Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Bersikap Realistis dalam Mencari dan Meminang Si Dia

13 April 2022   23:24 Diperbarui: 14 April 2022   11:49 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setia sehidup semati, demikian harapan setiap orang yang hendak menikah. Teliti mencari yang terbaik sampai memakan waktu hitungan tahun. Bahkan, pernikahan yang sudah dipersiapkan pun bisa ditunda atau batal sama sekali jika ada yang mengganjal daripada diteruskan dan terjadi hal yang tidak diinginkan. Akan tetapi, mengapa terkadang kelolosan juga atau bahkan pencarian berujung kepasrahan pada sosok yang sebenarnya tidak terlalu ideal?

Beberapa waktu terakhir, hal-hal menarik yang banyak dibicarakan di media terkait dengan urusan pernikahan. Memiliki daftar kriteria yang panjang dalam meminang jodoh dan ujungnya pun tetap ada hal yang signifikan untuk tidak terpenuhi. Tak jarang setelah menikah, ternyata semua yang terlihat sebelumnya menipu dan akhirnya pernikahan itu bubar. Bubar saja masih mending, apa yang terjadi jika ada masalah yang belum terselesaikan setelahnya?

Bubar ini tentunya tidak diinginkan dan biasanya terjadi karena hal-hal yang tidak terduga sebelumnya. Akan tetapi, terkadang ini juga bisa terjadi karena kriteria yang ditetapkan sendiri ketika mencari jodoh. Kok bisa?

#1: Mencari suami mapan yang bisa menemani dan mendengarkan setiap saat

Hidup memang banyak kebutuhannya. Hidup sederhana sekalipun, makan sederhana, baju secukupnya dan itu pun membeli yang murah meriah, sampai hunian mungil di lokasi yang cukup jauh dan berstatus sewa, tetap saja pengeluaran sebulan tidak kecil. Apalagi jika sudah punya anak, butuh biaya pendidikan yang tidak sedikit.

Nah, wajar saja jika wanita manapun, baik mereka yang berasal dari keluarga biasa dan sudah terbiasa berjibaku dengan realita kehidupan pada umumnya, maupun anggota keluarga crazy rich yang hidup bahagia semasa muda, menginginkan suami yang mapan. Berjuang dari nol sama-sama sampai sejahtera bersama? Butuh waktu dan belum tentu terwujud, sampai di singgasana impian bisa jadi dia malah pergi ke lain hati. Harus jujur, saya pun memahami bahwa perempuan zaman sekarang tentu sudah melek bahwa hidup tidak lagi "makan cinta".

Kemapanan suami ini tidak salah jika kriterianya adalah gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, membeli hunian sederhana, dan mempersiapkan tabungan hari tua. Kamilah para pria yang harus bertanggung jawab dalam mencari nafkah, jika perlu pergi pagi pulang pagi untuk mengais rezeki alias lirik lagu Armada. Hari kerja tak cukup? Akhir pekan pun dikulik dengan berbagai peluang sampingan dijajaki.

Permasalahannya, mapan di sini seringkali lebih dari itu. Khususnya bagi mereka yang memang sudah terbiasa hidup berada, ingin suaminya bisa memenuhi berbagai keinginan yang tidak murah semudah membalik telapak tangan dan berteriak "ini mah murah". Ini juga tidak salah, seharusnya hidup itu kan semakin hari semakin makmur kan? Akan tetapi, mereka yang sukses secara finansial tentu harus bekerja keras baik bekerja secara profesional maupun mengelola bisnis, kecuali jika bisnis yang dimiliki sudah benar-benar besar dan mapan atau memang melanjutkan bisnis keluarga.

Apa yang terjadi jika suami idaman juga harus bisa mendengarkan dan menemani istri setiap saat dia membutuhkannya? Di sinilah masalah muncul ketika bisa saja ada pria yang memenuhi kriteria, tetapi mereka kan tidak banyak. Sangat baik dan bersyukur jika dia masih lajang dan mendapatkan uangnya secara halal, bagaimana jika sebaliknya? Belum lagi saking giatnya bekerja, malah melupakan kesehatan fisik dan mental. Repot juga ya, mengingat nafkahnya tentu dibutuhkan. Akan tetapi jika kelak dirinya sudah tiada, tidak ada artinya meskipun meninggalkan warisan yang banyak.

#2: Mencari suami romantis nan gaul

Bertanggung jawab dan menyayangi keluarga tentu menjadi syarat wajib dalam mencari suami. Selama penjajakan, pacar akan berusaha menunjukkan jati diri terbaik dan ini bisa saja palsu alias kedoknya terbongkar setelah menikah. Jadi, kriteria ini jelas tidak mudah untuk digapai.

Hal yang lebih sulit lagi adalah mencari suami romantis. Kata-katanya semanis madu dan selalu membuat hari-hari so sweet serasa milik berdua, belum lagi kepekaannya untuk berinsiatif memberikan kejutan mulai dari yang kecil di hari-hari biasa sampai yang besar di hari spesial. Tanpa disuruh, dia mengerti dan bisa melakukan apa yang diharapkan.

Dia juga harus gaul agar hidup pernikahan tidak terasa so flat and boring, sesekali menjauhi hal-hal serius dan menciptakan drama-drama kecil yang seru. Jika diajak bertemu teman-teman, dia mudah membaur dan bisa enjoy the show supaya tampil sebagai suami yang cool dan gak malu-maluin. Apalagi kalau layak dipanggil "babang tamvan", kebanggaannya jadi paripurna.

Masalahnya, keromantisan dan kegaulan ini jangan sampai membuat pasak (baca: pengeluaran) menjadi besar dan pastikan bahwa doi hanya berbuat seperti ini kepadamu dan keluarganya. Jika dia memberikan perhatian yang sama royalnya kepada circle di luar keluarga dan tidak bisa mengendalikan diri, hal ini bisa menjadi pintu masuk untuk pihak ketiga dan lama-lama malah melupakan keluarga. Cerita Layangan Putus cukup menjadi kisah Aris dan Kinan saja, jangan tertular kepada kita.

Juga jangan sampai keromantisan, kegaulan, dan keroyalan ini banyak bergantung pada barang-barang sewaan dan pinjaman, lebih ironis lagi jika dia mengakuinya sebagai milik sendiri. Bagaimana kita bisa yakin bahwa dia adalah sosok yang jujur dan apa adanya? Pikir lagi.

Sekalipun ternyata keroyalannya ini bukan menyasar kaum perempuan, tetap saja hal ini bisa membuat kamu kesal karena uang dan waktunya banyak lari kepada mereka yang bukan keluarga. Beberapa pasangan di sekitar saya dengan sifat suami yang agak "ansos" terlihat lebih aman dari risiko yang tadi saya sebut, tetapi perilaku di rumah kan tidak sepenuhnya menjamin perilaku di luar. Lebih baik sih mencari suami yang pas-pas saja, kadar romantis, gaul, sopan, dan bijaksananya, agar dia tidak mudah marah apalagi sampai bermain tangan, tidak lebih besar janjinya daripada perbuatannya, dan bisa menjadi nahkoda sejati keluarga dalam berbagai situasi.

#3: Mencari suami dengan persamaan sebanyak mungkin

Semakin banyak persamaan yang dimiliki, tentunya adaptasi yang dibutuhkan untuk menerima keberadaan pasangan juga berkurang dan kemampuan untuk saling memahami tentu lebih baik. Akan tetapi, ketika perbedaan itu harus muncul, apakah dia cukup signifikan dan perbedaan mana yang harus dijadikan big no untuk menghalangi kelanjutan hubungan atau sebaliknya menjadi pemanis hubungan untuk membentuk keluarga yang komplit?

Hal pertama yang penting untuk diperhatikan adalah, apakah perbedaan itu diperbolehkan secara legal dan tidak menjadi concern baik bagi diri sendiri maupun keluarga. Kedua, apakah hal ini diyakini bisa kalian toleransi ke depannya dan solusi untuk menjadikan kondisinya lebih baik bisa ditemukan sebelum terlambat? Ketiga, kalian perlu memastikan bahwa ke depannya perbedaan ini tidak membuat anak-anak kalian dan keluarga lainnya pusing tujuh keliling.

Misalnya begini, ayah ingin anaknya memiliki sifat lebih bijaksana seperti bapak-bapak dalam segala kondisi dan ibu ingin anaknya cenderung gaul serta ekspresif seperti anak-anak pada umumnya. Contoh lain, ayah ingin anaknya terampil dalam urusan kesenian dan olahraga, sedangkan ibu ingin anaknya memenangkan olimpiade keilmuan. Jika anak sanggup mewujudkan semuanya, bagus. Sebaliknya, stres dia nanti akibat pengasuhan orang tuanya sendiri.

Selain pengasuhan anak, pola perencanaan keuangan dan investasi juga penting. Bayangkan jika satu pihak menyukai investasi rendah risiko dan satunya memilih risiko yang lebih tinggi untuk uang bersama, mereka bisa sering berdebat ketika aset yang mereka beli merugi atau memiliki keuntungan rendah. Kalau keuntungannya tinggi, dua-duanya diam kan? Satu hal jika satu pihak tergolong hemat dan satunya lagi boros, perbedaan ini tidak bisa dibiarkan dan harus berujung pada keluarga yang lebih hemat, kecuali jika uangnya benar-benar berluber.

Tiga kriteria di atas adalah contoh yang umumnya menjerumuskan wanita dalam menjauhkan mereka dari jodoh ideal. Loh kok judul tidak sesuai dengan konten dan terkesan berat pada wanita? Sudah dalam penulisannya ada saja keterlibatan "kamus Jaksel". Silakan jujur di kolom komentar siapa yang merasakannya sampai di sini.

#4: Mencari istri yang mapan atau justru kemampuan menghasilkannya di bawah suami?

Selanjutnya, tarik nafas dan buang kembali. Artikel ini belum selesai dan saatnya arah kita balik. Sebenarnya pria pun rentan menghadapi hal serupa, kecuali mencari wanita mapan yang terdengar aneh karena seharusnya nafkah itu urusan pria. Meskipun demikian, lebih menantangnya kehidupan finansial masa kini pada umumnya membuat pria dan wanita sama-sama bekerja. 

Di sini, pria tidak boleh minder apalagi sampai menolak jodoh jika kelak pasangannya bisa menghasilkan pendapatan lebih darinya dan sebaliknya juga tidak boleh memposisikan diri superior ketika pendapatan istri lebih rendah atau bahkan nihil. Kita sebagai pria memang memiliki posisi sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga, harus siap ketika anak-anak membutuhkan keberadaan ibu mereka sepenuhnya di rumah (dan inilah yang menyebabkan keresahan saya di salah satu artikel sebelumnya).

Akan tetapi, jika ibu bisa turut membantu kehidupan keluarga, kan tidak salah dan ini tidak membuat posisinya menjadi tidak setara dengan suami. Mengurus rumah tangga sudah sulit kan ibu-ibu? Belum lagi memastikan uang bulanan cukup untuk kehidupan sehari-hari meskipun jumlahnya tidak banyak dan belum tentu stabil plus masih banyak lagi pilihan-pilihan yang harus dibuat supaya rumah tetap aman sentosa.

#5: Mencari istri yang siap sedia dengan kejutan

Istri cantik nan gaul juga merupakan idaman para pria, tetapi lebih diharapkan lagi kejutan yang senantiasa tak terduga di rumah. Kejutan di sini adalah perhatian-perhatian kecil dan sudah seperti bisa kita duga, wujudnya adalah masakannya sendiri yang lezat dan sudah siap tersaji ketika suami pulang ke rumah dalam kondisi lelah setelah bekerja.

Akan tetapi, jangankan dia bekerja, mengurus rumah tangga pun bisa jadi melelahkan. Belum lagi sebelum menikah mungkin dia belum bisa memasak sehingga butuh waktu untuk belajar sampai bisa menghidangkan masakan enak nan kreatif. Ya, okelah untuk memaklumi dia dengan tetap melihat kelebihan lainnya. Usaha dia memasak tentu sudah merupakan suatu hal yang layak diapresiasi, tetapi mendapatkan sajian kreatif mungkin lebih sulit.

Mencari pasangan hidup terbaik memang tidak salah untuk perjalanan panjang sehidup semati, tetapi kesempurnaan itu tidak akan pernah tercapai sekalipun terlihat memungkinkan selama penjajakan. Sekalipun kita sudah merasa diri kita cukup baik dan layak mendapatkan yang terbaik, menaruh ekspektasi yang wajar terhadap calon pasangan hidup itu penting.

Harapan berlebihan hanya akan menimbulkan kekecewaan di kemudian hari, apalagi jika semua kebaikan yang muncul sebelumnya hanya sebatas fatamorgana alias sesungguhnya tidak ada. Jangan sampai hari bahagia itu malah berujung pada ketukan palu di meja hijau karena ketidakcocokan apalagi nantinya ada anak-anak yang menjadi korban.

Bagi kalian yang sudah mantap mau menikah, semoga pernikahan kalian bahagia dan langgeng sampai maut memisahkan. Bagi kalian yang berada dalam tahap penjajakan, manfaatkan waktu dengan baik untuk memahami calon pasangan dan pikirkan baik-baik. Yang masih mencari? Sabar karena jodoh itu tidak ke mana, tetapi ya tetap harus berusaha mencari. Mencari sambil mengembangkan diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun