Mohon tunggu...
Chaerol Riezal
Chaerol Riezal Mohon Tunggu... Sejarawan - Chaerol Riezal

Lulusan Program Studi Pendidikan Sejarah (S1) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Program Studi Magister Pendidikan Sejarah (S2) Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan saat ini sedang menempuh Program Studi Doktor Pendidikan Sejarah (S3) Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang hobinya membaca, menulis, mempelajari berbagai sejarah, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan isu-isu terkini. Miliki blog pribadi; http://chaerolriezal.blogspot.co.id/. Bisa dihubungi lewat email: chaerolriezal@gmail.com atau sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Taktik Manipulasi dan Dua Rupa Wajah Umar

11 Februari 2017   09:57 Diperbarui: 11 Februari 2017   10:13 1392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak hanya kepada Cut Nyak Dhien, Belanda juga menjadi korban manipulasi Umar. Memang benar pada masa itu, tanpa di duga-duga Umar berpihak kepada Belanda setelah sekian lama berjuang bersama-sama dengan pasukan Aceh. Diakui oleh Umar, bahwa pasukan Aceh dibawah pimpinannya memang kalah logistik perang dibandingkan dengan persenjataan dan logistik perang yang dimiliki Belanda, sebab Umar telah membandingkan persenjataan Aceh dengan Belanda. Itulah yang menjadi titik fokus Umar dan harus berseberang ke pihak lawan yang ketika itu menjadi kawan. Hal ini jelas menimbulkan pro dan kontra dikalangan rakyat Aceh sejak tempo dulu sampai dengan sekarang, dan selalu menjadi topik sejarah yang menarik untuk dibicarakan. Sekali lagi, Umar membuat pertanyaan dan memaksa kepada kita untuk bertanya, why?

Dengan kata lain, Umar ingin menunjukkan bahwa sebenarnya secara kualitas pasukan Aceh diwilayah Meulaboh tidak kalah hebatnya dengan pasukan Belanda. Bilapun ada makna lain, (mungkin) bisa jadi Umar ingin mengatakan bahwa pasukan Belanda tidak akan mampu berperang dengan Aceh apabila alat persenjataan dan logistik perangnya sama persis dengan logistik perang yang dimiliki oleh pasukan Aceh pada saat itu. Terbukti, dalam suatu pertempuran di Meulaboh yang lagi memanas, Belanda dibuat kewalahan oleh pasukan Aceh atas sengitnya perlawanan yang diberikan. Akibatnya, Belanda kerap menggantikan pimpinan perang. Itulah Umar, pandai membaca situasi dan kondisi lawan.

Umar memang seperti itu. Dia punya pola pemikiran yang agak liat dan biasanya berbeda dengan persepsi orang kebanyakan. Yang diucapkannya memang tidak salah, dia hanya sedikit menggeser sudut pandangannya saja. Inilah yang kemudian membuat Umar memecah opini banyak orang. Teuku Umar yang sejak semula sangat menentang kehadiran Belanda di Meulaboh, kemudian malah berpihak kepadanya, dan pada akhirnya kembali kepangkuan Aceh. Bahkan sampai sekarang pun Umar masih sukses memanipulasi kebanyakan orang, tak terkecuali bagi kita yang selalu memunculkan pertanyaan konyol seperti: “Apakah bagi Belanda dan Indonesia (Aceh khususnya), Teuku Umar itu pahlawan atau pemberontak?”

Tentang Teuku Umar, tidak sedikit yang mengagung-agungkannya karena kejeniusannya berolah kata, meracik taktik perang dan sebagai simbol pemimpin rakyat Aceh diwilayah Meulaboh adalah tidak dapat diragukan lagi. Namun, tidak sedikit pula yang menyebutnya sebagai pengkhianat, penjahat, picik, dan sebagainya. Bahkan Belanda sendiripun memecat Teuku Umar yang saat itu menjadi orang Eropa, lalu mencabut gelar Johan Pahlawan yang disandangkannya kepada Umar. Dengan memecah opini terhadap dirinya, Umar telah sukses memanipulasi banyak orang. Ini membuat gerak-gerik Umar dan taktik perang yang akan dia terapkan di medan area terkadang sulit untuk dibaca.

Salah satu yang menarik dari taktik perangnya adalah Umar tidak hanya mempersiapkan pasukannya dengan taktik defensif dan ofensif, tetapi juga membakar semangat dan mental para pejuang Aceh dengan ucapan yang menggairahkan. Umar menggambarkan Belanda sebagai kaphe (kafir), lalu Umar melanjutkan dengan ucapan: “Udep Share Matee Syahid.” Dengan jenial, Umar menggunakan kondisi itu untuk membakar semangat pasukannya agar berperang mati-matian dengan pasukan Belanda yang dilengkapi oleh senjata modern, karena bagi pasukan Aceh yang berjuang di jalan Allah dan syahid di medan pertempuran melawan kafir yang telah menganggu agama Islam di Aceh, maka surga pun akan menanti kehadiran mereka.

Di medan perang, taktik Umar pun terkadang bisa sama sulitnya untuk ditebak oleh Belanda. Memang, taktik milik Umar tidak hanya berpatok terhadap penyerangan pos militer dan pasukan Belanda saja. Tetapi juga menargetkan pimpinan perang Belanda harus terbunuh. Sebagai seorang yang piawai dalam mikro-taktik perang, setidaknya Umar telah membagi dua pasukan Aceh. Salah satu pasukan Aceh ditempatkan dihutan untuk terus bergerilya, dan satu pasukan lainnya tetap berada diperkampungan (desa) agar terus memberikan perlawanan terhadap Belanda. Setiap pasukan Aceh dibawah pimpinannya yang berada di medan area, biasanya sudah mempunyairoel(tugas dan peran) masing-masing. Dan biasanya role tersebut diberikan dengan amat detil. Bukankah Umar tidak mengandung filosofi ajeg bagaimana sebuah pasukan Aceh harus bertahan.

Teuku Umar sudah mengetahui bahwa pasukan Belanda akan melakukan taktik membumi hanguskan, man-markingterhadap pasukan Aceh secara habis-habisan. Perkampungan (desa) akan di bakar, masyarakat akan ditawan, dan orang-orang Aceh yang ditawan akan dipaksa oleh Belanda untuk memberikan informasi yang penting tentang keberadaan pemimpin perang pasukan Aceh, camp persembunyian dan tempat strategis lainnya yang dikuasai oleh pasukan Aceh.

Teuku Umar pun tidak salah, bahwa pasukan Belanda telah di intruksikan untuk membuat penjagaan ketat, mendirikan pos-pos militer diberbagai daerah yang diduduki Belanda, dan melancarkan serangan yang membabi buta kepada pasukan Aceh. Umar pun benar. Namun, bukannya pasukan Aceh yang terpedaya, malah pasukan Belanda mengalami frustasi atas sengitnya perlawanan yang diberikan oleh pasukan Aceh.

***

Taktik berpindahnya Teuku Umar ke pihak Belanda masih menjadi misteri mengapa Umar melakukan hal tersebut. Salah satu argumen yang populer menyebutkan bahwa, Teuku Umar tidak puas dengan persenjataan yang dimiliki pasukan Aceh. Mengingat ketika itu alat perang pasukan Belanda jauh lebih canggih ketimbang pasukan Aceh. Sementara persenjataan yang dimiliki pasukan Aceh masih terbatas dan di dominasi oleh senjata tradisional seperti tombak, pedang, rencong, dan senjata rampasan perang milik Belanda. Inilah alasannya mengapa Teuku Umar berpindah kepada pasukan Belanda. Teuku Umar seolah-olah ingin mengatakan kepada pasukannya bahwa ia tidak punya pilihan lain, kecuali menjadi orang Eropa. Untuk pasukan Aceh, Umar seolah-olah mengatakan: “kalau saya bergabung, sudah pasti saya akan merebut senjata Belanda dan kita akan kembali berperang bersama melawan kaphe-kaphe Belanda itu. Percayalah, kita akan kembali berjuang bersama-sama lagi, meskipun keputusan ini terlihat konyol. Tanpa keputusan ini, sulit bagi kita untuk membendung serangan Belanda yang dilengkapi oleh senjata modern.”

Di satu sisi, pembelokkan yang dilakukan oleh Umar seperti sebuah keuntungan besar bagi Belanda untuk memudahkan misi-misi mereka di Aceh. Namun, jangan lupa, Belanda akan akan kembali menghadapi Umar dengan pasukan Aceh-nya dikemudian hari. Jika saja, suatu hari itu 11 Februari 1899 tidak terjadi apa-apa dengan Umar, siapa tahu, Umar yang memiliki segundang misteri itu, punya rencana dan manipulasi-manipulasi berikutnya yang akan diperlihatkan oleh Umar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun