Mohon tunggu...
sichanang
sichanang Mohon Tunggu... Lainnya - Gak perlu ucapan terimakasih atas pelaksanaan tugas!

Penulis. Pernah cantumin pekerjaan 'penulis' di ktp tapi diganti sama pak RT. Blog pribadi : http://sichanang.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membangun Desa = Membangun Indonesia

12 Oktober 2023   10:48 Diperbarui: 12 Oktober 2023   11:03 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membangun Indonesia dari Desa, semoga bukan sekadar slogan belaka. 

Membangun Indonesia, dalam artian mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, bukanlah pekerjaan mudah. Bahkan, tak akan selesai hanya dengan penggelontoran trilyunan rupiah melalui dana desa, serta dana lainnya.

Dana desa serta dana lainnya memang diperlukan untuk mendorong percepatan pembangunan desa. Memang benar adanya fakta, membangun tanpa dukungan uang adalah omong kosong. Namun, dana yang berlimpah tanpa adanya kemampuan untuk mengelolanya, juga merupakan ancaman bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak, bahkan meruntuhkan tatanan desa yang telah ada. Ancaman itu bisa berupa terseretnya oknum tertentu akibat korupsi, atau mangkraknnya bangunan, fasilitas atau infrastruktur yang dibangun tanpa ada fungsinya untuk kemaslahatan warga desa.

Menghidupkan Kearifan Lokal

 

"Untuk membuat suatu destinasi, kami tidak membangun sesuatu yang baru. Kami hanya memoles potensi yang ada di desa, lalu mengelolanya." Demikian ungkapan pak Darmadi, pemrakarsa dan pegiat desa wisata Brayut yang pernah penulis temui. Dan pernyataannya itu layak menjadi inspirasi.

Sementara di daerah lain, penulis pernah melihat sebuah taman yang didalamnya dibangun miniatur keajaiban dunia. Namun karena dibangun ala kadarnya, miniatur itu tak berhasil menarik warganya. Sehingga keberadaan taman itu jadi mubazir, apalagi kemudian tak dirawat dan rumput tumbuh dimana-mana.

Penulis memahami maksud dari ide pembangunan miniatur itu, mungkin awalnya diharapkan menjadi hiburan bagi warga desa yang tak memiliki kesempatan mendatangi keajaiban dunia yang sesungguhnya, akan terhibur dengan mendatangi miniaturnya. Tapi maksud dan tujuan itu tak tepat sasaran. Bukan itu yang diharapkan dari sebuah gagasan membangun.

Dari dua contoh di atas, jelas bahwa upaya menumbuhkan perekonomian di desa tak selamanya harus dilakukan dengan membangun sesuatu secara fisik. Ada kalanya, membangun dengan mengupayakan potensi-potensi yang ada, sehingga jadi berdaya guna dan berhasil guna. Meski tak dipungkiri, boleh saja membangun secara fisik, asal tepat guna.

Tidak Semua Desa Harus Jadi Desa Wisata

Untuk meningkatkan perekonomian dan taraf hidup masyarakat, tidak semua desa lalu beramai-ramai membangun destinasi wisata atau menjadi desa wisata. Memang, ada beberapa desa wisata yang sukses menumbuhkan perekonomian masyarakatnya setelah berhasil membangun desanya menjadi desa wisata. Bahkan ada desa yang meraup hasil sangat besar untuk PAD-nya.  Sebut saja Desa Wisata Ponggok, Desa Wisata Pujon Kidul, Desa Wisata Kutuh, dll.

Untuk membangun destinasi wisata, hal utama yang harus dimiliki adalah potensi, disamping juga memerlukan banyak sekali usaha dan daya dukung. Oleh karenanya, bagi desa yang tidak memiliki potensi sebagai desa wisata sebaiknya tidak memaksakan diri. Namun bukan berarti tidak memiliki peluang untuk menjadikan perekonomian desanya meningkat.

Sebagai ilustrasi, di satu kawasan ada desa yang berhasil menjadi desa wisata. Lalu, apa yang perlu ditempuh desa sebelahnya yang tidak memiliki potensi wisata? Caranya, harus jeli melirik sisi lain sebagai peluang. Misalnya, seperti yang pernah penulis temui, ada desa yang warganya mengembangkan usaha perikanan untuk memenuhi kebutuhan warung-warung yang menjual makanan di desa wisata. Juga untuk memenuhi kebutuhan resto dan warung makan di desa tetangga lainnya, bahkan ke kota lain.

Usaha perikanan itu berhasil karena didukung potensi sumber air melimpah. Ini tampak dari sungai-sungainya yang tertata rapih dengan debit air melimpah dan bersih. Melalui BUMDes, warga desa yang menekuni usaha perikanan itu memperoleh berbagai bantuan dan dukungan, seperti pinjaman modal usaha, pakan ikan yang dijual di kios BUMDes, dan bantuan pemasaran. 

Pemerintah desa memanfaatkan dana desa untuk membangun jalan-jalan menuju area tambak, sehingga memudahkan pengangkutan hasil panen ikan maupun kebutuhan transportasi lainnya. Kebetulan area tambak banyak dibuka di sekitar lahan pertanian, jadi jalan desa itu menjadi multi fungsi.

Upaya ini dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi warga desa. Untuk panen ikan, dibutuhkan banyak sekali tenaga kerja. Dan banyak lagi keuntungan yang diraih dari jelinya menggali serta memanfaatkan peluang. Jadi, tidak semua desa harus menjadi desa wisata untuk membangun desanya. Meski tidak dipungkiri, bila melihat keberhasilan beberapa desa wisata, sungguh sangat menggiurkan.

(dokpri)
(dokpri)

Perlunya Membangun Jejaring

Semangat gotong royong merupakan jiwa bangsa Indonesia. Sempat tereliminir, dan belakangan  muncul dalam istilah yang lebih keren, yaitu jejaring. Filosofinya dari jaring laba-laba, dari lingkaran yang kecil, lalu membesar dan saling menguatkan. 

Beberapa desa telah menerapkan dan membangun jejaring ini. Misalnya desa Karangrejo, dengan pusat jejaringnya di candi Borobudur. 

Memang tidak mudah untuk membangun jejaring ini. Salah satu tantangan terberatnya adalah mengalahkan ego. Padahal apabila ego  dapat dikalahkan, diganti dengan semangat gotong royong, maka akan mendatangkan keberkahan tersendiri. Kita percaya, dengan berbagi, maka nikmatnya akan berbuah kebaikan yang berlipat.

Perjelas Orientasi Pembangunan

 

Pembangunan, baik skala desa maupun skala nasional, tetap harus merujuk pada tujuan cita-cita luhur bangsa Indonesia. 

Pertama, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Inti dari poin ini adalah pentingnya perlindungan pada kemanusiaan, bangsa, dan negara Indonesia. Jadi, apa pun upaya pembangunan yang dilakukan tidak boleh melanggar, bahkan merugikan siapa pun, apalagi sampai jatuh korban. Dan bentuk dari hasil pembangunan harus mampu memperkokoh keiindonesiaan kita. Harga diri bangsa dan negara harus menjadi yang utama. Oleh sebab itu, kita patut mengapresiasi beberapa desa yang berhasil membangun, lalu meraih prestasi yang mendunia. Bukan sekadar membangun untuk masyarakatnya saja, tapi juga turut mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.

Selanjutnya, kedua, yaitu memajukan kesejahteraan umum. Jadi jelas bahwa dalam hal membangun desa maupun membangun Indonesia, tidak boleh hanya menguntungkan diri sendiri maupun kelompoknya saja. Hasil dari pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat desa dan bangsa Indonesia.

Poin ketiga, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Konteks mencerdaskan bangsa disini harus dilihat dari segi yang kompleks. Misalnya, para pelaku pembangunan di desa harus tumbuh sebagai manusia yang cerdas. Sehingga tidak mudah diperdaya oleh berbagai kecurangan yang dapat merugikan atau merongrong keutuhan dan menjadi pemicu perpecahan maupun kebangkrutan. Jangan sampai terjadi, misalnya di sebuah desa yang mengedepankan wisata sebagai sumber penghasilan, lalu ketika sudah maju banyak warga desa yang menjual tanahnya pada pihak lain dengan konsekuensi dirinya terpinggirkan. Ini potret buram yang bertolak belakang dengan tujuan pembangunan agar kita mejadi tuan rumah di desa, daerah, maupun negeri sendiri.

Pemerintah Jangan Sibuk Cari Panggung

Suatu hari pernah bertemu dengan tokoh sukses di sebuah desa. Bisa dibilang tokoh ini memiliki multi talenta. Kegiatannya meliputi banyak sektor, mulai dari pegiat lingkungan, penggerak UMKM, hingga sebagai mitra desa wisata yang sedang dikembangkan oleh sekelompok anak muda di desanya.

"Bapak kita ini sudah langganan didatangi tamu dari pusat. Hampir semua kementerian terkait kalau datang kesini ya dia yang ditemui!" Kata seorang anak muda, yang entah maksudnya bangga atau jengah.

Namun itu fakta yang kerap terjadi. Bila ada seseorang, atau sebuah desa yang meraih sukses, lalu banyak pihak berusaha mendekatinya. Walaupun tak dipungkiri, mungkin sebelumnya pihak-pihak itu memiliki 'jasa' sehingga orang atau desa tertentu dapat meraih keberhasilan. Hanya saja, kedatangan lembaga atau pihak tertentu setelah ada yang meraih keberhasilan, itu perlu dipertanyakan maksud dan tujuannya. Kalau kedatangannya untuk mendukung kemajuan lebih lanjut, itu dapat diterima. Tapi, kalau kehadirannya hanya untuk mencari panggung agar memperoleh publikasi, ini yang perlu disoroti.

Lalu, biasanya menjelang musim kampanye, kita akan melihat hasil rekap dari pemerintah, misalnya telah berhasil membangun sekian panjang jalan, sekian banyak pasar, sekian ini itu. Dan semua itu merupakan hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh desa-desa, lalu diklaim dan dijadikan bahan kampanye. Ini sungguh menggelikan. Lalu, pertanyaannya, kenapa kalau sudah membangun jalan sekian panjangnya?

Bukankah pembangunan infrastruktur dan berbagai hal yang menjadi kebutuhan dasar di desa dan daerah di Indonesia itu memang sudah seharusnya demikian. Dan itu adalah tugas dari pelaksana pembangunan, dalam hal ini pemerintah. Menyadari bahwa itu adalah tugas dan kewajibannya, ya sudah kalau telah dilaksanakan. Tidak perlu mengharap ucapan terima kasih atau puja-puji.

Sebaliknya, kalau tugas dan kewajiban itu tidak mampu dilaksanakan, maka cap kegagalan yang perlu disematkan. Jangan jadikan suatu hasil pelaksanaan tugas dan kewajiban, dipakai untuk menutupi kekurangan maupun ketidakmampuan menjalankan tugasnya. Ini tidak fair.

Membangun Indonesia dari desa, hari ini, bukan lagi sebatas ide atau gagasan. Ini harus menjadi semangat bangsa Indonesia yang tersebar di 83.794 desa / kelurahan (data BPS / maret 2023) di seluruh tanah air. Dan pemerintah jangan sibuk cari panggung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun