Mohon tunggu...
Erli Siregar
Erli Siregar Mohon Tunggu... -

petualang waktu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pengalaman Dibonceng Motor Waria

15 Mei 2010   01:28 Diperbarui: 4 April 2017   16:55 2261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Al Qur'an sebagai kitab suci umat Islam secara tegas hanya mengakui dua jenis kelamin, yakni laki-laki dan perempuan. Meskipun begitu, bukan berarti bahwa keberadaan kaum waria tidak pernah ada ketika jaman Nabi Muhammad SAW. Hadis sebagai sumber hukum kedua setelah Al Qur'an hanya menyinggung sedikit tentang permasalahan waria. Namun, isi hadis tersebut tidak menerangkan secara jelas bagaimana posisi waria saat itu. Di satu sisi, ada hadis yang menolak keberadaan kaum waria seperti yang diriwayatkan oleh Abu Dawud. Hadis itu menceritakan jika Rasul melaknat seorang laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki. Tetapi di sisi lain, ada dua hadis yang mengatakan jika Nabi menghukum seseorang yang menyebut orang lain sebagai mukhannits atau mukhannats dan melarang untuk membunuh mukhannits atau mukhannats, asalkan ia sholat. Dari kedua hadis tersebut, secara tersirat Rasul sendiri sebenarnya mengakui keberadaan kaum waria dan melindungi mereka laiknya seorang manusia.

Dengan demikian, secara de jure ketidakdiakuinya posisi waria tidak hanya dalam Al Qur'an, tetapi juga hadis yang mengatakan bahwa mereka adalah kaum laknat. Meskipun begitu secara de facto, keberadaan mereka telah ada dan diakui pada zaman Rasul, meski dengan banyak keterbatasan.

Konstruksi Wacana Kebertubuhan Waria Melalui Relasi Pengetahuan dan Kuasa

Menurut seorang filsuf asal Perancis, Michel Foucault, wacana berarti berbicara tentang aturan-aturan, praktik-praktik yang menghasilkan pernyataaan-pernyataan yang bermakna pada satu rentang historis tertentu. Wacana adalah kumpulan pernyataan pada satu rentang historis tertentu yang siap dipakai sebagai sarana untuk memperbincangkan topik tertentu. Wacana muncul ke permukaan melalui bahasa. Karena bahasa adalah media kita berkomunikasi. Dengan bahasa pula, kita menjadi mengetahui dan memahami sesuatu. Tetapi itu tidak berarti bahwa wacana adalah bahasa itu sendiri. Karena wacana tidak sama dengan bahasa. Bahasa hanyalah faktor pendorong lahirnya sebuah wacana.

Bahasa ada karena pengetahuan. Menurut Foucault, tidak ada pengetahuan yang murni dan netral. Beliau begitu cerdas mengkritisi makna yang terkandung dibalik pengetahuan, yaitu kekuasaan. Baginya, tidak ada pengetahuan yang di dalamnya tidak mengandung kekuasaan dan tidak ada praktek pelaksanaan kekuasaan yang tidak memunculkan pengetahuan. Relasi pengetahuan dan kekuasaan berpangkal dari subjek yang mengetahui, objek yang diketahui, dan cara pengetahuan terjadi. Pengetahuan adalah cara bagaimana kekuasaan memaksakan diri kepada subjek tanpa memberi kesan ia datang dari subjek tertentu, karena kriteria keilmiahan seakan-akan mandiri terhadap subjek. Atau dengan kata lain, pengetahuan merupakan bagian dari strategi kekuasaan. Dengan demikian, kehendak untuk mengetahui adalah kehendak untuk berkuasa.

Berdasarkan teori Foucault di atas, maka sangat dipahami mengapa selama ini kaum waria selalu dipandang negatif, aneh, abnormal, dan sesuatu yang lain (the other) di masyarakat. Pencitraan negatif (streotyping) sosok waria telah terkonstruksi berkat ketiga ilmu pengetahuan, yakni kedokteran, psikologi, dan agama Islam. Ilmu kedokteran melihat adanya permasalahan di dalam tubuh waria yang disebabkan karena pembentukan kromosom yang salah dan disposisi hormon. Lalu ilmu psikologi memandang adanya ‘penyimpangan' di dalam jiwanya yang merasa tidak nyaman dengan penis yang dimilikinya atau gangguan identitas gender (gender identity disorder). Kemudian ilmu agama Islam semakin memperkuat argumen kedua ilmu tersebut dengan menggunakan hukum, Al Qur'an dan hadits, sebagai pembenaran bahwa kaum waria adalah kaum laknat. Dengan demikian, ketiga ilmu ini telah berhasil menguasai wacana kebertubuhan waria melalui konstruksi pengetahuan yang dengan sengaja dibentuk seolah-olah dalam tubuh mereka terdapat penyimpangan sehingga mereka dipandang ‘berbeda'.

Lalu kini yang menjadi pertanyaan adalah wacana kekuasaan apa yang bersembunyi di balik ketiga ilmu pengetahuan ini. Dan bagaimanakah wacana kekuasaan itu bekerja sehingga melahirkan ‘tatapan-tatapan tidak wajar' dari para pengendara motor ketika melihat temanku yang seorang waria.

Ideologi Heteronormativitas, Alam Bawah Sadar, Dan The Other

Moh. Yasir Alimi dalam bukunya yang berjudul Dekonstruksi Seksualitas Poskolonial: Dari Wacana Bangsa Hingga Wacana Agama menjelaskan fakor penyebab mengapa kaum waria "sengaja" dikonstruksi secara negatif di masyarakat. Menurutnya, hal ini terjadi karena adanya wacana kekuasaan, yaitu ideologi heteronormativitas. Adapun yang dimaksud dengan ideologi heteronormativitas adalah ideologi tentang keharusan untuk menjadi heteroseksual dengan tujuan prokreasi, melahirkan keturunan. Agar bisa berproduksi, maka laki-laki harus berpasangan dengan perempuan. Begitu juga sebaliknya. Perempuan diharuskan berpasangan dengan pria. Ideologi ini juga mengharuskan adanya kesesuaian antara identitas seksual dan identitas gender. Tidak boleh dicampuradukkan (in between). Identitas seksual memiliki definisi sebagai identitas yang dilihat dari alat kelamin yang dimiliki seseorang sejak lahir. Jika ia memiliki alat kelamin penis, maka identitas seksualnya adalah pria. Jika ia memiliki alat kelamin vagina, maka identitas seksual adalah seorang perempuan. Sementara identitas gender adalah identitas yang dibentuk oleh sosial. Artinya, kalau laki-laki, maka harus maskulin, dan sebaliknya bila perempuan harus feminin. Pada intinya, ideologi ini hanya mengakui dua jenis kelamin, yakni laki-laki dan perempuan. Tidak ada jenis kelamin lain selain laki-laki dan perempuan.

Ideologi heteronormativitas ini secara terus menerus direproduksi melalui peranan ilmu pengetahuan yang dengan secara sengaja mengkonstruksi kebertubuhan waria sebagai sesuatu yang menyimpang. Kemudian wacana kebertubuhan waria yang telah dibentuk oleh ilmu pengetahuan ini masuk ke dalam alam bawah sadar (unconscious) setiap manusia. Akibatnya, kebertubuhan waria di masyarakat dipandang sebagai the other. Status diri seorang waria menjadi dipertanyakan. Mengingat, secara lahiriah ia adalah laki-laki, tetapi berpenampilan seperti seorang perempuan. Atau dengan kata lain, sosok pria dan perempuan berada dalam satu tubuh, yaitu seorang waria. Perilakunya yang menyerupai perempuan dianggap telah mengacaukan identitas gender yang ada. Selain itu, orientasi seksual mereka yang menyukai sesama jenis dipandang ‘menyimpang' karena tidak bertujuan pada prokreasi atau melahirkan keturunan.

Dengan demikian, ideologi heteronormativitas merupakan jawaban mengapa kebertubuhan temanku yang seorang waria dipandang sebagai the other oleh para pengendara motor. Lalu apa seharusnya dilakukan agar kebertubuhan waria tidak lagi dinilai berbeda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun