Mohon tunggu...
Chairunisa Rohadi
Chairunisa Rohadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar

Mahasiswa Universitas Padjadjaran yang gemar menjurnal, berkisah, dan berkelana.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemerataan Infrastruktur Pendidikan, Kapan Terwujud?

4 Desember 2023   13:00 Diperbarui: 4 Desember 2023   13:05 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi menegur Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atas ketimpangan infrastruktur pendidikan yang terjadi. Jokowi mengecek infrastruktur pendidikan di berbagai daerah saat kunjungan kerja. Ia membedakan adanya kesenjangan fasilitas antara kabupaten dengan kota.

Menurutnya, para pengajar kini menghadapi tantangan perkembangan teknologi yang kiat pesat. Namun, tidak semua guru di Indonesia dapat mengakses teknologi terkini akibat ketidakmerataan infrastruktur tersebut.

Seolah template, lagi-lagi pemerintah mengklaim terus berupaya memberikan dukungan terbaik untuk para guru, termasuk memperjuangkan kesejahteraan para tenaga pendidikan tersebut. Presiden kemudian cenderung menyalahkan Mendikbudristek atas tugasnya yang masih terlalaikan.

Entah sudah berapa kali Menteri Pendidikan berganti tiap masanya. Namun persoalan pendidikan sebagai salah satu kunci dari majunya sebuah peradaban bangsa tidak henti-hentinya terurai. Khususnya persoalan upah bagi tenaga pendidik serta ketimpangan infrastruktur penunjang.

Kurikulum yang terus 'dikembangkan' nyatanya juga belum tentu mewujudkan generasi muda yang gemilang. Buktinya, kabar mengenai pembangkangan terhadap guru hingga masuk ke dalam level penganiayaan. Ataupun dari sisi para pengajar yang tidak menunjukkan adab yang mulia sebagai pendidik insan kehidupan.

Permasalahan pendidikan di Indonesia terbukti tidak hanya pada persoalan materi semata. Namun wujud dari pendidikan tersebut yang belum menghasilkan manusia berakhlak mulia.

Bahkan jaminan dari segi pengaplikasian pengetahuan khususnya di ranah pendidikan tinggi kini kian merosot. Bagaimana alumni-alumni perguruan tinggi justru menjalankan aktivitasnya sebagai para pekerja di luar bidang keilmuannya. Menunjukkan pula bahwa perguruan tinggi hanyalah batu loncatan demi mendapat ijazah sarjana yang lagi-lagi standar pandangan masyarakat adalah limpahan materi.

Sebenarnya tak heran, biaya hidup yang tak murah dan bayaran sebagai bentuk penghargaan atas sebuah pekerjaan juga tidak sesuai. Masyarakat ditunjukkan fakta kehidupan mereka diserahkan pada mereka sendiri. Bukan pada negara sebagai pemilik kebijakan yang padahal nantinya dijalankan oleh masyarakat tersebut.

Sebuah persoalan ngejerimet dari hulu ke hilir yang begitu ruwet.

Padahal jika secara khusus membicarakan pendidikan saja, Islam menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok public menjadi tanggung jawab negara, termasuk pemenuhan sarana dan prasarana secara merata dan berkualitas serta gratis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun