Sengketa pemilu (PHPU Pilpres 2024 ) yang sedang berproses di Mahkamah Konstitusi (MK) hampir memasuki fase penentuan hasil keputusan oleh para hakim yang terhormat. Para pihak yang bersengketa kini menunggu apakah keputusan MK nanti berpihak pada kelompoknya atau kelompok seberangnya. Lalu, kemudian akan memasuki babak baru atau kelanjutan dari proses demokrasi yang sedang bergulir di negeri ini.
Inti dari sengketa yang diperkarakan di meja MK yaitu terkait dengan dugaan adanya kecurangan dalam proses pemilu lalu. Namun, tulisan ini tidak bermaksud membahas soal kecurangan tersebut. Tulisan ini hendak melihat sisi lain dari perkara kecurangan yang dituduhkan berlangsung terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).Â
Penulis berkeyakinan bahwa ada masyarakat Indonesia yang benar-benar memilih menggunakan hati nuraninya. Sengaja tulisan ini berprasangka baik pada masyarakat bangsa tercinta yang tulus mencintai negerinya saat mencoblos pilihannya. Dan penulis meyakini tak sedikit jumlahnya masyarakat yang termasuk bagian ini.Â
Oleh karena keyakinan itulah maka tulisan ini hadir. Meski demikian, bukan berarti hendak menafikan dugaan adanya kecurangan seperti yang sedang disengketakan.
Pemilu Luber Jurdil Â
Terselenggaranya pemilu yang baik disyaratkan pelaksanaannya taat azas, dimana pemilu Indonesia menetapkan pedomannya, yaitu LUBER JURDIL (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, dan Jujur, serta Adil). Dalam penjabarannya, kata hati nurani ditautkan pada poin Langsung dan Bebas. Artinya, terdapat harapan yang besar bahwa pilihan yang dijatuhkan saat berada di bilik suara itu didasari oleh hati nurani yang telah berproses dengan baik, sehingga hasil pilihannya pun akan mencerminkan pelaksanaan hati nurani pula.
Â
Asas langsung
Dalam pelaksanaannya rakyat memiliki hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati dan nurani, tanpa adanya perantara.
Â
Asas Bebas
Asas bebas memastikan setiap warga negara memiliki hak kebebasan dalam menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun.
Dalam pelaksanaan pemilu, setiap warga negara akan dijamin keamanannya agar dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
Â
Kehendak hati nurani ini merupakan amanat dari konstitusi yang mengatur pelaksanaan pemilu, diperuntukkan bagi pemilih dan tentu saja juga bagi pelaksana proses pemilihan. Bahkan, tidak berhenti pada konstitusi, para cerdik pandai pun juga berulang kali mengingatkan agar para pemilih menggunakan hati nuraninya saat hendak menentukan pilihannya. Demikian penting faktor hati nurani ini sehingga terus-menerus dan berulangkali diucapkan orang. Lagi-lagi disini kita perlu meyakini bahwa banyak pemilih yang telah menerapkan asas tersebut, kemudian memilih dengan berdasar hati nuraninya.
Terlepas andai pun misalnya benar terjadi kecurangan seperti yang disengketakan, tak menghilangkan fakta bahwa masih banyak warga bangsa ini yang masih memiliki hati nurani dan digunakan sepenuhnya saat menusuk di bilik suara. Mereka bisa dari pemilih paslon 01, 02, atau 03. Dan kita, termasuk para hakim MK juga perlu mengapresiasinya.