Mohon tunggu...
Chamelia Noer Habibbah
Chamelia Noer Habibbah Mohon Tunggu... Lainnya - Newbie

Bismillah, Alhamdulillah..

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Myesha: Kuliah Gratis Itu Bisa!

3 November 2021   13:37 Diperbarui: 3 November 2021   14:23 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Keringat yang bercucuran tak menghalangi senyum merekah saat kami bertemu di persimpangan jalan. Raut wajahnya yang tegas terlihat kerap menahan lelah, namun ia seolah acuh dengan semua beban di pundaknya. Di sofa empuk kantor Yoshugi Media, Myesha bercerita tentang sepak terjangnya dalam meraih cita-citanya, kuliah gratis dan fasilitas penuh.

Gadis yang berumur 23 tahun ini sekarang tengah menempuh semester 5 di Universitas Mercubuana Yogyakarta. Namun, antara tahun 2015-2016, ia tak lebih dari seorang buruh jahit tas kulit. 

Tahun itu adalah masa-masa terberat baginya karena usai tamat dari bangku sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Banguntapan, ia harus bekerja-mengalah demi adik-adiknya yang masih kecil belia. 

Tahun itu pula, ia nyaris kehilangan akal sehat karena gagal kuliah jalur bidik misi, ketika ia mencoba mendaftar IPDN ia gugur pada tes tahap dua. Ketika berusaha lagi bangkit dan mencoba mendaftar Bintara AU, Myesha yang malang mengalami cedera lutut yang bikin terenyuh karena harus menjalani terapi dan pengobatan.

Mimpi untuk melanjutkan kuliah merupakan hal yang sudah tidak mungkin lagi saat itu, karena sudah diultimatum oleh orang tuanya yang tidak sanggup lagi membiayai. 

Bisa lulus SMA pun sudah alhamdulillah. Myesha sendiri memiliki tiga adik beda bapak yang saat itu adik terbesar kelas 2 SD, tengah masuk TK dan terkecil masih 3 tahun. Ibunya yang belum bisa bekerja karena anaknya masih terlalu kecil, dan bapaknya sebagai seorang supir luar kota pendapatannya hanya cukup untuk makan dan kebutuhan sehari hari.

Sebagai si sulung, Myesha diharapkan dapat membantu meringankan beban keluarga agar cepat bekerja dan mencari uang. Setidaknya ia mampu mengcover kebutuhan sendiri dan membeli beras untuk sebulan.

Dengan sepeda midi nya Mysha selalu berangkat pagi-pagi agar tidak terlambat berangkat kerja. Ia sangat prihatin karena sejak SD sampai sekarang bekerja pun belum mampu membeli motor. 

Betapa getir ia menahan keinginannya agar bisa sama dengan temannya. Rasa gengsinya rupanya telah kalah dengan rasa baktinya pada sang ibu. Keinginan untuk kuliah masih dipendam dalam relung hati yang paling dalam. Sesampai tempat bekerja, Myesha dengan sigap menjahit furing tas yang sudah dipesan oleh pelanggan sebelumnya.

"Kenapa harus kuliah? Bukannya perempuan nanti juga bakal jadi IRT dirumah momong anak? Toh enak kerja, dapet duit ga pusing-pusing lagi belajar" tukas Lukman, rekan kerja Myesha yang rupanya berusaha menghibur agar tidak galau memikirkan kuliah. Namun, lagi-lagi Myesha hanya bisa tersenyum sembari mengubur (lagi) cita-citanya yang ingin masuk ke perguruan tinggi.

Juni 2016 merupakan sebuah momen bersejarah baginya. Ia memutuskan untuk resign dari tempat kerja sebelumnya dengan membawa harapan baru, yakni: gaji lebih banyak, nabung buat DP kredit motor lalu buat daftar kuliah. 

Saat itu Myesha rutin tahajud setiap malam bersimpuh dalam sujudnya kepada Allah SWT. Dalam doa ia berserah, "YaAllah hambamu ini ingin kuliah dengan gratis dan tidak menyusahkan orang tua, sukur-sukur bisa bantu sambil kuliah" ucap lirih Myesha sambil mengangkat tangan dan berlinang air mata. Setelah selesai berdoa ia segera melipat sajadahnya dan mulai terlelap.

Pagi yang cerah waktu itu ia ditelpon Ameta, sobat karib Myesha dari SMP sampai sekarang. "Nih aku ada lowker, daripada kamu gabut mending ayo kita coba dulu siapa tau bisa jadi batu loncatan, pengen kan dapet gaji UMR?" ucap Ameta sambil tertawa renyah ditelepon. "Ya aku ambil Mel, karena gaada alesan buat aku nolak, emak juga butuh uang buat beli beras buat" ucapnya bikin saya simpati.

Akhirnya Myesha dan Verna mendapat panggilan untuk interview pada hari Sabtu, kemudian Minggu sore terlayang kabar kalau mereka lolos dan hari Senin bisa mulai bekerja. Saking senangnya mereka berdua membuat party dengan bikin nasi goreng telurnya 3 (telur 2 udah mainstream katanya) dan es teh di rumah Ameta.

Dalam tiga bulan Myesha fokus dengan omset perusahaan, ia juga merupakan karyawan yang sangat loyal. Kenapa tidak? ia bahkan terlalu sering pulang larut demi kerjaan. Pernah suatu ketika ia pulang 'pagi' sesuai jam kerja, ibunya bahkan sampai terbengong anaknya kenapa tidak pulang larut seperti biasanya.

Suatu ketika atas usaha kerasnya Myesha mendapatkan reward sebuah  smartphone dari perusahaan. Dari situlah ia diperhatikan oleh jajaran manajemen. Semangat kuliah saat itu sudah mulai membuncah di dalam hati, namun ia memilih untuk menjadikannya sebagai pecut agar lebih bersemangat lagi dalam meniti karir. Sampai tak terasa sudah berganti tahun.

Pada tahun  2018 kuarter pertama, ia dilamar oleh kekasihnya yang bernama Tiar dulu pernah Myesha tolak semasa SMP  karena dianggap main-main saja. "Padahal cuma dari iseng, cinta monyet", kenangnya dalam hati. Keseriusan itu berlanjut tatkala Tiar memboyong keluarganya untuk melamar sang kekasih. Malam itu kedua belah keluarga yang kontan bernegosiasi dan menerima lamaran, dilanjutkan  dengan penentuan "hari baik" dimana sepakat untuk melangsungkan pernikahan 6 bulan lagi.

Manusia bisa berencana, namun hasil akhir adalah hak Sang Pencipta. Qodarullah 3 bulan setelah acara lamaran, bapak Myesha telah berpulang ke rahmatullah. Ia yang tengah dideru galau dan kesedihan yang mendalam karena telah kehilangan sosok yang paling ia hormati dan sayangi dalam hidup. 

Myesha saking putus asanya bilang ke ibu "Bu, apa nikahanku besok diundur saja?" kata Myesha dengan nada lirih seolah semesta merundungnya. "Ndak usah nduk, gapapa pasti ada jalan. Pamali kalau sudah di tembung tapi minta batal" ucap ibu yang berusaha menenangkan.

Allah selalu memberikan jalan bagi hambanya yang selalu berusaha. Tiga bulan kemudian acara pernikahan kecil-kecilan Myesha berlangsung dengan meriah meski sederhana. Resepsi itu bisa ada karena dukungan dan support penuh dari keluarga, yang awalnya Myesha hanya ingin ijab qobul di KUA saja.

Segala puji bagi Allah, memang benar setelah menikah itu pintu rezeki dibukakan selebar-lebarnya. Perusahaan tempat Myesha bekerja memberikan beasiswa kuliah atas apresiasi dan kerja keras ia dan sohibnya Ameta. 

Perusahaan dengan berbangga hati memberikan beasiswa untuk menunjang karir dan terikat oleh dinas, agar nantinya setelah lulus bisa naik ke jenjang manajemen yang notabene harus lulus S1. Haru biru menjadi satu karena tidak menyangka saat itu Myesha juga tengah hamil. Seketika hal ini yang membuat ia dilanda gundah gulana, ia juga ragu apakah bisa merangkap kerja, kuliah, dan sebagai ibu dan istri.

HRD perusahaan yang mendapati Myesha yang tengah dilanda dilema memberikan kesempatan untuk berpikir selama kurang lebih 2 bulan sebelum teken kuliah dan ikatan dinas. Selama 2 bulan itu ia mencari referensi ke berbagai sumber di internet apakah ada seseorang diluar sana seperti dirinya nanti. Mulai dari blog, thread, video Youtube semua ia telaah untuk menguatkan keyakinannya.

Tak lupa setiap ibadah ia selalu memohon agar dimantapkan hatinya dalam pilihan terbaik. Ibu kandung, ibu dan bapak mertua sudah memberikan lampu hijau dan juga siap memberikan support semisal nanti anaknya ditinggal kuliah sampai malam seusai kerja.

"Mas mau diambil ngga ya beasiswanya? Semisal mas ga ridho pengen aku dirumah jagain anak aku juga akan legowo mas, sudah kewajibanku sebagai seorang ibu dan istri" ucap Myesha pada suaminya sebelum tidur. "Dek, semisal kamu mampu, udah diambil aja. Mas ngira kalau ini adalah rezeki dari Allah sebagai jawaban dari semua doamu dulu", sambung Tiar. 

Menurut Myesha, Tiar sanggup memantapkan hati untuk mengambil kuliah karena kasihan dengan istrinya karena dari dulu cita-citanya belum tercapai dan selalu gagal. Tiar juga penuh dengan semangat akan mendukung apapun nanti sepak terjangnya. Akan merasa sangat bersalah bila dia sekali lagi 'menggagalkan' cita-cita istrinya.

"Aku tuh Mel, selama sebulan sebelum teken beasiswa tiap malem selalu nanya sama suamiku. Kalik aja dia berubah pikiran gitu. Tapi yang ada dia malah jengkel karena aku tanyain terus padahal jawabannya sama hahahaha", suara renyah Myesha membuat hatiku hangat dibuatnya.

Hari yang dinantipun tiba, ia telah memantapkan hati untuk teken beasiswa dan ikatan dinas bersama sahabatnya Ameta. Suara riuh tepuk tangan bergema di ruangan itu. Myesha yang sedang hamil tua dengan bangga berjabat tangan dan berfoto bersama dengan jajaran direksi. Ia telah sepakat akan mendaftar semester genap tahun depan karena sayang bila harus cuti.

Hari berganti hari, begitu juga bulan. Myesha yang sudah mendaftar di universitas merasa deg-degan karena harus meninggalkan bayinya di rumah dan berangkat kuliah satu minggu lagi. Malangnya ia sempat stress dan nyaris mengalami baby blues karena merasa menjadi ibu yang tak baik, merasa menelantarkan anak 'hanya demi kuliah'. Namun karena kuatnya iman dan dukungan dari keluarga, ia pun bangkit.

"Aku tiga hari nangis terus liat anakku, apa bisa, apa tega aku?" ucap Myesha dengan mata yang berkaca-kaca. Aku pun terharu mendengarnya, membayangkan kalau ada diposisi itu pastinya juga sangat berat. Sempat ia bercerita, hari pertama KBM di kampus ia menangis dikamar mandi karena kangen dengan anaknya belum ketemu seharian.

Lantas, apa rahasia dia bisa sekuat dan setegar ini merengkuh cita-cita?

 "Rahasia khusus gaada sih, cuma kamu yakin aja kalau Allah itu bakal kabulin semua yang kamu butuhkan, dan bukan yang kamu inginkan. Tentunya diimbangi dengan ikhtiar dan rajin beribadah, ohya sama jangan lupa banyak-banyak sedekah yaa"

Sebagai penutup perbincangan kami siang itu, dengan mukanya yang sumringah kaya abis ketiban duren sekebonnya, Myesha berpesan untuk para remaja yang memiliki keterbatasan ekonomi namun ingin meraih gelar sarjana.

"Semua pasti ada jalan, jangan pernah minder dengan keadaan kita. Kita terlahir miskin itu bukan sebuah dosa, malah menjadi pecutan diri kita agar lebih semangat menjalani hidup. Ngga masalah kalau harus mulai dari 0, bahkan aku bisa mulai dari minus, ayok semangat pasti ada jalan selama kita berusaha, man jadda wajada (barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan tercapai)!

Terimakasih, Myesha! Sepak terjang dan semangatmu telah menginspirasi kami..

***

Oleh Chamelia Noer Habibbah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun