Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Ingin Punya Nissan LEAF atau Sembarang Mobil Elektrik di Garasi? Pertimbangkan Hal-Hal Berikut!

26 Agustus 2021   09:56 Diperbarui: 26 Agustus 2021   10:00 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mantan mobil elektrik terlaris di dunia kini datang resmi ke Indonesia untuk dijual. Produsennya juga tak main-main, sampai saat ini telah berpartisipasi selama tiga musim di balap mobil elektrik FIA Formula E dan pencapaian tertingginya adalah runner-up. Apakah Anda tertarik membelinya?

Mengusung konsep hatchback dengan kursi dua baris, mobil ini dijual dengan harga Rp649 juta untuk varian warna one-tone dan Rp651 juta untuk varian warna two-tone. Uang sebesar itu sudah cukup untuk membawa pulang sebuah SUV kelas menengah-atas, misalnya Toyota Fortuner. 

Dibandingkan terhadap sesama hatchback, harganya berada di antara Honda Civic Hatchback dan Mercedes-Benz A200. Di pasar mobil elektrik, pesaing terdekatnya adalah Hyundai Ioniq yang mengusung konsep sedikit berbeda yaitu liftback.

Nissan X-Trail versi hatchback yang tampil elegan nan gagah

Mari kita bahas yang terlihat dulu, dimulai dari desain eksterior. Tampak depan mirip Nissan X-Trail, tampak samping mirip Toyota Yaris, tampak belakang mirip Honda Jazz. Bannya sudah menggunakan ukuran R17 215/50, mendukung tampilan yang elegan nan gagah. Sebagai informasi, Hyundai Ioniq sebagai pesaing masih menggunakan ban R16. 

Varian warna yang paling menarik bagi saya adalah white pearl with black roof, cocok bagi pria dan wanita. Namanya juga mobil mahal, headlamp sudah menggunakan lampu LED, lampu kabut tidak ketinggalan, dan wiper belakang ada pastinya.

Interior juga oke, tapi sedikit kalah dari Hyundai Ioniq

Masuk ke dalam mobil, jok sudah dilapisi oleh kulit berwarna hitam dan Anda tidak perlu pusing untuk melapisinya lagi. Terdapat sistem hiburan di dasbor tengah dengan layar berukuran 8 inch yang bisa terhubung dengan Bluetooth, Apple CarPlay, dan Android Auto. 

Layar ini juga digunakan untuk menunjang fitur Intelligent Around View Monitor (IAVM) alias kamera yang bisa melihat kondisi sekitar mobil, bukan hanya kamera parkir mundur seperti milik Hyundai Ioniq. 

Oh iya, sistem hiburan ini bisa dikendalikan melalui tombol di gagang setir ya, suatu fitur yang sebenarnya tidak istimewa untuk mobil semahal ini. 

Sayang, saya tidak mendengar adanya fitur ventilated seats seperti milik Hyundai Ioniq hadir di Nissan LEAF untuk mendinginkan atau menghangatkan kursi baris depan, sangat berguna padahal untuk memastikan pengemudi nyaman berkendara.

Bagasi mobil ini tergolong lega. Berdasarkan ulasan AutoExpress dari Inggris dan juga klaim Nissan, LEAF memiliki kapasitas bagasi hingga 435 liter dan masih bisa ditambah dengan melipat dua kursi belakang. Kapasitas ini sedikit kalah dari Hyundai Ioniq dengan 443 liter dan Honda HR-V dengan 453 liter, sama-sama diukur dengan posisi tanpa melipat kursi belakang.

Beralih ke dapur pacu, Nissan LEAF dibekali dengan motor elektrik bertenaga 110 kW atau setara 150 PS dengan torsi maksimum di 320 Nm. Ini unggul sekitar sepuluh persen dibandingkan Hyundai Ioniq dan Hyundai Kona, di mana motor elektrik keduanya menghasilkan tenaga 100kW (setara 136 PS) dengan torsi maksimum di 295 Nm. 

Dengan baterai berkapasitas 40 kWh, dia bisa diajak berlari hingga 311 km menurut hasil tes NEDC. Kekalahan sekitar lima belas persen dari Hyundai Ioniq yang bisa melaju hingga 373 km berbekal baterai berkapasitas 38.2 kWh sepertinya memang dipengaruhi oleh tenaga Leaf yang lebih besar.

LEAF ini bisa dikendarai hanya dengan satu pedal dengan fitur e-Pedal, ditekan untuk ngegas dan dilepas untuk mengurangi kecepatan, serasa bermain game saja ya. Di jalan raya Jakarta dalam kondisi normal yang hampir seluruh waktunya saya tidak bisa ngebut, saya benar-benar cukup mengandalkan satu pedal saja. 

Akan tetapi, melihat tenaga setara mobil bensin tanpa turbo berkapasitas mesin 1800 sampai 2000 cc, konsep mobil hatchback, dan jarak tempuhnya yang kira-kira hanya setara Serpong-Slawi, saya kok jadi sedih ya?

Mobil ini jelas tidak cocok bagi rekan-rekan kerja saya yang memiliki hobi travelling dengan menyetir mobil nonstop dari Serpong ke Banyuwangi untuk menyeberang ke Pulau Bali. Bahkan, mobil ini pun secara matematis tidak survive untuk diajak bepergian pulang hari dari Serpong ke Bandung dan kembali lagi ke Serpong. 

Kesedihan ini terjadi karena mengisi baterai mobil ini dari kosong sampai penuh membutuhkan waktu enam jam dengan charger berdaya 6600 W atau dua belas jam dengan charger berdaya 3600 W. Kalau diajak bertempur ke luar kota, jangan bicara SPKLU dulu karena belum banyak keberadaannya.

Fitur keamanan yang berlimpah dan bermanfaat

Sisanya, kita akan melihat fitur keselamatan mobil yang bagus-bagus. Pengereman yang didukung dengan ABS, EBD, dan BA, sabuk pengaman dengan pretensioner dan load limiter, vehicle dynamic control, hill start assist, enam SRS airbags, forward collision warning untuk memberitahu pengemudi akan risiko tabrakan jika mobil di depan mendadak mengurangi kecepatan atau mundur.  

Bahkan dilengkapi juga dengan forward emergency braking yang bisa mengerem secara otomatis sangat bagus untuk mengurangi risiko kecelakaan dan dampaknya ke pengemudi serta penumpang jika kecelakaan tetap harus terjadi. 

Dipadu dengan bodi yang kokoh pula, tidak mengherankan jika Nissan LEAF berhasil meraih bintang lima menurut hasil pengujian Euro NCAP menghadapi kecelakaan.

Beli mobil ini atau tinggalkan?

Pertanyaan ini mungkin lebih layak diajukan kepada mereka yang memang mampu membeli mobil berharga Rp600 jutaan. Kapasitas lima penumpangnya tidak terlihat menarik, tetapi penawaran gratis biaya perawatan hingga lima tahun atau 70.000 km (mana yang tercapai lebih awal) sekilas menarik. 

Akan tetapi, mengutip catatan Otodriver tahun lalu, Honda Civic Hatchback hanya menghabiskan biaya sekitar Rp7,5 jutaan untuk perawatan hingga 70.000 km. Selisih harga Civic dan LEAF itu sekitar Rp130 jutaan, Rp7,5 jutaan tentu belum signifikan.

Menurut catatan AutoFun, konsumsi bahan bakar Honda Civic Hatchback berkisar antara 10 sampai 17 kilometer per liter. Asumsi terburuknya yang kita ambil dan kita beri minum keluarga Pertamax yang harganya sekitar sepuluh ribu Rupiah per liter, itu berarti biaya bahan bakar adalah seribu per kilometer. 

Nah, Nissan LEAF membutuhkan daya listrik sebesar 40 kWh untuk menempuh jarak hingga 311 kilometer. Mengasumsikan tarif dasar listrik Rp1.500 per kWh, per kilometernya kita cukup mengeluarkan dua ratus perak saja. Sayangnya, selisih ini baru berarti jika kita menempuh jarak lebih dari enam ratus ribu kilometer selama menggunakan mobil ini.

Perlu dicatat lagi bahwa tidak hanya cukup uang yang dimiliki untuk memboyong pulang mobil ini. Menggunakan portable charger berdaya 3600 W-nya saja, Anda membutuhkan daya listrik rumah paling tidak 5500 W. 

Mau menggunakan home charger berdaya 6600 W? Menurut hasil penelusuran saya di situs PLN, paling tidak kita naik daya ke 10600 W. Tambah dayanya saja bisa mengeluarkan biaya hingga Rp10 juta, luar biasa. Kecuali, Anda membeli rumah baru dengan harga belasan milyar ke atas, mungkin tidak perlu tambah daya lagi.

Ups, Anda lupa. Mobil listrik dibebaskan dari aturan ganjil-genap di Jakarta. Selama penggunanya hanya beraktivitas di dalam kota, mobil ini sudah cukup untuk memanjakan penumpangnya akan kenyamanan dan tidak membutuhkan dua mobil berbeda di garasi. Uang setara satu LEAF hanya cukup untuk memboyong pulang dua Honda Jazz atau Toyota Yaris baru yang tentu kelasnya berbeda.

Mobil pecinta lingkungan? Siapkah kita untuk mobil seperti ini?

Saya jadi ingat karya tulis yang tahun lalu dilombakan di ARECA dan menjadi salah satu juara. Saat itu, saya mengadakan studi literatur untuk menilai apakah mobil listrik benar-benar menjanjikan untuk lingkungan dan siap untuk digunakan di negara kita, khususnya Jakarta.

Emisi karbon mobil listrik memang lebih rendah dari mobil berbahan bakar bensin atau solar. Akan tetapi, kalau kita masih banyak mengandalkan pembangkit listrik berbasis bahan bakar fosil, ya sama saja bohong. Karbonnya terbentuk ketika listrik dihasilkan, hanya pindah penghasil.

Beberapa referensi menyebutkan mobil listrik memiliki risiko lebih rendah untuk terbakar. Itu mungkin terjadi di luar negeri dengan suhu udara yang lebih adem, bagaimana dengan suhu udara di negeri ini yang panas dan apalagi mobilnya diparkir outdoor di bawah sinar matahari tengah hari yang terik? 

Belum lagi, sekalinya terbakar mobil ini bisa membutuhkan waktu jauh lebih lama untuk dipadamkan dan api bisa kembali menyala beberapa hari setelah padam total berdasarkan pengalaman dari dua kasus di Amerika Serikat pada pertengahan 2018.

Karena menggunakan daya besar, pemilik rumah harus memastikan bahwa sistem kelistrikannya aman dan tempat mengecas aman dari panas, hujan, gigitan tikus, serta masih banyak lagi. Mengecas mobil juga sebaiknya tidak sambil ditinggal tidur untuk mencegah pengguna tidak mengetahui masalah pengecasan dan tidak segera bertindak. 

Ini sih sulit, kalau saya pulang ke rumah jam delapan malam dan mengecas dengan charger 6600 W baru selesai jam dua pagi, pasti tertinggal tidur. Jika menggunakan charger 3600 W, baterai baru penuh kembali di jam delapan pagi dan saya sudah terlambat beraktivitas.

Solusinya ada dua. Pertama, jika jarak dari rumah ke tempat beraktivitas membuat saya cukup mengisi baterai mobil seminggu sekali, saya akan mengisinya di hari libur. Kedua, jika saya kepepet waktu, saya akan mengandalkan SPKLU, SPBU ala mobil listrik yang sekarang ketersediaannya masih terbatas. Nissan LEAF bisa menikmati daya hingga 50 kW, alias bisa memanfaatkan SPKLU medium charging dan fast charging. 

Akan tetapi, waktu mengecas pun tetap lama, satu jam di SPKLU versus mobil bahan bakar fosil yang hanya butuh waktu beberapa menit. Nissan LEAF tidak bisa menikmati ultra fast charging berdaya 150 kW, kalah dari mobil-mobil besutan Tesla yang memang lebih mahal.

Terakhir, mobil dengan ground clearance 15 cm ini kurang tangguh untuk menghadapi banjir. Beberapa referensi menyarankan mobil listrik hanya melahap genangan air dengan tinggi maksimum 20 cm dan kecepatan kurang dari 5 km per jam. Sayangnya, pengguna mobil di Indonesia, sekalipun hatchback, masih butuh mobil yang bisa melibas genangan hingga ketinggian 50 cm dengan kecepatan 10 km per jam.

Itulah ulasan saya mengenai Nissan LEAF, mobil listrik baru dari produsen asal Jepang yang pernah menjadi runner-up ajang balap mobil listrik yang seharusnya datang ke Jakarta tahun lalu kalau tidak ada pandemi COVID-19. 

Performanya menjanjikan, bebas ganjil-genap itu menarik, fitur keamanannya lengkap, dan elegan juga mobilnya, itu poin positif yang saya tangkap. Akan tetapi, sisi minus dari posisinya sebagai mobil listrik itu yang membuat kita harus pikir-pikir ulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun