Mohon tunggu...
Jumiatul fitri
Jumiatul fitri Mohon Tunggu... Mahasiswi -

Fastabiqul Khairat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Where My Spine??

3 Mei 2017   19:35 Diperbarui: 5 Mei 2017   07:45 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehilangan Seorang Ayah

             Apa arti seorang ayah bagi anak ?

orang banyak bertanya mengapa ayah selalu di nomor 2 kan selain ibu,pastilah ibu yang selalu tempat anak mencurahkan isi hatinya, sebagian kecil anak yang terlihat akur dengan ayahnya.Para anak jarang yang terlihat akur dengan seorang ayah itu disebabkan karena waktu yang dihabiskan sang ayah lebih sedikit dibandingkan seorang ibu, dimana ayah sebagai kepala keluarga harus membangting tulang mencari nafkah demi meenuhi kebutuhan keluarganya, Ayah lebih menyimpan kasih sayang didalam hatinya sendiri, walaupun dari sisi luar sang ayah terlihat agak seram dimata anak-anaknya.

    Sebenarnya ayah bukan lah sosok yang patut untuk dijauhi oleh sang anak, karena dibalik sikap ayah dingin terhadap anaknya menyimpan ribuan kasih sayang yang tidak kalah besar dari si Ibu.Pengalaman saya sendiri yang baru menyadari betapa besarnya kasih sayang seorang ayah setelah beliau tiada.Benar kata pepatah “Penyesalan itu datangnya diakhir”, sewaktu ayah masih hidup saya hanya mengaggap bahwa ayah adalah sosok yang pemarah, tertutup, dan keras.Waktu yang saya habiskan bersama sang ayah memanglah cukup singkat, tepat 6 bulan sebelum ujian nasional SD saya harus kehilangan figur seorang ayah yang membuat kepribadian saya berubah sangat drastis.Kepergian belian menyisakan luka yang mendalam bagi kami keluarga yang ditinggalkan bahkan bagi lingkungan sekitar tempat kami tinggal.

     Ayah menderita penyakit Stroke selama +-2 tahun beliau terbaring ditempat tidur tanpa ada komunikasi dengan warga sekitar.Saya sebagai anak beliau merasa sangat bangga memiliki ayah yang cukup luar biasa dengan kehidupan yang sederhana tapi masih bisa membantu sesama, berbeda dengan kebanyakan orang diluar sana yang memiliki harta berlimpah tapi masih berat hati mengeluarkan sedikit uangnya untuk orang yang membutuhkan.Padahal sesungguhnya dibalik harta yang berlimpah itu ada tersimpan sebagian hak orang yang membutuhkan.Selama saya hidup bersama beliau belum pernah saya mendengar beliau mengeluh akan susahnya mencari nafkah buat keluarganya walau beliau sedang sakit, paling hanya ibu yang tau bahwa ayah sedang sakit karena ayah tidak ingin melihat anak-anaknya bersedih.

      Sampai saatnya tiba ayah dipanggil oleh yang Maha Kuasa untuk selama-lamanya.Disaat itu kami sebagai anak beliau yang masih kecil-kecil,yang masih memerlukan kasih sayang dan kehangatan seorang ayah hilang dan pupus semua itu.Terlebih lagi yang membuat kami anak-anak beliau merasa sangat terpukul saat beliau menghembuskan nafas terakhir, tidak seorang dari kami yang berada disamping beliau ketika itu.Dimana ketika itu  ibu sedang  sibuk membersikan rumah ketika itu tengah liburan semester ganjil, kami sekeluarga berniat untuk pulang kampung.Ibu yang menanyakan kepada ayah apakah ingin mandi dulu atau makan dahulu ?? Tetapi ayah tidak merespon apa yang ibu tanyakan…

Hal yang paling saya sesalkan didalam hidup sebagai anak beliau adalah sudahlah ketika beliua menghembuskan nafas terakhir, kami anak-anak beliau tidak berada disampingnya, dan ketika beliau dimakamkan kami tidak ikut serta dikarenakan ketika beliau dimakamkan bertepatan dengan hari jum’at dan orang yang akan memakamkan beliau hendak akan melakukan sholat jum’at sehingga proses pemakaman dipercepat dari jadwal yang telah ditentukan.Kami sebagai anak-anak beliau tidak diberi tau bahwa  lokasi beliau disholatkan dipindahkan, yang seharusnya disholatkan dimasjid yang jaraknya agak jauh dari rumah, jadi disolatkan dimusalla yang ada dekat rumah..

    Kami anak-anak beliau yang agak terlambat menyusul jenazah yang akan disholatkan tidak tau bahwa para tetua dikampung mengubah lokasi tempat ayah kami disholatkan dipindahkan begitu saja tanpa sepengetahuan pihak keluarga.Kami pihak keluarga ketika itu mengetahui bahwa jenazah akan disholatkan diMasjid yang jaraknya lumayan jauh dari rumah, sehingga ibu menyuruh kami anak-anak beliau untuk menyusul jika ingin ikut serta menyolatkan ayah untuk terakhir kalinya.Karena kami sudah terlambat sehingga kami yang masih anak-anak polos ketika itu menyusul jenazah ayah untuk disholatkan dengan berlari sambil menagis semoga kami tidak terlambat dan masih sempat memberikan ibadah terakhir untuk ayah.

Sesampainya dilokasi masjid tempat ayah hendak disholatkan ternyata yang kami dapati hanyalah ruangan masjid yang hampa tidak ada siapapun ketika itun diruangan, tanpa menghela nafas kami berlarian kembali manuju musalla yang berada dekat rumah manatau ayah kami disholatkan disana.Tetapi juga tidak ada juga kami jumpai jama’ah beserta jenazah ayah dimusalla tersebut, betapa sedihnya kami ketika itu tidak dapat melihat ayah untuk terkhir kalinya sebelum beliau dikembalikan ketempat asalnya.Ketika kami kembali kerumah menanyakan kepada keluarga besar yang saat itu masih ada dirumah, “Diamana ayah kami kok tidak ada disholatkan dimasjid??”, dengan nafas masih tersengal-sengal dan rasa penasaran kemana mereka membawa ayah kami?.

Ternyata ayah kami sudah dibawa kepamakaman untuk menghemat waktu kata para tetua kampong disana.Tanpa berpikir lagi kami sebagai anak-anak beliau yang merasa sangat kesal kenapa kami tida diberitau kalau lokasi penyolatan ayah kami dipindahkan begitu saja,kami dengan rasa kesal dan cemas rasanya tidak karuan ,bercampur rasa sedih dan rasa marah langsung berlari kembali menuju kelokasi pemakaman yang jaraknya agak jauh dari rumah.Betapa sedih dan kecewanya kami ketika itu kami dapati bahwa dilokasi pemakaman sudah sepi dan jenazah sudah dikebumikan.Sungguh saat itu kami tidak tau lagi harus berkata apa ??

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun