Mohon tunggu...
Chaerol Riezal
Chaerol Riezal Mohon Tunggu... Sejarawan - Chaerol Riezal

Lulusan Program Studi Pendidikan Sejarah (S1) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Program Studi Magister Pendidikan Sejarah (S2) Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan saat ini sedang menempuh Program Studi Doktor Pendidikan Sejarah (S3) Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang hobinya membaca, menulis, mempelajari berbagai sejarah, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan isu-isu terkini. Miliki blog pribadi; http://chaerolriezal.blogspot.co.id/. Bisa dihubungi lewat email: chaerolriezal@gmail.com atau sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aceh, Indonesia, dan Sejarah yang Tak Boleh Dilupakan

20 Maret 2019   17:37 Diperbarui: 4 Juli 2021   04:06 2173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi jika Anda memilih sisi Indonesia, maka Anda akan disuguhkan oleh pemandangan lain. Mulai dari sentimen negatif, terorisme, separtis, pemberontak, pembangkang, dan sebagainya.

Sebagai negara yang merdeka pada 17 Agustus 1945 dengan Jakarta sebagai ibukotanya, Indonesia banyak mendapat berkah dari kedua rezim tersebut. Kedua rezim itu banyak membantu Indonesia untuk menuai kesuksesan pada masanya, meskipun kedua tokoh tersebut menuai banyak kontroversi hingga saat ini.

Salah satu hasil dari kerja keras (tangan besi) Soekarno di Aceh adalah hadirnya sosok Tengku Muhammad Daud Beureueh. Sosok yang juga menjadi pemantik awal panasnya hubungan Aceh dan Indonesia pasca kemerdekaan atau yang lebih dikenal dengan peristiwa DI/TII Aceh (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia Aceh).

Diburunya Daud Beureueh oleh aparat militer Indonesia yang diinstruksikan oleh Soekarno, tetapi juga mendapat perlawanan keras dari pasukan DI/TII Aceh pada era 50/60-an tersebut, bisa dimenangkan oleh Indonesia dengan cara damai karena ada campur tangan Soekarno disana.

Walau saat itu perang terus berkecambuk, Soekarno diyakini sudah menawarkan jalan tengah (damai) dengan melakukan berbagai pendekatan kepada Daud Beureueh. Namun pimpinan DI/TII Aceh itu memilih untuk terus berperang dan bergerilya di hutan Aceh. Meski demikian, peristiwa DI/TII Aceh berakhir dengan adanya perjanjian Ikrar Lamteh, sehingga Aceh tetap berada dalam wilayah Indonesia.

Jadi, Soekarno dan Daud Beureueh ini pula, yang menjadi awal dari muncul hubungan panas antara Indonesia dengan Aceh. Padahal di awal kemerdekaan RI, kedua tokoh itu memiliki hubungan yang cukup dekat, terutama dalam masa kedatangan Belanda yang kedua kalinya.

Bagi Soekarno dan Soeharto, Aceh bukan hanya sekedar provinsi yang mendapat julukan Serambi Mekkahnya Indonesia, tetapi lebih dari itu. Anggapan yang mengatakan bahwa Aceh telah terbukti dapat membantu Indonesia di era pemerintahannya, dan dari sisi yang lain bisa juga dilihat sebagai aset bangsa yang sangat strategis dan sebagai upaya untuk mendompleng nama serta melanggengkan kekuasaannya sehingga keutuhan NKRI tetap terjaga.

Jadi, sebenarnya Aceh dan Indonesia adalah dua entitas yang saling melengkapi. Aceh mampu mendapat perlakuan khusus meski lewat perlawanan, dan Indonesia sukses mempertahankan kemerdekaannya karena adanya bantuan Aceh sebagai Daerah Modal serta presidennya dapat melanggengkan kekuasaannya dalam waktu yang lama karena ia mendompleng nama Aceh, dengan dalih demi keutuhan NKRI.

Aceh dan Indonesia Seharusnya Berujung Ucapan Terimakasih

Selain sejarah kelam yang berkaitan dengan Jenderal Soekarno dan Soeharto beserta kroninya, sebetulnya ada sejarah lain yang juga tidak boleh dilupakan oleh Aceh dan Indonesia. Jakarta yang saat ini berkedudukan sebagai ibukota negara Indonesia dan sebelumnya disebut Sunda Kelapa, ternyata didirikan oleh ulama sekaligus panglima perang Kerajaan Islam Demak yang berasal dari Aceh yaitu Fatahillah.

Sebagaimana yang diketahui oleh khalayak ramai, Portugis memulai misi imperialismenya pada tahun 1511-1512 dengan menguasai Selat Malaka (kini disebut Malaysia), Samudra Pasai di Aceh, Sunda Kelapa di Jawa. Akan tetapi, ketiga daerah itu berhasil melepaskan dirinya dari pengaruh Portugis, dan bahkan berhasil memukul mundur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun