Air merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang sudah sepatutnya terfasilitasi dengan baik dari pemerintah yang menjadi pengurus rakyat. Saat ini pada beberapa wilayah, contohnya Jakarta sebagai kota metropolitan yang kian padat dan semakin dipenuhi oleh bangunan serta menggusur lahan hijau membuat air bersih di Jakarta kian terancam.
Apalagi saat musim kemarau datang, kekhawatiran masyarakat tentu saja kian terasa. Namun tiba-tiba saja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menelurkan sebuah aturan terkait pengaturan pengelolan air bersih. Kementerian ESDM mewajibkan warga meminta izin khusus dari pemeirntah jika ingin menggunakan air tanah, padahal kekeringan banyak melanda sejumlah daerah di Indonesia.
Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah diteken pada 14 September lalu.
Plt Kepala Badan Geologi ESDM, Muhammad Wafid, menyatakan aturan ini bukan untuk membatasi masyarakat, melainkan demi menjaga keberlanjutan sumber daya air bawah tanah. Aturan ini berpengaruh pada pihak-pihak yang pemakaian airnya lebih dari 100 ribu liter perbulan.
Wafid menyebut pengaturan pemanfaatan air tanah diperlukan agar tidak terjadi penurunan kualitas air tanah. Menurutnya, pemompaan secara berlebihan akan memicu dampak negatif terhadap kondisi dan lingkungan air tanah.
Ia menganggap masyarakat harus memahami bahwa meskipun air tanah termasuk sumber daya alam yang terbarukan, pemulihannya memerlukan waktu lama serta membutuhkan konservasi jika terjadi gangguan.
"Degradasi kondisi dan lingkungan air tanah karena aktivitas manusia dapat dihentikan jika ada intervensi manusia yang bersifat positif, salah satunya melalui rekayasa teknis penanggulangan dampak pengambilan air tanah yang bertujuan untuk merestorasi kondisi dan lingkungan air tanah," kata Wafid.
Meskipun alasannya seolah benar, namun ada beberapa hal yang masih harus dikritisi. Masyarakat saat ini sudah terkendala mendapatkan air bersih, kalaupun ingin mudah masyarakat harus mengeluarkan uang lebih untuk kebutuhan primer yang satu ini. Pengelolaan air bersih secara umum diserahkan pada intitusi swasta padahal air merupakan salah satu hak masyarakat dan dapat dinikmati secara cuma-cuma.
Hal ini tak heran sebab pemerintah yang menerapkan system kapitalisme dalam mengurus negara. Sumber daya alam yang seharusnya dikelola negara untuk dikembalikan dengan mudah pada masyarakat malah diserahkan pada korporasi dalam mengelolanya. Korporasi yang merupakan institusi swasta tentu saja mengais keuntungan lebih disbanding apa yang dinikmati masyarakat umum.
Pasca amandemen UUD Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi "Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat" penguasaan negara yang ada dalam Pasal 33 ayat (3) tersebut mengatur pada bumi, air dan yang terkandung di dalamnya untuk kemakmuran rakyat. Apakah hal ini sudah benar terlaksana?
Negara yang menjadikan Islam sebagai landasan system tentu tidak akan membiarkan hal ini terjadi. Islam turun bukan sebagai agama ritual dan moral belaka. Islam memiliki aturan hidup melingkupi individu hingga aturan negara.
Menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelolan oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta, apalagi asing.
Di antara pedoman dalam kepemilikan umum merujuk pada sabda Rasulullah saw. "Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal : air, rumput, dan api." (HR. Ibnu Majah)
"Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli : air, rumput, dan api,"Â (HR. Ibnu Majah)
Pemerintah seharusnya fokus pada tugas bagaimana Kembali memaksimalkan persediaan air bersih, yang tidak bisa ditutupi telah banyak dikelola swasta bahkan asing. Wilayah seperti Jakarta yang terancam mengalami penurunan tanah seharusnya disadari juga akibat abainya negara memperhatikan kondisi lingkungan Jakarta dan terus mempersilahkan pembangunan mulai dari gedung-gedung hingga jalan layang tiada henti.
Jika ini terjadi akibat Jakarta dijadikan sandaran ekonomi, bukankah negara juga harus jujur belum melakukan pemerataan kesejahteraan di berbagai penjuru negeri ini?
Untuk mengakhiri kisruh masalah tiada akhir dan saling berkaitan, sudah sepatutnya aturan hidup dikembalikan pada Allah yang menciptakan seluruh kehidupan ini. Hanya dengan syariat Islam di bawah payung negara Islam yang memegang Al-Qur'an dan Sunnah sebagai sumber hukum dapat mengatur seluruh lapisan kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H