Awal abad ke-20 dalam sejarah Indonesia dikenal sebagai periode kebangkitan nasional. Pertumbuhan kesadaran yang menjiwai proses itu menurut bentuk manifestasinya telah melalui langkah-langkah yang wajar, yaitu mulai dari lahirnya ide emansipasi dan liberal dari status serba terbelakang, baik yang berakar pada tradisi maupun yang tercipta oleh situasi kolonial. Kemudian segera menyusul ide kemajuan beserta cita-cita untuk meningkatkan taraf kehidupan bangsa Indonesia. Ide-ide yang muncul tersebut akan melandasi pergerakan oragnisasi-organisasi yang tumbuh dan berkembang pada masa itu. Bahkan masing-masing organisasi memiliki dasar dan ideologi yang dapat memperkuat kedudukan maupun perjuangannya. Ideologi-ideologi yang muncul dan berkembang pada masa pergerakan nasional Indonesia antara lain, ideologi liberalisme, nasionalisme, komunisme, demokrasi, pan-islamisme, dan sebagainya.
Pada awal ke-20, pemimpin-pemimpin Indonesia sadar bahwa perlawanan bersenjata tidak akan berhasil. Apalagi jika perlawanan itu bersifat kedaerahan (bukan berarti hal ini menyampingkan peran daerah-daerah). Rasa persatuan dan kebangsaan mulai berkembang. Suku-suku bangsa Indonesia sama-sama menderita di bawah penjajahan. Penderitaan yang sama itu menimbulkan rasa persatuan. Merekapun sadar bahwa mereka adalah satu bangsa dan mempunyai satu tanah air. Penjajahan Belanda tidak lagi dilawan dengan kekuatan senjata, tetapi dengan kekuatan politik. Disamping itu, dilakukan juga usaha memajukan pendidikan, meningkatkan ekonomi rakyat, dan mempertahankan kebudayaan. Seluruh rakyat diikutkan dalam perjuangan. Mereka berhimpun dalam berbagai organisasi.
Pergerakan nasional lahir dari penderitaan rakyat. Bangsa Indonesia terbelakang disemua bidang. Mereka miskin, ekonominya dikuasai bangsa asing. Orang Indonesia pun hidup dengan biaya 2.5 sen setiap hari. Di bidang pendidikan pun Indonesia tertinggal. Sebagian rakyat masih buta huruf. Jumlah sekolah lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk. Lagi pula tidak semua orang bebas memasuki sekolah. Rakyat biasa hanya bisa memasuki memasuki sekolah rendah pribumi. Murid-murid diajar hanya sekedar membaca, menulis dan berhitung, setelah tamat mereka diangkat sebagai pegawai rendah dengan gaji yang kecil. Pendidikan yang memakai sistem barat hanya boleh diikuti oleh anak pegawai yang bergaji besar, anak bangsawan atau anak orang kaya. Rakyat tidak mempunyai tempat untuk mengadukan nasib. Penguasa-penguasa pribumi tidak berkuasa lagi. Raja-raja dan para bupati hanya memerintah sesuai dengan kehendak Belanda. Bahkan,banyak diantaranya dijadikan alat untuk menindas rakyat.
Dalam keadaan seperti itu, golongan pelajar tampil kemuka. Mereka adalah orang-orang Indonesia yang mendapat pendidikan Barat. Mereka mempelopori dan memimpin pergerakan nasional. Mereka berjuang di berbagai bidang. Ada yang berjuang di bidang politik, ekonomi, maupun di bidang pendidikan. Tujuan perjuangan itu satu, yakni mencapai kemerdekaan bangsa dan tanah air.
Peristiwa-peristiwa di dalam negeri berpengaruh pula terhadap Pergerakan Nasional. Peristiwa itu antara lain kemenangan Jepang dalam perang melawan Rusia pada tahun 1905, Jepang bangsa Asia sedangkan Rusia bangsa Eropa (Barat). Kemenangan Jepang itu membuktikan bahwa bangsa Asia bisa mengalahkan bangsa Eropa. Revolusi China dan gerakan nsional India dan Filipina, juga ikut mempengaruhi pergerakan nasional Indonesia. Revolsi China meletus pada tahun 1911. Golongan nasionalis China berhasil mengalahkan Dinasti Manchu yang sudah lama menguasai negeri China. Dinasti Manchu bukan orang China asli. Di India terjadi gerakan nasional menentang penjajahan Inggris. Pemimipin terkemuka India adalah Mahatma Gandhi sebagai pelopornya. Semantara di Filipina terjadi pula gerakan nasional yang menentang penjajahan Spanyol.
Dengan berkembangannya pergerakan nasional diberbagai daerah di Asia maupun di Afrika, tentu sangat berpengaruh sangat besar terhadap perjuangan rakyat Indonesia di dalam menentang kekuasaan kolonial Belanda. Gerakan-gerakan ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi modern yang didirikan oleh kalangan terpelajar. Tujuan akhir dari setiap organisasi pergerakan rakyat Indonesia adalah terlepas dari kekuasaan penjajahan koonial Belanda atau memerdekakan bangsa Indonesia. munculnya pergerakan rakyat Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) yang mulai khawatir terhadap keberadaan pedagang asal China di Indonesia yang semakin marak. Kemudian organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) ini berubah menjadi organisasi Sarekat Islam (SI). Lalu berdiri Boedi Oetomo tanggal 20 Mei 1908, dan kemudian diikuti oleh berdirinya oragnisasi-organisasi pergerakan nasional yang terus bermunculan, termasuk berdirinya organisasi pergerakan atau sayap organisasi yang diperuntukkan khusus bagi perempuan. Berdirinya organisasi-organisasi tersebut, bak jamur yang tumbuh dimusim hujan, adalah suatu hal yang benar-benar baru yang terjadi di Indonesia diawal abad ke-20.
Maka dari itu, dalam tulisan ini, ketika membicarakan masalah sejarah pergerakan nasional Indonesia, penulis tidak akan membahas soal pro dan kontra terkait masalah Hari Kebangkitan Nasional yang diambil dari tanggal lahirnya organisasi pergerakan nasional Boedi Oetomo; 20 Mei 1908. Kita tentu bisa membicarakannya di lain waktu, atau saling mengirimkan sebuah tulisan baik melalui email maupun terbitan media massa lainnya.
***
Masa pergerakan merupakan sebuah fase yang lebih mementingkan strategi pemikiran dalam mencapai tujuan Indonesia merdeka. Masa pergerakan bisa dikatakan sebagai awal tumbuhnya kesadaran nasionalis yang ada dalam setiap jiwa masyarakat Indonesia, bahwa mereka (tokoh-tokoh daerah) tidak sendiri dalam menghadapi cengkraman kolonial Belanda. Pergerakan nasional merupakan titik puncak masyarakat Indonesia yang sudah cerdas dan tercerahkan serta telah mencapai kesempurnaan dalam pola pikir dimana mereka sadar bahwa untuk mencapai Indonesia merdeka tidak hanya dengan cara otot, tetapi juga dengan jalan organisasi masa.
Pergerakan nasional terdiri dari beberapa fase: yang pertama fase masa perkembangan. Fase ini merupakan awal terbentuknya organisasi-organisasi yang menjadi pelopor masuknya perjuangan bangsa Indonesia pada masa pergerakan. Meskipun secara umum tujuan organisasi pada masa ini masih tertuju pada kebudayaan dan pendidikan. Fase kedua adalah masa radikal, fase ini ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi yang sudah jelas menginginkan Indonesia merdeka dan bertindak Non-Kooperasi terhadap pemerintah kolonial Belanda. Puncaknya pada tahun 1926 ketika terjadi pemberontakan Partai Komunis Indonesia. Fase yang terakhir adalah masa bertahan. Masa ini muncul karena kondisi ekonomi dunia kacau balau, karena terjadi peristiwa Malaise di Amerika Serikat pada tanggal 8 Oktober 1929. Fase ini merupakan fase yang lebih banyak mendirikan fraksi-fraksi nasional dan gabungan partai politik, serta beberapa tuntutan yang diajukan kepada pemerintah Belanda.
Jika kita lihat ke belakang Pergerakan Nasional bisa dikatakan sebagai dampak dari Politik Balas Budi (Politik Etis) yang digalakkan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1901 (pada saat pidato Ratu Wilhelmina). Politik Etis yang ditekankan pada tiga aspek kehidupan yaitu irigasi, edukasi, dan transmigrasi. Yang pada mulanya ditujukan untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah namun intelek untuk mengimbangi kemajuan perekonomian dunia pada saat itu. Tetapi hal itu sedikit banyak membuat kemajuan di bidang pendidikan yang menjadi akar dari pergerakan nasional. Sekolah-sekolah banyak didirikan dan adanya perluasan pendidikan yang tidak ekslusif lagi (meskipun di berbagai segi ada yang bercorak diskriminasi).
Upaya pendidikan dalam politik etis itu adalah mendirikan pendidikan untuk anak-anak Bumiputera. Pendidikan itu lebih banyak diminati oleh kelompok priyayi rendahan yang berniat masuk kedalam struktur sosial yang lebih tinggi. Dengan timbulnya elit baru yaitu “Priyayi Rendahan” dengan tingkat intelektualitas tinggi ini, kelak akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.
Golongan priyayi rendahan ini mereka terbiasa hidup dalam suasana yang diskriminatif, hidup dalam perasan orang-orang kolonial. Maka semangat ingin merubah Indonesia ke arah yang lebih baik ini muncul dari kalangan priyayi seperti ini. Itu karena mereka memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi sehingga mereka bisa mengerti bahwa sebenarnya setiap negara berhak mengurus negaranya sendiri tanpa campur tangan negara lain ataupun penjajahan bangsa lain. Golongan intelektual inilah yang mencetuskan pertama kali bahwa sebenarnya kita satu bangsa yaitu bangsa Indonesia pada “hari saktral” yaitu tanggal 28 Oktober 1928 yang dikenal dengan Hari Sumpah Pemuda. Sumpah pemuda adalah bentuk konkret perjuangan bangsa Indonesia yang dilakukan secara nasional.
Tokoh-tokoh priyayi rendahan ini seperti Soekarno, Sutomo, Wahidin Sudirohusodo, Cipto Mangunkusumo, Moh. Hatta, Sutan Syahrir, H.O.S. Tjokroaminoto dan tokoh-tokoh pergerakan lainnya merupakan golongan intelektual muda yang mendapatkan pendidikan lebih tinggi dari masyarakat Indonesia lainnya. Sehingga mereka sadar bahwa bangsa ini terlalu berharga untuk dijadikan “sapi perah” pihak-pihak kolonial. Merekalah yang menjadi perubah arah perjuangan bangsa ini dari yang tadinya berjuang dengan otot dan ternyata kalah, beralih haluan menjadi berjuang dengan organisasi sebagai wadah atau media untuk mencapai tujuan bersama; Indonesia merdeka.
Karena latar belakang pendidikan yang berbeda dari rakyat kebanyakan, maka golongan inilah yang sadar bahwa Indonesia (atau pada saat itu masih Nederlands-Indie) sedang dalam penjajahan yang sebenarnya tidak layak dilakukan oleh suatu bangsa terhadap bangsa lain. Dengan pendidikan tinggi tokoh intelektual ini banyak menyerap pengetahuan baru dari dunia barat yang mayoritas berpaham kapitalis dan imperialis, seperti nasionalisme, sosialisme, demokrasi, komunisme, dan liberalisme.
Boedi Oetomo merupakan organisasi yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Dr. Sutomo, adalah orang-orang Indonesia yang berpendidikan tinggi. Meskipun Boedi Oetomo masih bergerak kedaerahan dan belum bercorak politis, lahirnya Boedi Oetomo untuk membiayai pemuda miskin dan pintar untuk meneruskan sekolahnnya yang lebih tinggi, patut diberikan nilai plus. Hal ini membuktikan bahwa yang menjadi pelopor pergerakan adalah kaum intelektual muda. Disini kita juga tidak membahas pro dan kontra soal Boedi Oetomo dalam kedudukannya sebagai organisasi pergerakan nasional atau hal-hal yang berkaitan dengan pelecehan terhadap Islam, organisasi Yahudi dan kontribusinya terhadap kemerdekaan Indonesia. Kita hanya melihat kaum intelektaul muda Indonesia. Itu saja.
Setelah lahirnya Boedi Oetomo, maka bermunculan organisasi-organisasi yang lainnya yang tidak lagi bercorak pendidikan, kedaerahan, tetapi organisasi yang bertujuan Indonesia merdeka. Indische Partij, merupakan organisasi politik pertama yang bertujuan Indonesia merdeka. Organisasi ini didirikan oleh pelajar Indonesia yang belajar di negeri Belanda yaitu E.F.E. Dowes Deker, Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Tiga Serangkai). Disini juga membuktikan bahwa kaum intelektual muda yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Para pendiri Indische Partij ini berada di negeri Belanda, sehingga mereka bisa melihat perbedaan kondisi negara penjajah dan negara terjajah. Karena hal itulah muncul rasa nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa Indonesia.
Pada era berikutnya muncul partai-partai politik yang lain yang memiliki tujuan Indonesia merdeka. Misalnya PNI (sebenarnya masih banyak lagi). PNI merupakan partai politik yang didirikan oleh seorang tokoh nasionalis yaitu Soekarno. Soekarno adalah seorang tokoh yang memiliki latar belakang pendidikan yang cukup tinggi, meskipun ia tidak belajar di luar negeri tetapi rasa nasionalismenya tumbuh karena ia menyerap istilah-istilah seperti nasionalisme dan sosialisme dari buku.
Partai-partai politik itu dalam mewujudkan cita-citanya ada dengan cara kooperasi, non-kooperasi. Selain itu juga diantara tokoh pergerakan sering terdapat perbedaan pandangan misalnya Soekarno dengan Hatta, mereka selalu berbeda pandangan tetapi satu pandangan mengenai tujuan Indonesia merdeka. Berkali-kali tokoh pergerakan ini dibuang, dipenjara oleh pemerintah Belanda. Biasanya tokoh pergerakan ini menginginkan di buang ke negeri Belanda. Ini bertujuan agar dalam pengasingannya itu mereka bisa belajar dan terus belajar. Karena di Belanda banyak tokoh-tokoh pemikir dengan pemikirannya yang sedang berkembang misalnya sosialisme, liberalisme, dan komunisme.
Tokoh-tokoh pergerakan nasional yang bergolongan muda, biasanya juga sering membuat tulisan-tulisan yang bernada kritikan dan ledekan terhadap pemerintahan Belanda. Misalnya tulisannya Suwardi Suryaningrat yang berjudul “Sekiranya aku orang Belanda, aku tidak akan mengadakan pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaan”. Disini terlihat jelas hanya orang yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi yang memiliki pemikiran untuk membuat kritikan (pedas) kepada pemerintah Belanda lewat tulisan.
Bersambung.
Minggu, 15 Januari 2017.
**Chaerol Riezal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H