Kisah menyedihkan berjualan online
Demi modal rendah dan harga kompetitif, persediaan barang dibeli secara grosir. Etalase dibuka di berbagai platform e-commerce dan promosi dilakukan melalui media sosial, bukan iklan di aplikasi. Paket data dipilih dengan harga murah dan kuota besar. Ribuan peminat melihat produk per bulannya dan pertanyaan mereka pun direspon dengan cepat, tetapi belum tentu ada penjualan setiap bulannya.
Pesanan dikirim dengan berjalan kaki ke gerai logistik segera setelah pembeli membayarnya. Alih-alih menghemat biaya transportasi, kaki malah singgah di tempat jajanan dengan harga yang lebih mahal. Belum lagi, risiko masuk angin dan jatuh sakit jika terpapar angin kencang dan hujan deras selama berada dalam perjalanan. Penilaian terbaik memang didapat, tetapi tidak dengan pendapatan. Stok berakhir kadaluarsa dan bisnis tidak dilanjutkan.
Tetap berusaha menghemat pengeluaran dan memeroleh pendapatan
Cukup mengajukan permintaan melalui mobile apps atau call center, sprinter akan datang ke lokasi dengan membawa timbangan portabel dan resi. Jam kerja mereka terbilang panjang, rekor terpagi paket saya pernah dijemput sebelum jam tujuh pagi dan rekor termalam paket saya pernah dijemput sekitar jam sebelas malam.
Hal ini menguntungkan bagi mereka yang berjualan sendirian tanpa pegawai atau sambil melakukan pekerjaan lain karena mereka tidak perlu menghentikan kegiatan demi ke gerai logistik dan tinggal duduk manis menunggu penjemputan. Hemat waktu, hemat tenaga, hemat biaya.
Ketika pembeli hendak melakukan retur, mereka juga tidak dirugikan karena harus menalangi apalagi menanggung biaya pengiriman karena adanya fitur cashless ini.
Seiring berjalannya waktu, fitur bisa dinikmati tanpa perlu mencetak kode QR, cukup menulis nomor resi yang telah ditetapkan oleh sistem pada kemasan paket. Bayangkan jika pembeli harus menanggung biaya retur, sudah barang tak sesuai, rugi waktu, rugi biaya pula.