Apalagi sekarang maraknya berita hoax, apabila pemerintah tetap memaksa agar dilaksanakan kebijakan tesebut, maka oposisi bisa merubah interpretasi masyarakat mengenai kebijakan tersebut agar sesuai dengan kepentingannya dalam membangun rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Dari beberapa pertimbangan ini, saya rasa Indonesia dalam waktu dekat bisa dibilang masih belum siap untuk menjalankan kebijakan Redenominasi rupiah. Diharapkan untuk pemerintah agar dapat menimbang berbagai pertimbangan tersebut supaya kebijakan Redenominasi rupiah dapat berjalan secara efektif dan efisien. Namun, ada hal yang bisa dilakukan masyarakat ketika transisi kebijakan redenominasi terjadi.
Contohnya apabila kita melihat fenomena di masyarakat, Ketika kita berjalan-jalan ke café, restoran bahkan warung terdekat anda, terpampang harga dengan tambahan ”k” dibelakang digitnya. Semisal untuk harga nasi goreng seharga Rp. 10.000 per porsi namun pada papan hanya dicantumkan 10k saja. Di sini “k” memiliki arti umum kelipatan seribu.
Dari fenomena tersebut, tanpa disadari sebetulnya masyarakat secara tidak langsung sudah menerapkan redenominasi rupiah meski secara informal. Artinya selama ini, tidak ada ketentuan resmi dari otoritas moneter Bank Indonesia, namun masyarakat sudah mulai terbiasa melakukannya dalam transaksi rupiah sehari-hari. Dan tidak menutup kemungkinan akan dilakukannya kebijakan redenominasi di masa mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H