Di era persaingan global saat ini, posisi dan peran bank memiliki nilai strategis dan masa depan yang mendukung pertumbuhan ekonomi negara. Dengan kondisi pandemi Covid-19 yang mendorong masyarakat untuk bertransaksi melalui bank yang memiliki kemampuan meningkatkan perekonomian negara dan meningkatkan kemudahan transaksi pembayaran, maka pemerintah membentuk Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang diatur . dengan undang-undang No. 13/1962. Bank ini didirikan untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan yang berkeadilan bagi seluruh wilayah Indonesia.
BPD memiliki peran strategis sebagai mitra pemerintah dan percepatan pembangunan daerah. Ketika ekonomi suatu negara menyusut atau melambat, salah satu tindakan yang diambil oleh pemerintah nasional biasanya meminta bank untuk meningkatkan pinjaman agar ekonomi bergerak. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Banten Tbk yang berjudul “PT Executive International Bank” didirikan pada tanggal 11 September 1992. Perusahaan mulai beroperasi sebagai bank umum di Jakarta pada tanggal 9 Agustus 1993 atas perintah Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 673/KMK.017/1993, tanggal 23 Juni 1993, tentang “Pemberian Izin Usaha” PT Executive International Bank di Jakarta.
Nama Perseroan diubah menjadi “PT Bank Pundi Indonesia, Tbk” sebagaimana termaktub dalam Akta Pernyataan Keputusan Rap Komisioner Otoritas Jasa keuangan Nomor: 12/KDK.03/2016 tentang “Penetapan Penggunaan Izin Usaha” a/n PT. Bank Pundi Indonesia, Tbk. Dan menjadi izin usaha atas nama PT. Bank Pembangunan Daerah Banten, Tbk., PMaka perseroan nyata berjalan sembari menggunakan nama PT. Bank Pembangunan Daerah Banten, Tbk. Searah yang dilakukannya akuisisi dari Pemerintah Provinsi Banten melalui PT. Banten Global Development. Perubahan dilakukan dalam strategi dan kebijakan perusahaan sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan mitra Perseroan terkait dengan status barunya sebagai BPD. Saat ini Perseroan melayani nasabah simpanan, pinjam/penyaluran Kredit (UMKM, Kredit Konsumer dan Kredit Komersial), serta jasa-jasa lainnya dan telah ditunjuk menjadi mitra Pemerintah Provinsi Banten dalam melakukan pengelolaan kas daerah.
Manajemen likuiditas dalam bank syariah didefinisikan sebagai program untuk mengelola aset likuid yang dapat dengan mudah diisi kembali untuk memenuhi semua kewajiban bank yang jatuh tempo segera. Salah satu fungsi manajemen likuiditas adalah memastikan bahwa deposan dapat menarik uangnya kapan saja atau pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu, bank harus memiliki alat likuid agar bank dapat memenuhi kewajibannya. Likuiditas lembaga keuangan mengacu pada kemampuan lembaga keuangan bank untuk membayar uang dalam waktu singkat. Secara umum, manajemen likuiditas terdiri dari dua bagian: mengumpulkan uang (inflow of deposit) dan mengarahkan dana (outflow of fund) dan menilai kebutuhan dana untuk berbagai kewajiban keuangan. Secara umum, likuiditas bank dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal merupakan faktor yang tidak dapat dikendalikan, sedangkan faktor internal umumnya merupakan faktor yang dapat dikendalikan oleh bank. Faktor eksternal meliputi kondisi ekonomi dan moneter. Fitur deposan, kondisi pasar uang, peraturan dan lainnya. Akan tetapi, faktor internal punya kepentingan pada pengelolaan instrumen likuiditas masing-masing bank. Contohnya adalah pilihan strategi untuk menerapkan manajemen aset dan liabilitas. Bank memilih tiga strategi manajemen likuiditas, yaitu manajemen likuiditas aset, manajemen likuiditas liabilitas, atau manajemen likuiditas seimbang.
Dalam pengelolaan likuiditas, bank memiliki salah satu dari ketiga strategi tersebut di atas. Ketika bank menggunakan manajemen likuiditas, bank memegang aset likuid selama periode likuiditas positif dan menggunakannya selama periode likuiditas negatif. Manajemen likuiditas wajib berarti bahwa bank meminjam dana untuk menutupi defisit likuiditas. Pada saat yang sama, manajemen likuiditas berimbang berarti bank menggunakan kombinasi strategi aset dan liabilitas untuk mengelola posisi likuiditasnya. Bank memutuskan untuk mengikuti strategi sebelumnya berdasarkan kelebihan dan kekurangan masing-masing pendekatan. Pengesahan UU No. 10 Tahun 1998, yang mengubah UU No. 7 Tahun 1992, menunjukkan bahwa sistem perbankan nasional Indonesia telah menjadi dual banking system. Sistem perbankan ganda adalah sistem perbankan konvensional dan syariah yang dikembangkan di suatu negara yang pelaksanaannya harus didasarkan pada karakteristik sistem masing-masing. Perbankan konvensional yang telah berkembang dalam kurun waktu yang lama, telah berkembang seiring dengan sistem perbankan syariah. Pengembangan sistem perbankan syariah dengan kerangka dual banking system dirancang melalui Arsitektur Perbankan Indonesia (API).
Keberadaan bank syariah sebagai alternatif bagi umat Islam yang menikmati layanan perbankan dengan sistem bunga majemuk (compound interest system) hingga saat ini menjadi sistem bagi hasil. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 akhir-akhir ini menyebabkan perkembangan lembaga keuangan syariah yang cukup pesat, sehingga Bank Indonesia sebagai lembaga keuangan mengawasi dan memantau perkembangan lembaga keuangan baru tersebut. Untuk memenuhi tugas pengawasan dan pengendalian, lembaga keuangan juga harus mengembangkan kebijakan dan instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip syariah.
Beberapa negara Islam mengubah mekanisme moneter dan perbankan mereka yang ada menjadi sistem Islam, seperti Iran dan Pakistan, dan beberapa negara Islam lainnya, seperti Indonesia, beradaptasi dengan perkembangan ini melalui "sistem perbankan ganda". Strategi ini diterapkan berdasarkan pengalaman pada saat krisis bahwa bank syariah dapat bertahan dalam kondisi fluktuasi nilai tukar dan suku bunga yang tinggi. Hal ini didukung oleh fitur perbankan syariah yang melarang bunga bank (riba) dan transaksi keuangan spekulatif.
Adanya dua sistem perbankan yang berkembang secara bersama-sama dan memiliki hubungan keuangan yang terbatas satu sama lain diharapkan dapat menyebarkan risiko yang pada gilirannya akan mengurangi risiko sistemik jika terjadi krisis keuangan. Pengelolaan likuiditas merupakan masalah yang sangat sulit dalam kegiatan operasional bank. Alasan utama bank, besar dan kecil, gagal bukanlah kegagalan keuangan yang tidak menguntungkan, tetapi ketidakmampuan bank untuk mengelola likuiditas. Dalam terminologi keuangan dan perbankan, likuiditas memiliki banyak definisi.
Secara umum, Antonio mendefinisikan likuiditas sebagai kemampuan memperoleh uang (cash flow) dengan cepat dan dengan harga yang sesuai. Likuiditas penting bagi bank untuk mengatur transaksi harian, menyelesaikan kebutuhan keuangan yang mendesak, memenuhi permintaan pinjaman pelanggan dan memastikan fleksibilitas untuk memanfaatkan peluang investasi yang menarik dan menguntungkan. Menurut Munawiri, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan likuiditas suatu perusahaan, yaitu:
- Jumlah investasi dalam aset tetap dibandingkan dengan semua dana jangka panjang.
- Volume bisnis.
- Kontrol inventaris.
Risiko likuiditas adalah risiko yang timbul akibat ketidakmampuan bank syariah untuk memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau instrumen likuid berkualitas tinggi yang dapat digunakan tanpa mengganggu operasional dan kondisi keuangan bank. Risiko likuiditas adalah risiko bank syariah tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada nasabah dalam jangka waktu tertentu.
Analisis SWOT PT. Bank Pembangunan Daerah Banten, Tbk Analisis internal berupa kekuatan dan kelemahan serta analisis eksternal berupa peluang dan ancaman atau SWOT dilakukan untuk mengukur berbagai faktor yang mempengaruhi operasional bank. Komponen analisis ini merupakan kombinasi dari kekuatan dan kelemahan yang selanjutnya tercermin dalam analisis kinerja keuangan, sumber daya manusia dan infrastruktur pendukung. Sementara itu, ketika menganalisis peluang dan tantangan, perspektif masa depan lebih dominan, yaitu. faktor eksternal yang mempengaruhi kegiatan usaha bank.
(1) Kekuatan adalah faktor internal yang dapat digunakan untuk menyukseskan rencana bisnis bank, antara lain:
- Dukungan pemegang saham dan manajemen merupakan modal terpenting dalam pengembangan bank,
- Sejak 2020 hingga Juni 2021, modal bank meningkat menjadi Rp 0,98 triliun.
- Bank kini telah memperkenalkan budaya baru yaitu TRUST yang menjadi karakter seseorang yang sangat profesional.
- Memiliki jaringan distribusi di wilayah pengembangan ekonomi Banten. (e) Pada tahun 2020, porsi kredit produktif bank menjadi 55%.
(2) Defisiensi merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan agar kegiatan usaha bank menjadi sebagai berikut:
- Rasio kredit terhadap aset bank per Juni 2021 hanya 36%, sangat rendah dibandingkan rasio aset terhadap aset rata-rata sektor perbankan sebesar 59%.
- Berdasarkan nilai CAGR, nilai CAGR pinjaman perbankan dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2020 sebesar 4,95% masih lebih rendah dari nilai CAGR pinjaman perbankan di Provinsi Banten sebesar 7,41%.
- Berdasarkan rata-rata tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR), CAGR DPK bank negatif sebesar 9,76%, sangat rendah dibandingkan dengan CAGR Provinsi Banten dan Perbankan Negara masing-masing sebesar 10,91% dan 8,35%. .
- Porsi simpanan yang terkumpul dalam DPK meningkat menjadi 54% pada Juni 2021, secara umum cost of fund lebih mahal dibandingkan giro dan tabungan.
- Kinerja menguntungkan bank dalam 5 (lima) tahun terakhir menunjukkan tren menurun bahkan merugi, pada Juni 2021, rugi bersih bank sebesar Rp101 miliar.
- Per Juni 2021, rasio BOPO bank mencapai 190,26%, sangat tinggi dibandingkan industri sebesar 84,53%.
- Dari sisi rentabilitas dan efisiensi, bank tidak dapat menghasilkan ROA dan ROE di atas rata-rata perbankan nasional, meskipun rasio ROA dan ROE bank berada dalam kondisi negatif selama tahun 2016 hingga Juni 2021.
- Saat ini, rasio pinjaman bruto bank per Juni 2021 adalah 21,39%, berada dalam batas sehat 5% yang ditetapkan oleh regulator.
- Pelatihan technical skill yang berkesinambungan harus diberikan kepada SDM bank, bukan hanya soft skill, terutama untuk account manager dan analis kredit sebagai andalan bisnis.
- Kebijakan manajemen kinerja saat ini sudah ada, namun tidak berdasarkan Balanced Scorecard (BSC) yang jelas. Pengelompokan indikator kinerja individu, termasuk penetapan target individu, juga tidak dilaksanakan dengan baik.
- Implementasi prinsip empat mata diharapkan dapat ditingkatkan di masa mendatang, implementasi 3 pilar perusahaan yaitu. bisnis, manajemen risiko dan dukungan, tidak berjalan mulus sesuai regulasi.
- Layanan yang ada saat ini masih terbatas dan belum siap bersaing, serta pengembangan bisnis berbasis teknologi informasi masih terbatas.
- Penempatan pekerja tidak memenuhi persyaratan tugas.
(3) Peluang adalah sekumpulan kondisi eksternal yang dapat digunakan untuk mendukung Corplan Bank 2022-2026. Istilah-istilah ini meliputi:
- Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan Provinsi Banten dapat menunjukkan pertumbuhan positif pada triwulan II tahun 2021. Pertumbuhan Provinsi Banten sebesar 8,95% (y/y), lebih tinggi dari pertumbuhan rata-rata Jawa (7,88%) dan negara (7,07%).
- Sumber pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten dari sisi pengeluaran berasal dari konsumsi dalam negeri. Sebaliknya, sumber pertumbuhan ekonomi dalam kehidupan bisnis berasal dari sektor manufaktur.
- Sektor unggulan dan prioritas Provinsi Banten menurut Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Banten (RPJPD) Tahun 2005-2025 adalah produksi, perdagangan, konstruksi, perumahan, pengangkutan dan pergudangan, pertanian dan pertambangan.
- Ekspansi aktivitas perbankan melalui digitalisasi saat ini sangat potensial, hal ini terlihat misalnya pada pertumbuhan pembayaran tunai selama tahun 2020.
- Pengembangan financial technology yang memungkinkan perluasan cakupan layanan.
- Dapatkan pasar sendiri di pemerintahan daerah. Pasar lingkungan pengelolaan kawasan masih potensial, namun belum optimal dalam hal penetrasi.
- Pengembangan sumber dana pihak ketiga non-pemerintah dan non-perusahaan.
(4) Tantangan (threats) Operasional bank tidak terlepas dari tantangan dan hambatan eksternal. Hal-hal yang mungkin menjadi tantangan dan hambatan bagi bank dalam lima tahun ke depan adalah sebagai berikut:
- Perubahan teknologi informasi semakin cepat dan dinamis (terus menerus).
- Meningkatnya risiko IT (cyber security) akibat pesatnya perkembangan teknologi informasi.
- Potensi pesaing bank nasional dengan brand yang kuat di segmen tertentu.
- Fintech tergantikan oleh produk kredit yang memiliki ukuran dan pasar tertentu serta mudah tersedia untuk masyarakat.
- Peraturan perbankan yang dikeluarkan oleh otoritas terkait (Bank Indonesia, OJK, Kementerian Komunikasi dan Informatika) semakin kompleks.
Besarnya risiko likuiditas ini sangat ditentukan oleh faktor-faktor berikut:
- Perencanaan arus kas yang akurat didasarkan pada prakiraan keuangan dan prakiraan pertumbuhan keuangan, termasuk pemantauan tingkat variabilitas.
- Ketepatan dan pengaturan struktur dana, termasuk kecukupan dana untuk saham organisasi nirlaba, alamat email wajib untuk penulis surat (corresponding author).
- Ketersediaan aset yang siap dikonversi menjadi uang tunai.
- Kemampuan untuk mengakses pasar antar bank atau sumber pembiayaan lainnya, termasuk lender of last resort.
Reference:
Tasdik, C. T. (2022). Analisis SWOT Sebagai Strategi Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Business Innovation and Entrepreneurship Journal, 4(3), 189-199.
Sultoni, H., & Mardiana, K. (2021). Manajemen Likuiditas Pada Bank Syariah. EKSYAR: Jurnal Ekonomi Syari'ah & Bisnis Islam (e-Journal), 8(2), 169-188.
Agustina, I., & Murtani, A. (2023). Implementasi Prudential Banking Principle Pada PT. Bank Sumut Syariah Kcp Marelan Raya Dimasa Pendemi Covid-19. Transformasi: Journal of Economics and Business Management, 2(1), 152-167.
Ibnudin, I. (2016). Prinsip Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah. Risâlah, Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam, 3(1), 70-77.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H