai statistik penduduk Surabaya pada 1906-1940 dapat dilihat, misalnya pada artikel yang ditulis Purnawan Basundoro berjudul Pencatatan Penduduk Kota Surabaya Sejak Abad ke-19sampai Tahun 1970-an.

  5. Di bidang pemukiman, misalnya, terjadi perlawanan terhadap para pemilik tanah partikelir yang bertindak sewenang-wenang terhadap penduduk desa di bawah kekuasaannya. Dalam buku yang ditulis oleh Purnawan Basundoro, Dua Kota Tiga Zaman Surabaya dan Malang, dapat ditemukan kisah tentang Prawirodihardjo dan Pak Siti alias Sadikin yang dituduh telah menghasut penduduk untuk tidak memenuhi kewajiban mereka terhadap pemilik tanah partikelir.

  6. Agus Prayitno dalam artikel Perkembangan Organisasi Buruhdi Surabaya Tahun 1950-1959, mengutip tulisan Sandra dari buku berjudul Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia, menyebutkan bahwa terjadi pemogokan oleh sekitar 800 buruh Droogdok Maatschappijdi Surabaya pada 15 November 1920. Pada Agustus 1921, pemogokan terjadi di lingkungan buruh pelabuhan Surabaya.

  7. Tokoh pergerakan pada masa ini sebagian yang ditangkap ada yang diasingkan di daerah Sungai Digul di Papua.

  8. Jika dibandingkan dengan kebijakan politikal wijk yang diterapkan oleh pemerintah kolonial, di mana wilayah dibagi berdasarkan golongan tertentu seperti wilayah bagian timur Kalimas untuk golongan Tionghoa dan Arab, sedangkan bagian barat Kalimas didominasi oleh golongan Eropa, pendirian NVBM Handel Maatschapij Sampoerna di lokasi ini bisa dikatakan sebagai usaha pemerintah kolonial untuk menggerakkan roda perekonomian pada masa itu dengan memperbolehkan golongan selain Eropa mendirikan usahanya di daerah tersebut.

  9. Purnawan Basundoro dalam artikelnya yang berjudul Situs Industri Kota Surabaya: Warisan dari Masa Kolonial sampai Awal Kemerdekaan menyebutkan bahwa NVBM Handel Maatschapij Sampoerna mempekerjakan buruh sebanyak 3.250 orang pada 1939.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun