Mohon tunggu...
chandra krisnawan
chandra krisnawan Mohon Tunggu... SWASTA -

pekerja logistic di Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

103 Tahun Perjalanan Penuh Makna Sampoerna

15 Desember 2016   12:11 Diperbarui: 22 Desember 2016   13:41 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Dinamika di kalangan kaum pergerakan dan maraknya industrialisasi menjadikan Kota Surabaya sebagai salah satu tempat paling sibuk di kawasan Asia Tenggara pada saat itu. Selain itu, kegiatan ekspor komiditas perkebunan menjadi faktor dominan yang mengubah Surabaya menjadi kota industri pada awal abad ke-20.

Akselerasi industri dan perdagangan itu mendorong terjadinya arus urbanisasi. Di desa-desa, kelas sosial yang tidak memiliki tanah seperti menumpang berpotensi menjadi buruh di kota-kota industri. Golongan ini bisa dikatakan sebagai penyumbang terbanyak bagi pertambahan penduduk kota Surabaya.

Sementara itu, penduduk Eropa juga bertambah seiring dengan semakin banyaknya kantor niaga berskala global yang didirikan di Kota Pahlawan [3]. Demikian pula dari golongan Tionghoa, pemerintah Belanda memobilisasi mereka untuk menggerakkan ekonomi kota (4).

Kondisi inilah yang menyuburkan keberadaan perusahaan di Surabaya, termasuk Sampoerna. Banyaknya jumlah penduduk menjadi pasar bagi rokok kretek yang diproduksi oleh Sampoerna. Di sisi lain, pertambahan penduduk juga memunculkan permasalahan di bidang sosial maupun ekonomi (5).

Kondisi itu berlangsung selama beberapa tahun dan menjadi fase pertama yang harus dilalui oleh Sampoerna. Fase ini berlangsung sejak awal dirintisnya industri rokok Sampoerna sampai pengujung tahun 1920-an.

Fase tersebut banyak diwarnai oleh pengerahan aksi massa di kalangan pergerakan (6). Pemogokan buruh terjadi di kota-kota besar, tak terkecuali di Surabaya. Puncaknya ditandai oleh pemberontakan PKI pada 1926.

Keadaan tersebut bisa dibilang tidak menghambat gelinding roda perekonomian. Pada dasarnya, persoalan tersebut merupakan persoalan intern dan bisa diredam oleh pemerintah kolonial.

Tokoh pergerakan seperti Soekarno dan Hatta yang diasingkan merupakan salah satu contoh bagaimana pemerintah kolonial mengatasi persoalan ini(7). Kekuatan militer dan regulasi seperti penetapan kebijakan larangan berserikat dan berkumpul menjadi senjata utama pemerintah kolonial untuk meredam gejolak sosial yang ada.

Akan tetapi pada akhir 1920-an, sebuah badai melanda dunia. Gelombang depresi menghantam ke seluruh belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia. Zaman ini sering disebut dengan zaman Malaise.

Namun seperti sekuntum bunga yang mekar di tengah badai. Justru pada masa inilah Liem Seeng Tee, tepatnya pada 1930 meresmikan kegiatan industri rokoknya dengan nama NVBM Handel Maatschapij Sampoerna (Hanjaya Mandala Sampoerna atau HM Sampoerna mungkin merupakan penamaan ulang atas nama Handel Maatschapij Sampoerna–pen). Maskapai ini diharapkan dapat menggerakkan kembali roda perekonomian kota Surabaya yang tengah dilanda krisis global. NVBM Handel Maatschapij Sampoerna menempati sebuah gedung dekat daerah industri lama Dapuan (8).

Perusahaan ini bertahan melewati zaman Malaise dan terus berkembang sehingga dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar(9). Sayangnya, kedatangan tentara Jepang ke Indonesia memaksa Sampoerna menghentikan kegiatan produksinya sampai kelak pada masa kemerdekaan. Saat itu, pabrik Sampoerna digantikan menjadi pabrik rokok Fuji dari Jepang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun