Pandemi memang belum sepenuhnya usai, ekonomi juga belum sepenuhnya pulih.Â
Tapi mengapa negara kita malah menaikkan harga harga kebutuhan pokok, seperti minyak goreng, telur, dll.Â
Nah kali ini kita dihadapkan dengan permasalahan baru, yaitu naiknya harga BBM yang dari waktu ke waktu makin melambung tinggi.Â
Sebenarnya saya sedikit setuju tentang kenaikan BBM ini, mengapa demikian? Menurut saya kenaikan BBM ini masih masuk akal, karena setelah adanya pandemi tidak heran kalu saat pandemi pemerintah tidak berani menaikkan harga BBM walau terpaksa.Â
Menurut saya keputusan pemerintah saat ini masih masih dalam hal yang wajar, karena ekonomi kita sudah berangsur-angsur pulih, meskipun banyak orang yang kesusahan saat pandemi ini telah usai.
Pada tanggal 3 September kemarin pemerintah menaikkan harga BBM subsidi dan non subsidi, seperti pertalite, pertamax, dan solar. Harga Pertalite yang awalnya Rp. 7.650 per liter naik menjadi Rp. 10.000 per liter, harga Solar yang awalnya Rp. 5.150 per liter naik menjadi Rp. 6.800 per liter, harga Pertamax yang awalnya Rp. 12.500 naik menjadi Rp. 14.500 per liternya.Â
Tentunya pemerintah menaikkan harga BBM ini bukan tanpa suatu alasan yang jelas, pemerintah juga harus memperhitungkan apa saja yang terjadi ketika harga BBM tidak segera dinaikkan dan apa saja dampak-dampak jika BBM dinaikkan. Berikut ini beberapa sebab-sebab dinaikkannya harga BBM:
1.Subsidi membengkak
Anggaran subsidi akan membengkak Rp. 198 triliun, jika pemerintah tidak segera menaikkan harga BBM subsidi seperti Solar dan Pertalite, saat ini anggaran subsidi dan kompensasi energi untuk 2022 sudah dipatok Rp. 502,4 triliun. Angka itu sudah membengkak Rp. 349,9 triliun dari anggaran semula sebesar Rp. 152,1 triliun guna menahan kenaikan energi di masyarakat.
2.Subsidi yang tidak tepat sasaran