27 Mei 2006 waktu menunjukkan pukul 06.00 WIB. Pagi itu, saat sebagian masyarakat masih bersiap untuk beraktivitas sehari-hari, tanah di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya tiba-tiba bergetar karena terjadi gempa 5,9 Skala Richter yang berpusat di Bantul. Getaran gempa yang terjadi selama kurang lebih satu menit tersebut, telah membuat luluh lantak di beberapa wilayah Yogjakarta.
Kabupaten Bantul menjadi daerah yang terkena dampak paling parah. Banyaknya bangunan yang berdiri saat itu, telah rata dengan tanah akibat digoncang gempa teknonik tersebt. Ribuan korban meninggal dunia. Di perkirakan korban jiwa saat itu lebih dari 6.000 orang.
Dahsyatnya gempa sebelas tahun silam itu sempat diabadikan dalam beberapa foto oleh pengguna Facebook bernama Anton Asmonodento. Karenanya, lewat foto unggah tersebut saya mencoba mengisahkan ulang peristiwa gempa itu melalui tulisan singkat ini. Untuk lebih jelasnya, ada baiknya juga Anda melihat langusng foto yang diunggah tersebut atau dari sumber lainnya untuk menceritakan ulang peristiwa gempa Yogyakarta 27 Mei 2006.
Desa Mandor di Kalimantan Barat (Makam Juang Mandor, Pontianak)
Pada masa penjajahan Jepang dari tahun 1942-1945, salah satu daerah yang paling ditakuti adalah Kalimantan Barat. Penduduk disana tidak mau menerima kedatangan Jepang begitu saja setelah Belanda mundur dari Indonesia. Jepang mengambil paksa harta benda dan memperkosa anak gadis disana. Sultan dan para cendikiawan di Kalimantan Barat berkumpul pun dan membuat strategi untuk mengusir Jepang dari tanah mereka.
Namun rencana ini dibocorkan oleh kelurga yang berkhianat. Jepang mengetahui rencana tersebut dan menangkap semua cendikiawan yang berkumpul, termasuk Sultan Pontianak. Mereka dibawa oleh Jepang ke Desa Mandor Kabupaten Landak Kalimantan Barat untuk dibantai.
Desa Mandor dipilih, karena waktu itu belum banyak penduduk yang tinggal disana dan area hutan juga masih luas. Diperkirakan para bangsawan dan cendikiawan ini dibunuh dengan pedang samuarai, namun ada juga yang mengatakan bahwa mulut mereka dimasukkan selang dan diisi air hingga meninggal.
Setelah membantai orang-orang tertinggi ini, kebiadaban Jepang tidak berhenti sampai disini. Jepang mencari keluarga dari korban dan membunuhnya di lokasi yang sama pula. Diperkirakan ada 21.000 orang yang tewas dalam pembantaian ini. Peristiwa genosida ini telah membuat Kalimantan Barat kehilangan kaum intelektualnya selama 3 dekade lebih.
Ketika Jepang menyerah dan meninggalkan Indonesia, Sultan Hamid II yang selamat dari pembantaian ini menemukan tulang belulang korban pembantaian. Sultan ini selamat karena ketika Jepang menduduki Indonesia, ia hijrah ke Belanda bersama istrinya yang juga berkebangsaan Belanda. Ia pun mengumpulkan tulang belulang ini yang dibantu oleh tim ahli dari Australia dan penduduk setempat. Selama 3 bulan lebih, tulang belulang yang berserakan tersebut akhirnya dimakamkan di sepuluh makam masal yang sengaja dibangun oleh Sultan.
Namun, setelah itu makam ini kemudian sedikit terabaikan. Setelah puluhan tahun, akhirnya Pemerintah Daerah melakukan perbaikan terhadap makam ini. Tepat pada tanggal 22 Juni 1977, Gubernur Kalimantan Barat meresmikan tempat ini sebagai Makam Juang Mandor. Tanggal 22 Juni merupakan tanggal dimana peristiwa berdarah itu terjadi dan hingga sekarang ditetapkan sebagai hari berkabung di Kalimantan Barat.
Gerbong Maut di Madiun