Keuntungan yang dulunya banyak diinvestasikan lagi di dalam negeri atau dibagikan sebagai dividen kepada investor dalam negeri kini pergi ke Perancis tempat induk Michelin berada. Michelin hanya akan bertumbuh semakin besar dan kita yang di masa depan mungkin meneteskan air mata. Mahal atau murah akuisisinya, yang jelas kita sudah merelakan salah satu produsen ban lokal terbesar jatuh ke tangan asing. Itu saja.
Salah siapa? Bukan salah MASA, bukan salah Pieter Tanuri, bukan salah Indomobil, bukan salah Michelin, tetapi salah kita semua sebagai bangsa Indonesia. Bukan hanya MASA, perbankan kita, dunia perasuransian kita, bahkan tambang emas di Papua dengan nilai yang jauh lebih besar pun sudah kita biarkan terlebih dahulu jatuh ke penguasaan asing.
Next time, jangan biarkan hal seperti ini terjadi lagi dengan mudah dan murahnya. Perketat regulasi mengenai penguasaan saham maksimum atau berlakukan aturan persentase premium minimum terhadap harga pasar untuk akuisisi oleh pihak asing.
Intensifkan penggalakan program Yuk Nabung Saham sehingga investor dalam negeri memperbesar kepemilikan saham atas emiten prospektif dan mencegah mudahnya pihak asing menguasainya melalui pemegang saham mayoritas. NKRI harga mati, mari bawa negara kita menuju Indonesia maju dan berdaulat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H