Aku bahagia jadi anak ibu kota. Airnya begitu segar, bersih, dan tidak berbau. Mandi adalah kegiatan yang menyenangkan dan menyegarkan bagiku. Semua itu kudapatkan dengan mudah tanpa perlu menimba dari sumur seperti di kampung halamanku dan tarifnya pun terjangkau.
Ya, paragraf tadi benar, tetapi ketika saya masih kecil. Seiring bertambahnya penduduk, memburuknya kebersihan sungai, dan berkurangnya curah hujan, dibutuhkan banyak zat kimia untuk menjernihkan air Jakarta sebelum akhirnya kita mengalami krisis air bersih. Tarif mahal, pasokan terbatas, dan kekayaan tak mampu membelinya.
Dari tiga belas sungai di Jakarta, hanya ada dua sungai yang bisa digunakan sebagai bahan baku air PAM, yaitu Kali Krukut dan Cengkareng Drain. Itu pun, kualitas airnya semakin hari semakin buruk. Kontaminasi pencemar seperti sampah rumah tangga dan deterjen serta intrusi air laut membuat defisit air bersih terus bertambah.
Hunian baru di Jakarta kini tak terlayani oleh PAM. Sekalipun mewah nan mahal, pilihan terbatas pada air sumur dan hasil pengolahan water treatment plant (WTP). Harganya lebih mahal, kualitas airnya lebih buruk, dan ketersediaannya terbatas.
Meskipun air sumur terlihat gratis, kualitasnya kurang layak. Terlebih lagi di musim hujan, penggunanya mengeluhkan air berwarna kuning nan asam. Di musim kemarau, airnya terasa asin karena pengaruh intrusi air laut.
Air WTP tak kalah parah, tidak bening, licin, berbau, dan asam. Tak jarang penggunanya terkena penyakit kulit karenanya. Ketersediaannya pun terbatas, bahkan salah satu perumahan mewah dengan tegas meminta warganya untuk menghemat air karena hanya dipasok dua kali sehari.Â
Untuk kualitas yang buruk, mereka memberikan diskon kepada penghuni. Jika air tersebut benar-benar tiada, warga harus membeli air bersih dari truk pengangkut yang harganya cukup mahal.
Dalam kondisi ini, warga Jakarta diharapkan mencari sumber air baru untuk hal-hal yang tidak terlalu penting. Caranya, menabung air hujan. Tentu tidak digunakan secara langsung, tetapi melalui proses pengolahan terlebih dahulu.
Cara menabung dan menggunakan air hujan yang salah
Pertama, jangan meletakkan ember atau baskom di depan rumah untuk menabung air hujan. Selain kapasitasnya sedikit, kita sudah harus bersiap sebelum hujan atau kehujanan. Mengingat airnya tak langsung digunakan, kita akan kepusingan di mana menyimpannya atau air tersebut menjadi sarang baru bagi nyamuk. Nyamuk berarti sumber masalah baru, termasuk penyakit demam berdarah dengue dan malaria.
Satu hal yang perlu diingat, sekalipun untuk menyiram tanaman atau menjadi habitat hewan air, jangan pernah menggunakan air hujan secara langsung. Kadar polusi, keasaman, dan logam beratnya mampu memengaruhi kesehatan mereka, bahkan mungkin mengakibatkan kematian jika tak mampu beradaptasi.
Cara menabung dan menggunakan air hujan bagi pengguna air PAM atau WTP
Penghuni rumah dengan air PAM atau WTP disarankan untuk menggunakan tandon khusus demi memaksimalkan air yang tertampung. Selanjutnya, penyaringan dengan pasir silika, ampas kopi, dan nanopori cangkang telur bebek dilakukan untuk menjernihkan air dan menurunkan kadar logam berat serta tingkat keasaman.Â
Hasil saringan disimpan dalam penampungan tersendiri dan tidak terhubung dengan sistem pengairan utama. Ketika pasokan air terbatas, tabungan ini bisa langsung digunakan atau dipanaskan hingga mendidih untuk membunuh bakteri di dalamnya, tergantung tujuan penggunaannya.
Cara menabung dan menggunakan air hujan bagi pengguna air sumur
Penghuni rumah dengan air sumur tidak memerlukan penampungan khusus untuk menabung air hujan. Lubang biopori dibuat dengan menggali lubang yang diisi sampah organik untuk mengundang organisme penyubur tanah. Selain itu, dibuat pula sumur infiltrasi sebagai penunjang. Dengan demikian, tanah menjadi lebih subur dan air tanah lebih banyak serta kaya mineral. Sistem penyaringan tersendiri tidak dibutuhkan, cukup menggunakan apa yang sudah ada.
Menyesuaikan pengolahan air terhadap pemanfaatannya
Jika digunakan untuk kepentingan yang tidak berkaitan dengan makan, mandi, rumah, dan pakaian, air yang sudah disaring bisa langsung digunakan. Misalnya, menyiram tanaman, memandikan hewan peliharaan, mencuci mobil, atau membersihkan kakus setelah buang air, bisa dilakukan tanpa terlebih dulu memanaskan airnya. Akan tetapi, jika air tersebut digunakan untuk mandi, memasak, mencuci alat dan bahan makan, sudah seharusnya air dipanaskan terlebih dulu agar steril.Â
Dengan demikian, saya juga tidak menyarankan olahan air hujan menjadi air minum karena minim mineral. Untuk mandi, kita disarankan memakai sabun antiseptik. Untuk minum, kita disarankan melakukan penyaringan dua kali sebelum memanaskan air. Intinya, kita meminimalkan risiko negatif dari penggunaan air hujan untuk kehidupan sehari-hari.
Menabung air hujan sangatlah penting. Kita hanya memerlukan sumber air bersih utama dan mengeluarkan biaya untuk hal-hal penting, juga memiliki cadangan air ketika pasokannya tiada. Memang awalnya terlihat lebih mahal, tetapi sesungguhnya ini semua adalah investasi jangka panjang untuk menyayangi alam dan menjaga kelangsungan hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H