Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mobil Wajib Memiliki Garasi (?)

22 April 2023   09:15 Diperbarui: 23 April 2023   19:27 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah sekitar dua bulan lalu Kota Solo resmi memiliki peraturan yang mewajibkan kepemilikan garasi untuk pemilik mobil, kini Provinsi DKI Jakarta mengkaji untuk mengimplementasikan peraturan serupa yang sebenarnya sudah dimiliki sejak sembilan tahun lalu sebagai syarat memperpanjang Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). 

Kondisi ini terjadi setelah sebelumnya Pemerintah membuat berbagai kebijakan yang justru mendukung pembelian mobil, termasuk di antaranya penghapusan bea balik nama mobil bekas dan pajak progresif serta pemberian subsidi untuk pembelian mobil listrik baru. Apakah kebijakan ini bisa diimplementasikan dan membuat wajah lalu lintas di Tanah Air lebih baik?

Bersama dengan Kota Depok, tiga wilayah ini membuat kebijakan ini untuk menjaga ketentraman bersama terkait perparkiran mobil. Maklum, keterbatasan ruang parkir khususnya di permukiman kelas menengah ke bawah kerap kali menimbulkan keributan dan masalah lalu lintas karena mobil diparkirkan menutupi pagar rumah orang lain, ruas jalan, sampai fasilitas umum lainnya. 

Gangguan produktivitas sering terjadi ketika proses berangkat atau pulang beraktivitas terganggu akibat ruang parkir yang tidak tersedia, belum lagi masalah semakin signifikan ketika terjadi kondisi darurat seperti adanya orang yang sakit atau hendak melahirkan, kejadian kebakaran, sampai terhambatnya proses pengejaran pelaku kejahatan.

Di sisi lain, tidak sedikit warganet menganggap bahwa kebijakan ini secara tidak langsung membuktikan bahwa pemerintah daerah khususnya dinas perhubungan tidak mampu menangani masalah kemacetan lalu lintas. 

Imbauan untuk beralih ke transportasi publik pun terdengar kurang efektif mengingat jangkauan dan kapasitasnya yang relatif belum memadai jika dibandingkan terhadap situasi di negara tetangga. Intinya, meniru kebijakan yang ada di luar negeri sulit dilakukan karena keadaan yang sangat berbeda terhadap di Tanah Air.

Mobil diderek oleh Dishub karena parkir sembarangan. Foto: kompas.com/Robertus Belarminus
Mobil diderek oleh Dishub karena parkir sembarangan. Foto: kompas.com/Robertus Belarminus

Perparkiran mobil mungkin hanya menjadi masalah bagi pimpinan RT dan RW di kompleks perumahan yang tertutup, tetapi bisa mengganggu masyarakat secara keseluruhan di wilayah permukiman dengan jalanan sebagai akses umum dan berlokasi dekat pusat kegiatan seperti perkantoran, sekolah, atau rumah sakit, juga mobil penghuni rumah susun yang diparkirkan di sepanjang jalan raya di luar kawasan rumah susun. Tanpa adanya ruang parkir yang jelas untuk setiap mobil yang ada, masalah ini akan terus terjadi dan semakin hari semakin mengganggu masyarakat itu sendiri.

Akan tetapi, kita harus menyadari bahwa sebagian besar tempat tinggal yang ada saat ini dulunya dibangun ketika keberadaan mobil belum sebanyak sekarang. Rumah-rumah di kawasan padat penduduk tentu tidak memungkinkan untuk dimodifikasi demi memiliki garasi, bahkan lahan yang ada saat ini sangat terbatas sehingga sedikit lahan untuk menaruh pot bunga pun belum tentu punya. 

Rumah susun dengan luas unit yang tidak besar umumnya juga menganggarkan satu ruang parkir untuk beberapa unit hunian dan bukan menggunakan perbandingan 1:1, belum lagi penghuni harus berhadapan dengan sistem "siapa cepat dia dapat" untuk memarkirkan mobilnya setiap saat dan tidak ada suatu ruang spesifik yang dapat di-booking untuk kendaraan tertentu.

Di kawasan yang lebih baik dengan semua rumah tapak memiliki lahan yang cukup untuk ruang parkir dan rumah susun dibangun dengan perbandingan antara ruang parkir terhadap banyaknya unit sebesar 1:1, tetap saja ruang parkir itu belum tentu mencukupi. 

Penggunaan mobil lebih dari satu unit per hunian, keberadaan kendaraan tamu yang menginap, sampai garasi rumah tapak yang dialihfungsikan untuk kebutuhan lain tetap saja menimbulkan masalah perparkiran. 

Kejadian alih fungsi garasi rumah tapak ini belum tentu diketahui oleh pemerintahan setempat karena bisa jadi pemilik rumah melakukannya lama setelah rumah selesai dibangun untuk pertama kalinya dan tidak mengajukan izin mendirikan bangunan (IMB) baru.

Bagi hunian eksisting yang terlanjur tidak memiliki ruang parkir mencukupi, solusi yang mungkin dilakukan adalah menyewa lahan parkir di sekitar dan itu pun jika ada. Misalnya, ada pusat perbelanjaan atau gedung perkantoran yang memiliki ruang parkir berlebih, dapat disewa oleh warga hunian di sekitarnya, dan bersedia untuk membiarkan mobil keluar-masuk setiap saat ketika diperlukan oleh penggunanya. 

Keributan baru mungkin muncul di kompleks perumahan tapak ketika salah satu penghuni memaksa untuk meminjam atau menyewa garasi milik tetangganya yang kebetulan tidak memiliki mobil padahal tetangga tersebut berniat menggunakan garasinya sebagai ruang parkir yang tersedia setiap saat untuk tamu.

Bagaimana dengan hunian-hunian baru yang kelak akan dibangun? Pengembang perlu menyiapkan sedemikian rupa agar setiap penghuni bisa dipastikan memiliki ruang parkir yang menetap untuk memarkirkan mobilnya. 

Pembangunan rumah berlebar lebih dari enam meter mungkin akan mengurangi atau bahkan meniadakan ruang hijau karena penghuni rumah seperti ini banyak yang menggunakan dua unit mobil berbeda. 

Hal yang paling terasa berbeda adalah rumah susun, di mana pengembang perlu memastikan perbandingan 1:1 antara jumlah unit dan banyaknya ruang parkir serta masih menyediakan ruang tambahan untuk tamu sehingga luas lahan parkir yang dibutuhkan meningkat, mungkin membutuhkan gedung parkir yang dibangun secara vertikal atau mengurangi fasilitas lain yang ada, sampai pada akhirnya meningkatkan harga hunian itu sendiri. Ingat, tanah itu mahal!

Hal lain yang mempersulit keadaan adalah efektivitas dan skema pengawasan dari kebijakan ini. Pemilik mobil belum tentu merupakan pengguna mobil jika mobil disewakan atau merupakan fasilitas pemberi kerja kepada tenaga kerjanya. Tidak semua pengguna mobil tinggal menetap di suatu wilayah dan memastikan keberadaan ruang parkir tertentu bagi mereka selama setahun penuh, mengingat perpanjangan STNK dilakukan setiap tahun. 

Sekalipun menguasai ruang parkir yang memadai, pengguna mobil bisa jadi tetap memarkirkan mobil tidak di tempat yang tepat semata-mata demi memenuhi kenyamanan diri mereka sendiri. Hal ini sulit diawasi apalagi diberikan sanksi tegas khususnya di kompleks perumahan, tentu tetangga akan dituduh sebagai pihak pengadu.

Sebenarnya ide kewajiban memiliki garasi mobil adalah hal yang bagus. Terlebih lagi ketika kita sedang menggencarkan peralihan ke mobil listrik, memiliki garasi yang memadai dengan atap tertutup dan ketersediaan fasilitas kelistrikan yang baik tentu dibutuhkan. 

Pengisian daya baterai mobil dilakukan di rumah masing-masing agar tidak tergantung pada SPKLU dan penyimpanan mobil dilakukan dengan baik untuk mengurangi risiko baterai terbakar karena overheating.

Akan tetapi, sekali lagi ini memberatkan kantong para pengguna mobil ke depannya dan hal ini cukup kontraproduktif dengan kebijakan yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah. 

Penjualan mobil baru bisa jadi melambat dan berdampak pada kesejahteraan para pekerja di industri otomotif. Pemilik mobil eksisting yang sehari-hari hanya menggunakan mobilnya untuk perjalanan jarak dekat bisa menjadi kurang taat dalam membayarkan pajak tahunan mobilnya karena kesulitan mendapatkan ruang parkir dan membuktikan penguasaannya. 

Pengendara ride hailing seperti GoCar dan GrabCar akan memiliki beban baru untuk menyewa ruang parkir jika tidak memiliki di garasi rumah dan hal ini terjadi ketika potongan dari aplikator semakin terasa dan banyaknya order yang diterima menipis. Peralihan ke sepeda motor dapat terjadi kemudian, tetapi hal ini juga tidak sepenuhnya positif mengingat risiko keselamatan pengendara dan penumpang yang semakin tinggi.

Jika tujuan asli dari kebijakan kepemilikan garasi ini adalah membatasi pembelian mobil baru dan peningkatan tingkat kemacetan, sebaiknya kita meniru kebijakan lain dari negara tetangga yang cukup jitu tetapi tidak terlalu memberatkan. 

Australia dan Uni Eropa mewajibkan kepemilikan asuransi tanggungan pihak ketiga jika terjadi insiden yang mencelakai atau menghilangkan nyawa pihak lain, bisa juga merusak properti milik pihak lain. 

Pemerintah kita dapat mempertimbangkan untuk mewajibkan pula kepemilikan proteksi komprehensif untuk memastikan pengguna dapat memperbaiki mobilnya ketika terjadi kecelakaan dan tindakan servis berkala kendaraan di bengkel terpercaya untuk memastikan kelayakan operasional, keamanan, serta keselamatan di jalan. Membeli pertanggungan asuransi dan melakukan servis berkala akan cenderung lebih terjangkau dan memudahkan daripada wajib memiliki garasi.

Hal lebih baik dapat dilakukan jika Pemerintah juga mewajibkan proteksi kecelakaan diri terhadap pengemudi dan penumpang dari perusahaan asuransi swasta. Setiap perpanjangan STNK memang pemilik mobil sudah membayarkan SWDKLLJ dan saat ini sebagian besar masyarakat Indonesia sudah tergabung dalam JKN BPJS Kesehatan, tetapi tentu lebih baik jika mereka memiliki pertanggungan tambahan sendiri agar tidak terlalu memberatkan anggaran negara bukan?

Keadaan tentu menjadi lebih baik jika kesadaran datang dari masyarakat itu sendiri. Jika tidak memiliki ruang parkir yang memadai dan tidak berminat mengeluarkan uang untuk menyewa, gunakanlah transportasi umum. 

Jika transportasi umum tidak memadai untuk kebutuhan sehari-hari dan sepeda motor masih memadai, lebih baik belilah saja dulu sepeda motor yang kebetulan juga jauh lebih murah sambil memampukan diri untuk membeli hunian dengan kepemilikan ruang parkir.

Jika terpaksa benar-benar membutuhkan mobil, pastikan ruang parkir yang memadai tersedia agar tidak menyusahkan orang-orang di sekitar dan sebaiknya tidak perlu menggunakan mobil berukuran besar kecuali memang memiliki garasi sendiri yang lapang. Misalnya, mobil cukup seukuran Wuling Air EV atau Honda Brio jika masih tinggal di rumah berlebar tiga atau empat meter dengan panjang garasi empat meter asal sepenuhnya muat di garasi sendiri, daripada memarkirkan Fortuner hingga memakan ruang jalan umum.

Ke depannya? Mari berdoa agar ketersediaan transportasi publik semakin memadai baik secara kualitas dan kuantitas. Seiring kemajuan teknologi, beberapa pekerjaan mungkin akhirnya benar-benar bisa dilakukan secara memadai baik dalam skema hybrid working atau bahkan full remote. Siapa tahu juga, kita memiliki rezeki untuk memiliki hunian tidak jauh dari tempat beraktivitas dengan ruang parkir yang memadai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun