Mohon tunggu...
chalim mega
chalim mega Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

hidup itu tidak ada yang abadi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tradisi yang Terlupakan

12 November 2024   08:13 Diperbarui: 12 November 2024   08:32 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dalam riuhnya modernitas, ada jejak-jejak nenek moyang yang kian samar. Mari kita hidupkan kembali warisan yang nyaris hilang. Tradisi adalah jembatan antara masa lalu dan masa kini. Bila kita lupa, maka putuslah ikatan yang membuat kita tetap memiliki akar.

Waktu di mana para tetua dan anak-anak muda bersatu, berbagi kisah dan nilai-nilai telah datang kembali. Setiap tahun warga setempat berkumpul untuk memperingati leluhur dan berkah panen. Rangkaian acara formal yang biasanya berhubungan dengan tradisi Upacara ini telah berlangsung selama berabad abad.

Fajar baru saja menyala, sinar matahari mulai menembus kabut tipis yang menyelimuti sekitar. Para petani sudah bersiap dengan cangkul di tangan. Pagi hari tidak dimulai dengan suara alarm, tetapi dengan suara ayam jantan yang lembut dan gemericik sungai di kejauhan. Lia, seorang gadis muda bangun bersama matahari, siap untuk menenun harinya ke dalam jalinan desa.

Saat dia berdiri didepan pintu,dan melihat alam yang masih berembun karena kabut pagi, bergema dengan suara desa yang khas. aroma tanah yang basah setelah hujan semalam tercium di udara. Ibu Sifah , si tukang nasi jagung, sudah berada di warungnya, aroma nasi jagung yang baru matang tercium di udara, mengundang penduduk desa untuk memulai hari mereka dengan sarapan nasi jagung. 

Denting botol jamu datang dari arah barat ibu kasanah seorang penjual jamu. Saat dia berkeliling, menyapa setiap rumah dengan ucapan "Selamat pagi!" yang ceria.

Pagi itu, Lia bangun lebih awal dari biasanya. Ia masuk kembali kedalam rumah lalu segera ia menyikat gigi, mencuci muka, dan mengenakan baju sederhana yang sudah disiapkan malam sebelumnya. Setelah itu, ia menuju dapur, di mana ibunya sudah menyiapkan sarapan. Aroma nasi hangat dan sambal terasi menyebar di udara, menggugah selera makan Lila.

"Selamat pagi, Bu!" sapa Lila sambil mencium pipi ibunya.

"Selamat pagi, sayang. Ayo, sarapan dulu sebelum pergi ke kebun," jawab ibunya dengan lembut.

Di desanya akan mengadakan acara tradisi upacara memperingati leluhur dan berkah panen. Namun Lia tidak tahu kalau akan diadakan upacara tradisi tersebut. Ibunya menyuruh lia untuk mengambil sayuran yang ada dikebun dekat rumahnya. Dengan senang hati lia menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. 

Setelah sarapan, Lila mengambil keranjang anyaman yang biasanya digunakan untuk memetik sayur. Ia beranjak menuju kebun, yang terletak tak jauh dari rumah mereka. Kebun itu dipenuhi berbagai sayuran, seperti bayam, kangkung dll.

Ia dengan telaten memetik sayuran sambil menyanyikan lagu-lagu ceria. Suara burung berkicau dan desiran angin menambah harmonisasi pagi itu. Setiap kali ia melihat hasil panen yang melimpah, hatinya dipenuhi rasa syukur. "Kebun ini adalah segalanya," pikirnya. "Semua ini berkat kerja keras dan cinta dari orang tua."

Selesai memetik sayuran ia kembali ke rumahnya. Setelah sampai rumah ia memberikan kepada ibunya. Ibunyapun mencuci sayuran tersebut dan ditemani oleh lia. Dengan senang hati lia juga membantu mencuci sayuran itu. Setelah mencuci lia bertanya pada ibu.

"untuk apa sayuran sebanyak ini bu?"tanya lia pada ibu

"lhoo Kamu lupa?, nanti kan ada upacara tradisi kan diadakan setiap tahunnya" jawab ibu.

" aishh masih ada lagi kah acara tradisi itu?" tanya lia sedikit kesal karena merasa desanya ketinggalan jaman

Lia yang baru tumbuh dewasa merasa bahwa tradisi tersebut hanya membuang buang waktu saja. Lia mengusulkan untuk menghapus upacara Adan dan menggantinya dengan acara yang lebih modern seperti festival musik atau pameran budaya kontemporer. Hal ini menimbulkan ketegangan dengan kakeknya, pak jaya, yang merupakan salah satu tokoh adat dan sangat menghormati tradisi leluhur. 

Pak jaya sangat kecewa dan terluka dengan sikap Lia. Ia merasa bahwa tradisi tersebut adalah warisan keluarga yang harus dijaga dan dilestarikan. Ia khawatir jika tradisi ini hilang, maka identitas dan kebersamaan warga juga akan ikut terkikis. Sementara itu Lia merasa bahwa desa itu harus maju dan tidak terus terusan terjebak didalam masa lalu

Konflik memuncak ketika desa harus memutuskan apakah upacara adat akan tetap diadakan atau tidak. Warga desa terpecah menjadi dua kubu: satu pihak mendukung Lia dengan pandangan modernnya, sementara pihak lain mendukung Pak Jaya dan pentingnya mempertahankan tradisi.

Setelah diskusi panjang dan berbagai argumen, LiA akhirnya memahami makna mendalam dari upacara adat tersebut dan pentingnya menjaga warisan budaya. Sebagai kompromi, Lia mengusulkan untuk menyisipkan elemen-elemen modern dalam upacara adat tanpa menghilangkan inti dari tradisi tersebut. Akhirnya, upacara adat tetap dilaksanakan dengan tambahan inovasi yang melibatkan generasi muda, menciptakan harmoni antara tradisi dan kemajuan.

Ibu yang mendengarkan perdebatan mereka yang cukup lama ikut lega karena lia akhirnya memahami makna dari upacara adat tersebut. Ibupun melanjutkan memasak karena upacara didesa dimulai saat jam 2 siang. Ibu memasak nasi, mie goreng telur balado dan sayur. 4 menu itu harus sudah siap siang itu juga. Ibu bergegas menanak nasi lalu memasak telur balado dan sayuran. 

Waktu terus bejalan, matahari semakin naik pertanda hari sudah siang menunjukkan pukul 1 siang. Ibu segara mematikan kompor karena telur balado dan sayur sudah matang. Tak lama kemudian nasipun juga ikut matang. Ibu tinggal memasak mie goreng saja. Mie goreng sangat cepat matang namun ibu belum menata masakan itu diwadah.

Ibupun menyuruh lia untuk membantunya. Lia dengan senang hati mengiyakan. Ia membantu menata masakan agar terlihat rapi.ia menata dengan sebaik mungkin dan akhinya selesai. Ibunya mengaja lia untuk ikut ke balai desa agar mengikuti hajatan juga. Ia membawa masakan yang telah dimasak ibu ke balai desa. Acara pun berjalan dengan lancar.  

Menjelang sore, dan ingin pulang kerumah lapangan desa dipenuhi tawa anak-anak saat mereka memainkan permainan yang telah diwariskan turun-temurun. Lia sering bergabung dengan mereka, kegembiraannya menular, semangatnya mengingatkan akan sifat abadi masa kanak-kanak. Para tetua desa, duduk di bangku-bangku yang dinaungi pohon ek tua, menyaksikan dengan senyum penuh arti, mata mereka mencerminkan kebijaksanaan selama bertahun-tahun.

Malam hari didesa merupakan perpaduan antara ketenangan dan kebersamaan. Saat matahari terbenam di bawah cakrawala, mewarnai langit dengan rona jingga dan merah muda, penduduk desa berkumpul di penginapan. Cerita dipertukarkan, lagu dinyanyikan, dan rasa kebersamaan terasa nyata. Tawa lia menggelegar, berpadu dengan melodi biola dan seruling, sebuah bukti akan semangat desa yang abadi.

Saat malam mulai tiba, lia kembali ke rumah, bintang-bintang di atas kanopi mimpi. Desa yang penuh dengan irama harian dan kegembiraan sederhana, bukan sekadar tempat; itu adalah cara hidup, pengingat bahwa keindahan sering kali terletak pada momen-momen biasa yang kita bagikan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun