Mohon tunggu...
Chaerol Riezal
Chaerol Riezal Mohon Tunggu... Sejarawan - Chaerol Riezal

Lulusan Program Studi Pendidikan Sejarah (S1) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Program Studi Magister Pendidikan Sejarah (S2) Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan saat ini sedang menempuh Program Studi Doktor Pendidikan Sejarah (S3) Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang hobinya membaca, menulis, mempelajari berbagai sejarah, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan isu-isu terkini. Miliki blog pribadi; http://chaerolriezal.blogspot.co.id/. Bisa dihubungi lewat email: chaerolriezal@gmail.com atau sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Taktik Manipulasi dan Dua Rupa Wajah Umar

11 Februari 2017   09:57 Diperbarui: 11 Februari 2017   10:13 1392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi inilah kisah Umar yang berakhir pada 11 Februari 1899 atau 118 tahun yang lalu. Namun perjuangan Umar untuk mengusir Belanda dari Aceh tidak berakhir sampai di situ. Istrinya bernama Cut Nyak Dhien, meneruskan perjuangan sang suami: Teuku Umar. Dhien yang disokong oleh pejuang Aceh yang sangat tangguh, kembali memberikan perlawanan sengit dan kejutan besar bagi pihak kolonial Belanda, seperti halnya yang dilakukan oleh suaminya ketika membuat gempar para serdadu Belanda. Tapi, kali ini Belanda dikejutkan oleh seorang perempuan Aceh yang sangat tangguh.

Mengutip salah satu ucapan Teuku Umar: Beungoh singoh geutanyo jep kupi di keude Meulaboh atawa ulon akan syahid(besok pagi kita akan minum kopi di kota Meulaboh atau aku akan syahid), begitulah sepengkal kata-kata mutiara yang diucapkan oleh Teuku Umar yang di abadikan dalam prasasti di Desa Meugo, Meulaboh, pada akhir masa perjuangannya. Ucapan yang dilontarkan oleh Teuku Umar itu, menunjukkan bahwa tekadnya untuk berjuang membebaskan kota Meulaboh atas kehadiran Belanda, meskipun nyawa menjadi taruhannya.

Selamat jalan pahlawanku, Teuku Umar Johan Pahlawan (11 Februari 1899 – 11 Februari 2017). Perjuangan mu, akan tetap kami kenang untuk selama-lamanya.

Sabtu, 11 Februari 2017.

= = = = = = =

** Chaerol Riezal adalah Mahasiswa Pendidikan Sejarah. Email: chaerolriezal@gmail.com

NB: Tulisan ini, sebenarnya hasil revisi dari dua tulisan tentang, Namaku Teuku Umar (2015) dan Sepotong Ingatan Tentang Teuku Umar (2016). Kedua tulisan tersebut, dipublis oleh penulis melalui media tepat pada tanggal 11 Februari dimana Teuku Umar meninggal dunia pada hari itu. Sehingga selama tiga tahun beruntun, penulis selalu menurunkan tulisan tentang syahidnya Umar di medan pertempuran. Tulisan tentang Teuku Umar ini dapat dijadikan sebagai pengingat agar tidak melupakan sejarah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun