Mengenai cara berseragam dan beratribut di lingkungan sekolah sudah seharusnya menjadi kesadaran dirinya sendiri, dan sekolah menjadi wadah untuk membangun kesadaran tersebut, seperti yang kita tahu keputusan yang tertulis melalui SKB itu mengembalikan hal-hal tersebut kepada masing-masing individu tanpa adanya pemaksaan.Â
Namun, meskipun begitu dengan adanya permohonan yang diajukan oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat, kita juga tidak dapat menutup mata tentang permohonannya dan bagaimana adat istiadat masyarakat di sana yang dijunjung tinggi. Jika ada hal lain yang dapat menjadi solusi seperti halnya wilayah Aceh misalnya, mengapa pemerintah tidak menyamakan kekhususannya dan daripada itu dalam kondisi yang masih dijajah pandemic seperti ini mengapa tidak hendaknya batas maksimal pemberian sanksi sedikit lebih di perlama dari jangka waktu 30 hari yang telah tertera dalam SKB. Mungkin apabila kedua hal itu menjadi pertimbangan sejak di awal pembuatan keputusan ini, SKB mungkin akan tetap berjalan dan diperkuat dengan alasan pertimbangannya.
Kemudian dengan kata lain, meskipun memungkinkan untuk menekan issue intoleran di kalangan siswa dan siswi. Surat Keputusan Bersama Mendikbud, Mendagri, dan Menag mengenai Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan tenaga Kependidikan di dunia pendidikan nyatanya hanya pernah menjadi buah bibir dan issue hangat kala itu, sebab nyatanya SKB telah dengan nyata dibatalkan melalui persetujuan MA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H