Twitter Blue saja sudah mahal, apalagi Twitter Verified Organizations. Wajar saja jika beberapa brand memutuskan untuk rela kehilangan centang sama sekali atau cukup memiliki centang biru biasa. Selama akun tersebut tidak digunakan untuk berjualan secara langsung atau melakukan pelayanan pascapenjualan, centang biru memang terasa cukup-cukup saja. Dan sekalipun brand tersebut adalah brand global kelas atas, USD 1.000 per bulan tetap saja lebih berharga untuk membayar kebutuhan lain apalagi ketika popularitas dan reputasi brand tersebut sudah tidak perlu diragukan lagi.
Meskipun demikian, entah mengapa saya tetap ingin menyarankan brand-brand kelas atas tersebut untuk tetap berlangganan Twitter Verified Organizations.Â
Ya, demi bisa memberikan centang biru dengan kotak logo afiliasi bagi individu-individu terkait. Di satu sisi, jika banyak orang memiliki nama yang sama dan sama-sama memiliki centang biru, individu mana yang terafiliasi dengan brand tersebut mudah dibedakan.Â
Di lain sisi, individu tersebut akan lebih berhati-hati dalam bermedia sosial karena sekalipun itu akun pribadinya dan pendapat pribadinya, dia sadar bahwa pengaruhnya mungkin akan berpengaruh juga terhadap brand yang terafiliasi.
Satu lagi, saya juga masih berharap ada centang khusus untuk individu yang terverifikasi identitasnya. Individu tersebut dapat menyerahkan identitasnya sendiri ke pihak Twitter atau menjadi afiliasi dari pelanggan Twitter Verified Organizations yang sebelumnya telah diverifikasi pula. Centang ini tentu membedakan mereka selangkah lebih tinggi dari akun fandom dan sembarang akun individu lainnya.
Akhir kata, selamat untuk Twitter dan Elon Musk. Meskipun sempat memunculkan pro dan kontra, ujung-ujungnya pengguna umum tetap bertahan dan brand-brand pada umumnya mau membayar biaya langganan, meskipun mungkin tidak sesuai ekspektasi dengan membayar centang biru daripada centang emas.Â
Twitter sadar bahwa dirinya masih menjadi primadona layanan customer service (baca: komplain secepat kilat) oleh pelanggan, demikian pula trending hashtag yang menjadi primadona analisis sentimen sampai branding, sehingga centang berbayar nan mahal ini tentu tidak semudah itu membuat brand-brand kabur dan harga langganan ini tentu kecil dibandingkan terhadap pendapatan brand itu sendiri sehingga menaikkan harga secara signifikan tidak diperlukan. Yang menangis siapa? Mereka yang dulu memiliki centang biru karena prestasi dan kini harus membayar bersamaan dengan "orang-orang biasa lainnya", sedih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H