Mohon tunggu...
sichanang
sichanang Mohon Tunggu... Lainnya - Gak perlu ucapan terimakasih atas pelaksanaan tugas!

Penulis. Pernah cantumin pekerjaan 'penulis' di ktp tapi diganti sama pak RT. Blog pribadi : http://sichanang.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Bila Anies Nyagub, Apa Kabar Gerbong Perubahan?

26 Juni 2024   12:06 Diperbarui: 26 Juni 2024   14:50 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Koran Sindo

Menjelang Pilkada Serentak 2024, salah satu yang menarik untuk dicermati adalah terkait akan majunya Anies Baswedan sebagai calon gubernur Jakarta. Secara aturan memang dimungkinkan mantan gubernur periode sebelumnya itu mencalonkan lagi, karena baru menjabat sekali sebagai Gubernur Jakarta. 

Namun, yang menarik bukan pada tataran tersebut, melainkan bila disorot pada sosok Anies sebagai mantan salah satu paslon dalam Pilpres 2024 lalu. Terlebih dengan visinya yang mengusung agenda perubahan untuk Indonesia.

Gemuruh narasi perubahan yang digaungkan di masa kampanye pilpres menaruh harapan besar bagi sebagian masyarakat bangsa Indonesia saat itu. Apalagi, saat itu terkesan bahwa paslon Anis - Muhaimin dan gerbongnya seolah mengambil posisi berlawanan sebagai oposisi dari penguasa yang mengusung agenda keberlanjutan. Bahkan kita masih ingat, di panggung debat mereka mempertontonkan aksi saling sindir, saling kritik, bahkan sampai menyerang pribadi. Seolah kita dijanjikan akan ada gerakan perubahan atas segala penyimpangan yang terjadi.

Atau, mungkin Anies menganggap orang akan lupa dengan narasi-narasinya. Seperti kita tahu bahwa ajang kampanye itu memang sekadar berisi slogan yang sewaktu-waktu dapat menguap terbawa arah angin kepentingan. Kepentingan dan kekuasaan lebih penting daripada konsistensi sikap dan pandangan seseorang atau kelompok.

Menyimak pernyataan politis paslon nomor urut 1 di media itu, bisa jadi memang benar bahwa sikap itu menandai berakhirnya segala sesuatu yang berkaitan dengan pilpres. Namun, harapan pada sosok Anies yang bukan politisi murni tentunya berbeda dengan Cak Imin.


"Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menyebut bahwa Koalisi Perubahan sudah selesai usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024". (Liputan6.com, Jakarta) 

Perubahan Atau Kekuasaan

Bila benar nanti pada akhirnya Anies Baswedan maju sebagai cagub Jakarta dalam ajang Pilkada 2024, menarik kita simak sorotan Rocky Gerung.

"Tidak ada kemuliaan pada mereka yang munafik, berapi-api teriak perubahan tapi kemudian menjual diri ketika ditawari kekuasaan".

Cukup jelas pandangan bung Rocky melalui pernyataan tersebut. Dan Anies Baswedan pun mungkin tak peduli. Bahkan terhadap 40.971.726 pemilihnya di 38 provinsi yang sempat menaruh harapan akan perubahan Indonesia saat pilpres pun juga tak perlu tanggung jawab moral ketika ia memilih mengejar kekuasaan yang menurut dalihnya rakyat Jakarta menghendakinya. 

Sulit memang berharap sikap konsisten pada orang yang memiliki orientasi kekuasaan pada dirinya. Segala cara dan dalih tentu telah disiapkan untuk menjawab semua tudingan yang ditujukan kearahnya.

Seperti diungkapkannya saat menerima pinangan DPW PKB Jakarta, salah satu alasannya adalah adanya keluhan-keluhan dari warga kampung-kampung miskin, kaum buruh yang datang kepada dirinya. 

Selalu saja yang lemah, miskin, dan kecil, menjadi alasan untuk membesarkan orang-orang yang ingin berkuasa. Entah sampai kapan akan seperti ini, sementara kelak setelah mereka berkuasa, nasib si kecil dan lemah tak kunjung berubah. Hanya angka-angka statistik yang berubah, menjadi indikator seolah sebagai catatan keberhasilan. Sedang kehidupan si kecil dan lemah masih seperti semula.

Perjudian Anies di Pilkada Jakarta

Masyarakat Jakarta perlu belajar dari masa perjalanan Anies saat menjabat di periode sebelumnya. Selain prestasi-prestasinya, kita tahu banyak kebijakan-kebijakan Anies yang terhambat karena sikap ambigunya, terutama di mata pemerintahan yang lebih tinggi di negeri ini. 

Di satu sisi sebagai penguasa Jakarta ia harus melaksanakan pembangunan untuk Jakarta, di sisi lain pembangunan Jakarta juga harus selaras dengan arah kebijakan pemerintah Indonesia. Kiranya kita muak dengan pemandangan yang seperti itu berlangsung di hadapan kita. Politisasi arah pembangunan jelas menghambat percepatan pembangunan.

Anies Baswedan tampaknya masih menyimpan ambisi untuk maju lagi di pilpres mendatang. Dan akan menempatkan posisinya sebagai Gubernur Jakarta, bila jadi mengikuti kontestasi pilkada Jakarta dan menang, sebagai kuda pedati bagi upaya memuluskan agendanya. Dan sekali lagi kita akan dipertontonkan pemandangan yang tak jauh beda seperti di masa kepemimpinannya sebelumnya. Apakah itu akan efektif atau tidak, kita lihat saja nanti, karena kali ini lawan politiknya berbeda.

Sebelumnya, penulis membayangkan Anies Baswedan akan berdiri dengan gagah sebagai tokoh oposisi yang akan mengkritisi pemerintah. Ketika itu terjadi, Anies bersama gerbongnya benar-benar akan memperoleh momentum perlunya perubahan bagi Indonesia yang lebih baik. Namun, kalau ternyata Anies juga berada di lingkaran kekuasaan, meski di lingkup yang lebih kecil, apa yang diharapkan?! Lagi-lagi politisasi kekuasaan yang akan dipertontonkan.

Akankah kita menikmati sajian 'drama' tokoh pesakitan yang teraniaya karena kebijakan dan hasil pembangunannya dijegal oleh tangan kekuasaan yang lebih besar? Apakah kita akan melihat kembali, proyek-proyek pembangunan yang dievaluasi kelayakannya, lalu masyarakat Jakarta tak bisa menikmatinya dengan sepenuh hati? Tampaknya alur cerita seperti itu telah basi. Kita butuh hero dengan gaya baru.

Sinyal itu tercermin dari pernyataan Rocky Gerung di atas, bahwa kemuliaan dan kepahlawanan seseorang tidak bisa dibangun dari sikap munafik yang haus kekuasaan. Selama ini para politisi banyak yang menyebut bahwa para pemilih sudah cerdas, maka politisi pun juga perlu bersikap dan bertindak cerdas. Apalagi para pemilih atau rakyat Indonesia bukan hanya cerdas, namun juga punya hati nurani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun