Kedua, kuliah di jurusan lain untuk memperluas wawasan dan menunjang wawasan di karirnya yang kurang komplit karena belum menguasai bidang tertentu. Konsekuensinya, tanpa mengulang sarjananya terlebih dulu membutuhkan usaha ekstra agar bisa memahami pendidikan magisternya atau lulus dengan gelar tetapi pemahamannya ya setengah-setengah. Kelompok kedua ini perlu diperhatikan dengan baik oleh lembaga pendidikan ketika nantinya merekrut mereka sebagai tenaga pendidik, sekalipun dosen tamu dari jalur praktisi.
Bagaimana dengan kuliah magister jalur riset? Jangankan di dunia kerja, saya merasakan perbedaan tingkat pemahaman mereka dengan lulusan jalur kelas karena sebagian besar pendidikan magisternya berfokus pada topik riset itu sendiri. Ditambah keberadaan universitas yang menerima calon mahasiswa doktoral hanya dengan modal ijazah sarjana asalkan berpengalaman menulis dan lulus skripsi sebagai produk penelitian, jalur ini menjadi ajang mencari gelar formalitas atau membuka pintu masuk ke pekerjaan terkait riset dengan durasi pendidikan lebih pendek.
UT paling mengerti, tetapi namanya UT
Dengan sebaran pekerja di seluruh Indonesia, jatah cuti yang tidak banyak, dan kemacetan lalu lintas yang kita tahu sendiri, perkuliahan jarak jauh pascasarjana disediakan oleh UT kecuali ujian datang ke kantor perwakilan terdekat. Soal biaya, relatif terjangkau jika tidak bisa dibilang teramat murah.Â
Masalahnya ya jika membutuhkan gelar dari universitas yang cukup ternama, karena nama UT itu sendiri. Universitas Terbuka, gitu kan? Mereka yang kuliah sarjana di universitas biasa saja inginnya kuliah pascasarjana di universitas yang tergolong naik kelas, bagaimana melirik UT?
Pemberi beasiswa swasta tentu punya maksud, tujuan, dan syaratnya sendiri, karena makan saja saat ini belum gratis apalagi biaya kuliah pascasarjana. Niat mendorong mahasiswa pascasarjana untuk kuliah dengan serius dan fokus juga tidak salah, tetapi saat ini belum sepenuhnya memadai di sini.Â
Agar kompetensi pekerja kita lebih baik, bisa bersaing dengan ekspatriat, dan kemudian memiliki kemampuan memadai menjadi pendidik dari jalur praktisi untuk membangun generasi penerus, tidak ada salahnya LPDP memberikan beasiswa kelas karyawan meskipun tidak penuh dan mempersyaratkan penerimanya kelak siap sedia menjadi pendidik tamu di akhir pekannya sekalipun jarak jauh. Daripada dananya "dipakai" oleh anak muda pelaku pelarian atau mereka yang kesulitan mencari kerja untuk kemudian "bersenang-senang" di luar negeri dan ujungnya belum tentu berkarya di bidangnya setelah pulang, kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H