Sejak diumumkannya program makan siang gratis oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto, banyak yang menyambutnya sebagai langkah maju dalam meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia. Program ini, yang diharapkan menjangkau 83 juta penerima dengan alokasi anggaran Rp71 triliun, tampaknya menunjukkan komitmen pemerintah dalam menanggulangi masalah kekurangan gizi yang dialami anak-anak di tanah air.Namun, jika kita analisis lebih mendalam, program ini justru berpotensi menjadi solusi instan yang tidak menyentuh akar permasalahan.
Fokus pada Solusi Jangka Pendek, Bukan Akar Masalah
Kekurangan gizi pada anak-anak di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh kurangnya akses pada makanan, tetapi juga oleh faktor-faktor lain seperti kemiskinan struktural, rendahnya pendidikan keluarga tentang gizi, serta masalah distribusi makanan di daerah terpencil. Program makan siang gratis, meskipun baik secara niat, tidak menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Solusi instan seperti memberikan makan gratis hanya bersifat sementara, tanpa menyentuh masalah jangka panjang yang lebih kompleks.
Apakah dengan hanya memberikan makan siang gratis, kesadaran masyarakat tentang pentingnya pola makan sehat dan bergizi juga akan meningkat? Tanpa program pendukung, kesadaran ini akan tetap rendah, dan masalah kekurangan gizi akan terus berulang.
Tantangan dalan Distribusi Keamanan Pangan
Seperti yang telah banyak dilaporkan, pelaksanaan program pemerintah sering kali terhambat oleh masalah distribusi yang tidak merata, terutama di daerah-daerah terpencil. Dalam konteks program makan siang gratis, ini menjadi tantangan besar. Anak-anak di daerah pedalaman sering kali tidak mendapat akses yang sama dengan anak-anak di kota, baik karena masalah infrastruktur maupun minimnya pengawasan.
Lebih lanjut, kualitas dan keamanan pangan juga menjadi kekhawatiran. Salah satu inovasi yang ditawarkan dalam program ini adalah penggunaan susu ikan sebagai alternatif sumber protein. Meskipun susu ikan menawarkan kandungan protein yang tinggi, kandungan nutrisi lainnya seperti kalsium masih kurang dibandingkan dengan susu sapi. Dalam Islam, mengutamakan keselamatan dan kesehatan adalah wajib. Apakah makanan yang diberikan melalui program ini sudah dijamin kualitasnya? Jika tidak, ini bisa berisiko pada kesehatan anak-anak.
Keberlanjutan Anggaran dan Efesiensi
Anggaran yang disediakan untuk program ini mencapai Rp71 triliun, jumlah yang sangat besar. Namun, apakah pengelolaan anggaran ini benar-benar efisien dan berkelanjutan? Dalam Islam, penggunaan sumber daya publik harus dilakukan secara amanah, dengan transparansi dan akuntabilitas yang ketat. Sayangnya, Indonesia sering kali menghadapi masalah dalam pengelolaan anggaran, di mana kebocoran anggaran dan korupsi menjadi tantangan serius. Tanpa pengawasan yang ketat, ada risiko besar bahwa dana sebesar ini akan tidak digunakan dengan efektif atau bahkan diselewengkan.
Selain itu, alokasi sekian rupiah per anak per hari mungkin terlihat cukup, tetapi ketika kita melihat harga bahan makanan yang terus naik akibat inflasi dan perbedaan biaya antar daerah, apakah jumlah ini akan cukup untuk menyediakan makanan yang benar-benar bergizi? Jika alokasi ini tidak mencukupi, maka tujuan utama program ini akan sulit tercapai.
Program makan siang gratis, meskipun tampak menjanjikan di permukaan, pada dasarnya adalah solusi instan yang tidak menyentuh akar masalah kekurangan gizi anak-anak di Indonesia. Dalam jangka panjang, program ini berisiko tidak efektif tanpa perbaikan mendasar pada masalah distribusi, keamanan pangan, edukasi gizi, dan pengelolaan anggaran. Islam mengajarkan kita untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan, dan program ini, dalam bentuknya saat ini, belum memenuhi standar tersebut.
Hanya Islam Sebagai Solusi
Dalam Islam, keadilan dalam distribusi adalah salah satu prinsip utama. Islam memastikan bahwa setiap anak, di mana pun mereka tinggal, benar-benar mendapatkan hak mereka.Â
Selain itu, Islam menekankan pentingnya tatanan sosial yang adil dan distribusi sumber daya yang merata, yang dalam hal ini harus mencakup penyediaan pendidikan yang memadai tentang pentingnya nutrisi yang seimbang.Â
Setiap warga negara berhak mendapatkan akses terhadap makanan bergizi, bukan hanya mereka yang miskin. Negara memiliki tanggung jawab penuh untuk memastikan kemudahan akses bagi seluruh rakyat terhadap pangan bergizi, termasuk dengan menjaga harga pangan yang terjangkau dan memastikan distribusi yang merata ke seluruh wilayah. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kelangkaan pangan di wilayah tertentu.
Kedua, negara harus mengalokasikan anggaran untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Di baitulmal, terdapat beberapa bagian sesuai jenis hartanya. Pertama, bagian fai dan kharaj, yang mencakup ganimah (harta rampasan), anfal, fai, khumus, kharaj, status tanah, jizyah, dan pajak (dlaribah).Â
Kedua, kepemilikan umum yang meliputi sumber daya alam seperti minyak, gas bumi, listrik, pertambangan, laut, sungai, mata air, hutan, serta aset-aset yang dilindungi negara untuk kepentingan publik, seperti rumah sakit, sekolah, dan jembatan. Ketiga, zakat yang terdiri dari zakat uang dan perdagangan, zakat hasil pertanian dan buah-buahan, serta zakat hewan ternak (seperti unta, sapi, dan kambing).
                                                      Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H