Proses transformasi diri lainnya adalah dalam adaptasi di lokasi dampingan. Dalam proses pendampingan masyarakat, kalau kita sepakat, bahwa fasilitator sejati "tidak akan memilih-milih dimana di akan ditugaskan untk mendampingi" dan bentuk masyarakat seperti apa yang akan didampinginya. Jika di dalam diri fasilitator, disadari ataupun tidak, ada penolakan terhadap kondisi dan situasi di masyarakat yang didampingi, maka cepat atau lambat itu akan terlihat dan muncul dalam tindakannya di lapangan. Mudah sekali indikatornya, kita dapat melihat apakah fasilitator tersebut "betah", merasa rileks dengan masyarakat, senang silaturahim dan menjalin dialog, apakah di wajahnya tercermin aura kebahagiaan dan semnagat serta antusias dalam setiap perjumpaan dengan masyararakat dan ketika berbicara dengan kita, apakah nadanya dan kata-kata yang keluar adalah "bahasa" yang dijiwai dan dipenuhi dengan harapan, tindakan yang dia telah lakukan dan dia nilai dengan jujur, kekurangan yang ingin dia perbaiki, serta "minim" dengan keluhran (karena tidak ada fasilitas, karena tidak ada listrik, harus berjalan kaki, medan sulit, dll), serta dia tidak pernah mencari pembenaran atas ketidakmampuannya yang disebabkan masyarakat yang dia rasa "sulit" (sulit diatur), bodoh/tidak mampu, apatis, dll). Sekali lagi saya katakan, bahwa banyak fasilitator yang mungkin saja sudah beberapa tahun mendampingi masyarakat, tetapi tidak terjadi transformasi yang berarti dalam dirinya. Tidak ada kebahagiaan, kecintaan, kepuasan batinnya menjadi fasiltiator. Biasanya, tipe ini akan gampang menyerah...tunggu saj awaktunya, bisa jadi mundur, atau seperti di muka saya katakan "minta pindah lokasi. Setelah nanti dipindah, kita lihat saja apakah akan menjadi lebih baik? Saya jamin tidak! Karena dia tidak pernah berusaha melakukan transformasi dalam dirinya! Dia sebenarnnya "hanya berpura-pura" menyukai bekerja sebagai fasilitator, tetapi dia sebetulnya tidak melakukan pemberdayaan dalam dirinya sendiri, dan proses berdaya ini baru bisa terjadi kalau dia mau mentransformasi dirinya menjadi "pendamping yang ikhlas hati, jujur dalam tutur dan tindakan, dan berani mengoreksi diri serta berusaha untuk dapat memberikan yang terbaik bagi masyarakat yang didampinginya.
Penulis
Chamiyatus Sidqiyah
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H