Mohon tunggu...
Chaerol Riezal
Chaerol Riezal Mohon Tunggu... Sejarawan - Chaerol Riezal

Lulusan Program Studi Pendidikan Sejarah (S1) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Program Studi Magister Pendidikan Sejarah (S2) Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan saat ini sedang menempuh Program Studi Doktor Pendidikan Sejarah (S3) Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang hobinya membaca, menulis, mempelajari berbagai sejarah, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan isu-isu terkini. Miliki blog pribadi; http://chaerolriezal.blogspot.co.id/. Bisa dihubungi lewat email: chaerolriezal@gmail.com atau sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Penulisan Sejarah Indonesia Baru (Bagian Ketiga-- Selesai)

20 Desember 2016   10:41 Diperbarui: 20 Desember 2016   10:54 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, perjuangan rakyat Aceh yang begitu fantastis dalam mempertahankan marwah dan harga diri yang dirusak oleh Belanda itu, telah digambarkan tidak lebih sebagai pemberontak. Teuku Umar dkk. Yang mempertahankan kedaulatan Aceh dan bertindak sebagai pemimpin pasukan Aceh, dinyatakan sebagai pemberontak oleh Belanda dalam penulisan sejarah pada masa itu. Hal serupa juga terjadi di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan sebagainya, bahwa Pangeran Dipenogoro, Imam Bonjol, dan tokoh-tokoh lainnya adalah pemberontak.

Akhir dari perjalanan historiografi Indonesia masa kolonial yang menggambarkan tentang tokoh-tokoh pemberontak Indonesia yang melawan kepada Belanda, harus berakhir ditangan sejarawan Indonesia. Berkat seminar sejarah nasional yang diselenggarakan oleh sejarawan pada 1957, dan kemudian diperkuat lagi oleh negara Republik Indonesia melalui Presiden (UU dan Keppres), tokoh-tokoh tersebut yang digambarkan oleh Belanda sebagai pemberontak atau pembangkang itu diberikan tanda jasa gelar pahlawan nasional.

Tentu saja ini penantian yang sangat panjang, berliku-liku dan menentang pemikiran yang membela Belanda. Tapi, Anda tahu, syarat mutlak untuk kemudian diberikan gelar pahlawan nasional adalah tokoh tersebut harus meninggal dunia dulu, adanya sumbangan kontribusi yang ia berikan untuk negara berdasarkan catatan perjalanan sejarahnya. Karenanya, tidak (mungkin) ada satupun pahlawan nasional yang masih hidup. Kecuali pahlawan-pahlawan lainnya, seperti guru, orang yang menyelamatkan hidup seseorang, atau ... mereka yang membantu para korban yang sedang ditimpa musibah dengan ikhlas dan tampa pamrih.

Teuku Umar, Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Pattimura, Sisingamangaraja, Bung Tomo dan lain sebagainya adalah tokoh-tokoh yang diberikan gelar pahlawan nasional. Namun, untuk Belanda, kehadiran tokoh-tokoh tersebut bukanlah sejarah yang menyenangkan untuk dibaca. Oleh karena itu, tokoh-tokoh Indonesia itu digambarkan oleh Belanda sebagai pemberontak atau pembangkang. Padahal jika kita mengkaji lebih dalam, mereka yang dicap sedemikian rupa oleh Belanda itu hanya “memberontak” di rumah sendiri, di negaranya sendiri. Bukan di wilayah Belanda, “Negeri Kincir Angin”.

Belanda yang menggambarkan tokoh-tokoh itu sebagai pemberontak terhadap pemerintah Kolonial yang sah (katanya-?), dikarenakan telah menganggu kepentingan Belanda di negeri jajahan. Tak heran, narasi kotor tentang hidup tokoh-tokoh pemberontak itu digambarkan negatif dalam sejarah pada zamannya dan sesudah Indonesia merdeka. Tapi, sejarawan dan negara Indonesia mencoba memulihkan nama mereka dengan memberikan gelar pahlawan nasional dan mengubah kedudukan mereka dalam sejarah bangsa Indonesia.

Namun, dengan dicetuskannya maklumat penulisan sejarah Indonesia baru pada tanggal 14 Desember 1957 di Yogyakarta, maka tokoh-tokoh Indonesia itu bertindak sebagai pahlawan bangsa dan negara. Hari penulisan sejarah Indonesia modern tersebut, telah mengubah status tokoh bangsa Indonesia dari pemberontak menjadi pahlawan nasional. Umar, Dhien, Meutia, Dipenogoro, Imam Bonjol dan sebagainya yang dulunya disebut sebagai pemberontak, kini telah menjadi pahlawan bagi bangsa Indonesia. Itulah sebabnya mengapa orang-orang sering bertanya, bagi Belanda dan Indonesia Teuku Umar itu pahlawan atau pemberontak?

***

Seperti yang berulang kali saya katakan, bahwa pada masa historiografi kolonial, tokoh-tokoh sejarah Belanda dan masyarakat Indonesia yang memihak kepada Belanda ditempatkan secara khusus sebagai tokoh yang berperan penting di dalam penulisan sejarah Indonesia, atau dengan kata lain apa yang disebut sebagai pahlawan. Sebaliknya, tokoh-tokoh dari masyarakat pribumi Indonesia yang melawan dan menentang keras kehadiran kolonial Belanda di Indonesia digambarkan sebagai pemberontak, pembangkang, penjahat, bandit, berandal, lanun, dan sebagainya. Kedua hal tersebut pun tercermin dalam penulisan sejarah Indonesia masa kolonial.

Tetapi, setelah Indonesia berhasil memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 dan membentuk sistem pemerintahan (negara RI), sebuah gerakan atau arus Indonesiasisasi mengalir deras dalam segala bidang, termasuk tentang perspektif penulisan sejarah Indonesia baru, atau ... Indonesia-sentris.

Sejak saat itulah muncul sebuah gerakan tentang perlunya penulisan sejarah Indonesia-sentris. Ketika penulisan sejarah Indonesia-sentris, pada tahap selanjutnya, muncul pula penulisan sejarah Indonesia dari berbagai perspektif politik, sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya dalam kaca mata ke-Indonesia-an dan nasional.

Memang, harus diakui bahwa penulisan sejarah Indonesia-sentris hanya sekadar menukar atau membalikkan kedudukan saja; dari pemberontak menjadi pahlawan. Artinya, sejarahnya hanya dibuat terbalik saja. Jika ada tokoh-tokoh Indonesia dalam historiografi kolonial dicap sebagai pemberontak, pembangkang atau penjahat, maka dalam historiografi Indonesia-sentris ini ditukar menjadi pahlawan (tokoh utama). Sebaliknya, tokoh-tokoh Belanda diceritakan sebagai penjahat di negeri jajahan. Hal tersebut dapat Anda telusuri dalam buku-buku sejarah yang telah diterbitkan. Jika dulu Anda pernah membaca buku sejarah yang berjudul Pemberontakan Rakyat Indonesia ... (sesuai judul aslinya), kini Anda akan membaca buku sejarah yang berjudul Peranan dan Perjuangan Rakyat Indonesia ... Semoga Anda paham apa yang saya maksudkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun