Mohon tunggu...
sichanang
sichanang Mohon Tunggu... Lainnya - Gak perlu ucapan terimakasih atas pelaksanaan tugas!

Penulis. Pernah cantumin pekerjaan 'penulis' di ktp tapi diganti sama pak RT. Blog pribadi : http://sichanang.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Perlu Tauladan Kecil untuk Indonesia

11 Mei 2024   20:53 Diperbarui: 11 Mei 2024   21:01 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Merah Putih (dokpri)

 

Selepas Maghrib di selasar Surau Kampung Kami tampak beberapa orang asyik kongkow sambil menghabiskan waktu menunggu Isya’. Adalah mas Klinying yang malam itu mulai memancing pembicaraan sambil membagikan permen.

“Kalau aku bertanya, kira-kira tauladan apa yang kalian semua bisa berikan untuk bangsa dan negara ini? Apa kalian pada punya?!”

Mendadak anggota Panggon Nggedabruz, si Saklun, Pion, Don, dan Basirin dibuat bengong oleh pertanyaan mas Klinying itu. Dalam bingungnya, si Saklun justru balik bertanya, “Sampeyan abis makan apa sih mas?”

Klinying tampak selow tak buru-buru menanggapi pertanyaan Saklun itu.

Lain lagi komentar Basirin, “Kamu kayak mau kampanye cagub aja Nying?” Pandangan mata Basirin sambil menyelidiki gerak-gerik kawannya yang berpostur tinggi kurus itu.

Klinying dengan gerakan tangannya seperti menyetop komentar lain, lalu ia coba menjelaskan. “Begini, kita kan kerap mendengar kisah-kisah tauladan dari para tokoh pendiri bangsa, seperti Jenderal Soedirman yang senantiasa menjaga wudhu-nya meski dalam kondisi memimpin pertempuran melawan penjajah. Atau, Kartini yang terus mengejar cita-citanya meski sudah tidak sekolah, yaitu dengan belajar mandiri. Dan masih banyak lagi kisah tauladan dari tokoh pendiri bangsa lainnya. Apa sampeyan-sampeyan gak pingin seperti beliau-beliau itu?”.

“Owh kesana toh arahnya mase! Kirain...,” Don tampak sengaja menggantung kalimatnya, karena ia tau Basirin sudah siap bicara.

“Kirain mau seperti para "calon-calon" itu ya?! Yang ujung-ujungnya mengklaim ini itu, seperti klaim ‘kalau rakyat menghendaki dan demi bangsa negara, saya siap dipilih’. Mbelgedes!” Basirin mengakhiri pembicaraan dengan nada tinggi.

Semua yang hadir di situ dibuat tertawa.

Pion lalu mengambil kesempatan bicara, “Meski gak nyangka mas Klinying punya gagasan atau pertanyaan seperti itu, tapi menurutku memang bangsa ini butuh tauladan-tauladan kecil untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Saya sepakat mas, tapi maaf saya belum tau apa yang patut ditauladani dari diri saya ini”. 

“Aku jadi ingat sebuah ungkapan, sebuah keteladanan lebih baik dari seribu nasihat,” papar Saklun.

“Nah, aku suka nih, obrolan kita makin mengerucut. Dan memang sulit untuk dapat diteladani atau menjadi teladan, apalagi teladan hidup. Banyak orang yang pandai berkata-kata tentang hal-hal baik, namun omongannya gak sesuai dengan perbuatan dan tindakannya,” Klinying menjelaskan dengan sedikit memancing kekritisan kawan-kawannya.

Basirin yang lagi-lagi terpancing. “Maksudmu, orang-orang yang sering muncul di tv atau chanel sosmed sampai mulutnya berbusa-busa itu ya Nying yang gak patut jadi teladan? Yang ngomong moral, ngomong keadilan, tapi perbuatannya justru kebalikannya!”

Klinying tersenyum puas karena pancingannya berhasil.

Klinying yang sekarang balik nanya Basirin. “Sampeyan gapapa kan mas Bas, kok rada pedes dari tadi omongan sampeyan?”

Basirin nyalain rokoknya terlebih dulu sebelum merespon pertanyaan Klinying. “Gini Nying, seperti komenku di awal tadi, jujur aku lagi risau. Banyak orang yang ngaku-ngaku ini itu, padahal ya kenyataannya dia gak ini itu. Terus, kamu inget gak kalau menjelang tanggal satu Juni, orang ramai-ramai teriakkan gagasan untuk membumikan kembali nilai-nilai Pancasila. Tapi faktanya, mereka hanya sibuk menyodorkan Pancasila sebagai bahan hafalan, bukan menyodorkan aplikasi atau implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Sementara yang tiap saat dipertontonkan adalah perilaku korup, suap, dan manipulasi, yang sejatinya jauh dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Kecewa aku Nying!”

“Gini mas Bas, supaya sampeyan gak terus diliputi rasa kecewa dan selalu risau, menurutku kita coba berbuat dari hal-hal kecil aja. Kita lakukan hal kecil dalam keseharian kita. Lama-lama kebiasaan itu akan bisa mengubah hal besar, seperti yang ada dipikiran sampeyan itu,” Klinying mencoba menyiram emosi sohibnya itu dengan tetesan air.

“Aku setuju dengan Klinying,” tukas Pion. “Aku jadi teringat dengan beberapa kisah tentang perbuatan sederhana yang mengubah nasib pelakunya. Pertama, kebiasaan pemuda Salman yang setiap hari mengubah posisi sendal Nabi Muhammad SAW, hingga kemudian sang Rasul itu mendoakannya menjadi ahli Fiqh. Lalu, KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari juga melakukan kebiasaan yang sama pada sendal Kyai Sholeh Darat, Semarang. Itu hanya perbuatan kecil, namun menjadikan pelakunya sebagai orang-orang besar.” 

“Beda dengan di surau ini ya Yon, yang ada malah nginjek-injek sendal orang tanpa perasaan bersalah sedikit pun!” seru Basirin.

Lagi-lagi mereka semua dibuat tertawa dengan kekonyolan yang disodorkan Basirin.

Pion pun menambahi. “Sampeyan pasti masih kesal karena sendalnya pernah diinjek orang yang ternyata sendal orang itu abis nginjek tai kucing ya mas Bas!”

Semua kembali tertawa. Dan hanya Basirin yang sewot karena mengingat kejadian itu. 

“Soal tai kucing itu.... Eh, soal teladan itu, menurutku, kalau kita gak serius menyikapinya, suatu saat akan jadi boomerang buat bangsa ini. Tanda-tandanya sudah tampak loh, saat ini gak sedikit generasi penerus yang mulai mencari teladan dari ‘luar’. Dan bila ini dibiarkan terus-menerus, gak menutup kemungkinan bangsa ini akan kehilangan jati dirinya,” Klinying tampak serius memberi argumen.

“Lha terus gimana solusinya Nying?” tanya Basirin.  

“Ya ayo kita semua, mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil, memberi contoh yang baik dalam kehidupan kita”.

“Masalahnya, itu sepertinya mudah diucapkan tapi sulit untuk melaksanakan kata-kata itu Nying!”

“Itu lah sampeyan, selalu pesimis orangnya. Dan menurutku, dengan ngomong begitu, artinya sampeyan sendiri enggan untuk konsisten menerapkannya!” Klinying balik menyerang Basirin yang ngeyel.

“Loh...kok...,”

Lagi-lagi Klinying menyerang Basirin yang berusaha menghindar. “Sudahlah mas Basirin yang terhormat, gak usah lah kak kok, sekarang ayo kita lakukan, titik!”

Pion yang kemudian mengambil inisiatif. Anggota paling muda di Panggon Nggedabruz itu lalu berdiri dan berjalan ke arah sendal yang berantakan di depan surau. Sat set Pion dalam waktu singkat menyelesaikan menata sendal dalam keadaan rapi dan sendal-sendal itu kini berbaris membelakangi surau.

Pion berdiri diantara kawan-kawannya yang masih duduk di lantai sambil membersihkan tangannya. “Sebelum aku adzan, aku pingin dengar mas, apa dasarnya sampeyan tadi nanya ke kami soal teladan apa yang akan diberikan untuk bangsa dan negara ini?”

Klinying tersenyum. “Kemarin aku bertemu seseorang yang bilang gini Yon, kamu hidup di tanah air ini gak disuruh memperjuangkan apa-apa, berbeda dengan zaman ketika para pendahulu bangsa ini hidup, mereka harus berjuang melawan penjajah. Maka, berbuat baiklah kamu, agar menjadi contoh atau teladan!

Pion mengangguk-angguk sambil berjalan masuk surau. Tak lama kemudian, terdengar suaranya melafazkan Adzan Isya’.

 

*  *  *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun