Mohon tunggu...
Chaerol Riezal
Chaerol Riezal Mohon Tunggu... Sejarawan - Chaerol Riezal

Lulusan Program Studi Pendidikan Sejarah (S1) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Program Studi Magister Pendidikan Sejarah (S2) Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan saat ini sedang menempuh Program Studi Doktor Pendidikan Sejarah (S3) Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang hobinya membaca, menulis, mempelajari berbagai sejarah, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan isu-isu terkini. Miliki blog pribadi; http://chaerolriezal.blogspot.co.id/. Bisa dihubungi lewat email: chaerolriezal@gmail.com atau sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Penulisan Sejarah Indonesia Baru (Bagian Pertama)

14 Desember 2016   19:58 Diperbarui: 15 Desember 2016   01:06 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Historiografi adalah penulisan sejarah atau tulisan-tulisan yang menceritakan tentang peristawa sejarah dimasa lalu. Tradisi penulisan sejarah di Indonesia turut mengalami perkembangan sesuai zamannya. Dalam perkembangan historiografi di Indonesia, umumnya terdapat dua historiografi di Indonesia, yaitu historiografi masa tradisional dan historiografi masa kolonial. Dalam kedua historiografi itu, beberapa corak penulisan sejarah pun cukup menonjol.

Setiap perkembangan historiografi tentu memiliki karakteristik, metode, gaya, identitas, dan motivasi penulisan tersendiri yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Artinya, setiap zaman itu punya historiografinya masing-masing, dan setiap generasi juga punya sejarahnya tersendiri. Karena sejarah itu tidak akan pernah final. Itulah sebabnya, mengapa penulisan sejarah dan bahkan rekontruksi sejarah-pun takkan pernah tuntas. Sebab, setiap zaman memiliki sejarah dan penulisannya masing-masing. Anda yang hidup di zaman Pemerintah Soeharto, akan mengerti sebuah ungkapan “sejarah adalah milik penguasa.”

Pada masa tradisional atau masa kerajaan (Hindu, Budha, dan Islam), penulisan sejarah atau historiografi-nya cenderung mengarah kepada seorang raja atau sultan. Pada masa itu, dimana penulisan sejarah dibuat untuk melegitimasi kedudukan seorang raja atau sultan, maka raja atau sultan tersebut berusaha sekeras mungkin mengeluarkan titah kepada orang yang diberikan kepercayaan atau dikalangan istana untuk menuliskan sejarah tentang raja atau sultan dan keluarganya, termasuk juga tentang kehidupan kerajaan. Selain itu, historiografi tradisional juga memiliki unsur-unsur yang tidak bisa lepas dari imajinasi dan mitologi.

Historiografi pada masa ini seringkali diwarnai oleh aktor-aktor sentris, seorang tokoh yang menjadi aktor utama berperan sebagai pemimpin besar, dan hanya menceritakan kalangan istana saja. Corak historiografi tradisional pun cukup beraneka ragam seperti mitos, supranatural, kronik, anakronistik, annals, logis, genealogis, etnosentris, dan sebagainya. Sementara hasil produk yang dihasilkan pada masa historiografi tradisional, dapat dilacak pada Cerita Parahyangan, Sejarah Melayu, Hikayat, Babad, Lontara, Tambo, dan sebagainya.

Selanjutnya, Historiografi masa Kolonial. Historiografi ini dapat dikategorikan dua masa; Belanda dan Inggris, namun yang dominan tetap masa Belanda. Karenannya, historiografi Kolonial dapat dikatakan sebagai karya sejarah yang ditulis pada masa pemerintahan kolonial Belanda selama berada di Nusantara (kini Indonesia). Historiografi masa Kolonial juga sering disebut sebagai historiografi Eropa-sentris, sebuah penulisan sejarah yang menempatkan Belanda sebagai pusat perhatian dalam sejarah bangsa Indonesia. Miris sekali memang.

Historiografi Kolonial memiliki beberapa karakteristik yang dapat membedakannya dengan historiografi pada periode sebelumnya. Historiografi Kolonial ditulis oleh sejarawan atau orang-orang pemerintah kolonial yang intinya mencertiakan tentang kehidupan orang-orang Belanda di Indoneisa, pribumi yang memihak kepada Belanda, atau dapat juga dikatakan sebagai certia tentang orang-orang Barat di negeri jajahan.

Pada masa Kolonial penulisan sejarah sebagai bahan laporan perjalanannya di tanah jajahan. Jadi yang dituliskan hanyalah orang-orang barat di tanah jajahan dan mengagungkan sukuisme dengan merendahkan tanah jajahan berserta penduduknya (pribumi Indonesia). Historiografi kolonila ini dimaksudkan untuk dijadikan sebagai bahan laporan kepada pemerintah kerajaan Belanda, sebagai bahan evaluasi menentukan kebijakan pada daerah kolonial. Oleh karena, itu motivasinya adalah sebagai bahan laporan maka yang ditulis pun adalah sejarah dan perkembangan orang-orang asing di daerah kolonial khususnya Indonesia. maka tak heran, historiograi ini sangat sedikit sekali menceritakan tentang kondisi rakyat jajahan, kecuali orang Indonesia yang memihak kepada Belanda.

Penulisan sejarah Hindia Belanda yang tertua dapat dilacak pada buku-buku harian kapal yang pada zaman keemasan dicetak dalam jumlah yang besar dan banyak dibaca. Kini buku-buku tersebut diterbitkan kembali dengan lengkap oleh Van Linschoten Vereeniging. Suatu kisah umum yang pertama tentang kegiatan-kegiatan VOC pada masa permulaan terdapat dalam buku Begin ende voortganck van de vereenigde Nederlandsche Geoctroyeerde Oost-Indische Compagnie.

Ciri dari historiografi kolonial masa Hindia Belanda adalah memiliki sifat Eropa Sentris atau yang lebih fokusnya adalah Belanda Sentris. Boleh dikatakan bahwa sifat ini memusatkan perhatiannya kepada sejarah bangsa Belanda dalam perantauannya, baik dalam pelayarannya maupun permukimannya di benua lain. Beberapa produk historiografi pada masa ini dapat dilihat seperti, Indonesian Trade and Society karangan Y.C. Van Leur, Indonesian Sociological Studies karangan Schrieke, Indonesian Society in Transition karangan Wertheim, dan sebagainya.

Inti Historiografi Kolonial adalah bangsa Belanda. Karenanya, Belandalah yang dipandang penting di Hindia Belanda dalam sejarah. Hal ini jelas dari istilah Hindia Belanda atau Hindia Nederlan yaitu daerah Hindia (Indonesia) yang “dimiliki” oleh Belanda. Bangsa Belanda sebagai “pemilik” memandang diri pribadinya sebagai yang dipertuan dan sebagai bangsa yang termulia, sehingga bangsa Indonesia hanya mendapat gelar “bumi putera” atau orang negeri. Kita (bangsa Indonesia) tidak dipandang sebagai suatu bangsa, tetapi hanya sebagai sejenis manusia yang berguna bagi Belanda.

Perhatikan penggalan kutipan kisah sejarah di bawah ini yang ditulis oleh sejarawan kolonial dalam Historiografi Kolonial yang sangat menyudutkan bangsa Indonesia dan mengagung-agungkan bangsa Belanda:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun