Hermanu Joebagio dikenal sebagai seorang yang bertangan dingin dan tentu saja memiliki segudang ilmu (berwawasan yang luas). Tetapi di sisi lain, – ia yang sudah beberapa kali (tak terhitung oleh saya berapa banyaknya) aktif terlibat langsung dalam pertemuan ilmiah atau forum diskusi dan seminar nasional (Hermanu menyebutnya sebagai mengamen) dibeberapa universitas ternama seperti di Solo, Yogyakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, Madiun, dan sebagainya, – adalah orang yang begitu berenergi dan sangat pedas dalam hal mengkritik apapun ketika Anda bertemu langsung atau sambil berdiskusi dengan Hermanu. Terkadang, pembicaraannya sering mengundang gelak tawa atau sering juga ia membuat lelucon tetapi lelucon bertipe tidak lebay. Itulah Hermanu.
Pria yang kini tinggal di Solo dan telah lama menjadi dosen tetap sekaligus guru besar dan Ketua Senat FKIP di Universitas Sebelas Maret ini, juga terkenal dan piawai dalam hal berolah kata. Permainan kata-katanya, entah itu dalam bentuk psw warkepada kubu yang berseberangan dengannya, atau pernyataan lain yang sangat menggelitik untuk di dengar mengenai beberapa hal, bahkan tak jarang ia sering memainkan kata-kata lewat sosial media (akun facebook) miliknya. Ia juga piawai dalam memainkan psikologi mahasiswanya.
Menggambarkan Hermanu dalam tiga kata. Itulah pertanyaan yang coba saya ajukan kepada teman-teman seangkatan (anak didik Hermanu) untuk menggambarkan Hermanu. Siapa saja mereka? Adalah Antar Budiarto, Widia Munira, Dewicca Fatma Nadila, Fida Indra Fauziyyah, Winahyu Adha Yuniyati, Sukardin, Hanida Eris Griyanti, Eko Gatut Febrianto, Abdul Azis, I Putu Adi Saputra, Septian Dwi Yoga, Jona Erwenta, Nurgaha, dan Yunitasari Rusvitaningrum, orang-orang yang saya ajukan pertanyaan itu. Lalu, apa kata mereka?
Nama-nama anak didik Hermanu diatas tadi, memiliki macam-macam panilaian (pandangan) untuk mendeskripsikan Hermanu dalam tiga kata saja. Tetapi dari tiga kata tersebut, saya juga berupaya untuk meminta kepada mereka agar menjelaskan lebih rinci maksud dan arti dari tiga katavtersebut. Dari sekian banyaknya persepsi mereka, ada satu kesamaan: Hermanu Cerdas. Berikut penilaian mereka tentang Hermanu dalam tiga kata.
Antar Budiarto: Simple, Kritis, Pencerahan
Hermanu orangnya simple. Pembawaannya pun sederhana. Simple itu juga dibawakan oleh Hermanu dalam posisi mengajar. Hal itu pun terlihat dari penyampaian materi yang diberikan olehnya. Hermanu jelas orangnya sangat kritis. Ia tak segan-segan untuk mengkritisi apa yang ia anggap salah, entah itu tentang sejarah, pemerintahan, pendidikan, isu-isu terkini, dan lain sebagainya. Ketika ia memberikan pencerahan kepada mahasiswanya, Hermau memulai dari pengalaman yang ia punya. Hermanu mendorong mahasiswa untuk berbuat di bidang sejarah, entah itu berbuat melalui menulis atau memperbanyak bacaan buku.
Widia Munira: Elegan, Buku, Cerdas
Hermanu pantas menyombongkan diri (bukan dalam artian negatif) terhadap apa yang telah ia punya. Maksudnya, kemampuan-kemampuan yang ia punya saat ini diraih ketika masih di bangku perkuliahan sampai sekarang kita kenal Prof Hemanu. Lalu, ketika Anda (penulis) melontarkan pertanyaan gambarkan Hermanu dalam tiga kata, yang terlintas dalam pikiran saya adalah Hermanu itu selalu mengatakan bahwa ia selalu menggilai buku, sampai-sampai isitrinya dirumah marah akibat buku-bukunya tidak disusun rapi. Buku itu seperti istri kedua baginya. Terkahir adalah cerdas. Tak bisa dibantah lagi bahwa Hermanu orangnya cerdas dan itu bisa dilihat lewat pendidikan yang ia peroleh. Gelar Profesornya menunjukkan tingkat kecrdasan Hermanu. Hermanu pintar dan cerdas memiliki brand mars dalam ilmu sejarah.
Hermanu, buat saya adalah seorang dosen yang pintar dalam bidang garapan ilmunya. Dia genius. Hal itu mengalir dalam darahnya dan juga lewat koleksi buku-buku bacaannya. Ia tak terlalu peduli tentang penilaian orang diluar sana. Baginya, meladeni kritikan yang tidak bermanfaat itu sama saja membuang waktu. Ia bukanlah sosok yang disukai banyak orang, tapi Anda tidak bisa membantah rekornya di akademik yang luar biasa. Ia adalah salah satu figur yang dapat dicontohi. Ia juga adalah sosok yang dapat dijadikan penuntun bagi anak-anak didiknya di kampus. Ia bukanlah dosen yang kaku dan anti terhadap kritikan saat proses pembelajaran sedang berlangsung diruang kelas. Tapi saya penasaran kenapa Hermanu selalu menyebut nama Aceh. Sepertinya Hermanu jatuh cinta dengan Aceh, atau jangan-jangan ...(?)
Dewicca Fatma Nadila: Intelek, Tegas, Cerdas
Menurut Wica orang yang cerdas dan intelek itu berbeda ya. Banyak ahli yang telah mencoba untuk mendefinisikan tentang hal tersebut. Hermanu adalah orang yang termasuk dalam dua kategori itu. Tingkat intelektual, akademik dan kecerdasaan dalam penyampaian materi, itu ada dalam diri Hermanu. Ketika beliau menyampaikan materi di dalam ruangan kelas, itu seimbang dengan apa yang beliau emban. Kemudian Hermanu tegas dalam pembawaannya. Beliau membimbing mahasiswanya ke arah yang benar-benar menjadi lebih baik. Kecerdasan Prof. Hermanu memang tidak dapat dibantah lagi. Tak perlu teori untuk membuktikannya. Dalam menyampaikan materi, ia selalu membawa atau dikaitkan dengan isu-isu yang terkini. Tapi diluar kampus, Hermanu seperti memiliki dua sisi yang berbeda. Saya menemukan itu ketika menghadiri acara penulisan buku Dr. Oen dimana Hermanu menjadi pembicara. Diluar sana, Hermanu tampak berbeda sekali. Sungguh berbeda sekali.