Kemiskinan adalah salah satu masalah utama dalam bidang sosial ekonomi di seluruh dunia. Ketidakseimbangan distribusi pendapatan menimbulkan jurang besar dengan korbannya adalah mereka yang masuk kelompok di bawah sejahtera, baik karena faktor keterpaksaan dalam keadaan maupun kesalahan pengelolaan diri.Â
Kondisi kemiskinan ini menimbulkan permasalahan yang kompleks di berbagai bidang dan tidak hanya merusak prestasi negara secara statistik, tetapi juga melahirkan risiko-risiko baru seperti di antaranya tindak pidana kejahatan.Â
Menyelesaikannya pun tak mudah karena kemiskinan ini telah membentuk lingkaran setan yang membuat korbannya sulit keluar tanpa campur tangan pihak lain. Permasalahannya, siapa yang harus membantu di sini?
Pihak yang bisa mengucurkan bantuan secara kontinu dengan jumlah uang yang cukup besar sekaligus mengupayakan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) kepada penerima yang tepat sasaran tentulah Pemerintah karena ketersediaan dana dan data yang mumpuni.Â
Bantuan ini tidak boleh terbatas pada kucuran dana tunai karena kurang mencerdaskan dan bagi kelompok tertentu, hal ini justru memanjakan mereka untuk hidup tidak mandiri dan menengadahkan tangan.Â
Setelah program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang kurang sukses, Pemerintah mengadakan Program Keluarga Harapan (PKH) dengan sistem bantuan tunai bersyarat alias conditional cash transfer kepada para Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang sudah ditetapkan oleh Direktorat Jaminan Sosial Keluarga Kemensos. Skema ini disebut Bank Dunia paling efektif dalam mengurangi kemiskinan dan kesenjangan, juga menurunkan koefisien gini.
PKH sendiri dimulai sejak tahun 2007 oleh pemerintahan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dan implementasinya terus berlanjut hingga saat ini di bawah kepemimpinan Bapak Joko Widodo.Â
Per Oktober 2018 (tahap 4 tahun 2018), jumlah keluarga penerima manfaat (KPM) mencapai 10.000.232 keluarga dengan anggaran sebesar Rp19 triliun selama setahun penuh. Bantuan ini akan dibayarkan tiga bulan sekali melalui kantor pos terdekat atau transfer perbankan kepada perwakilan keluarga yaitu ibu yang mengurus anak dalam keluarga. Bagaimana perjalanan program PKH sebenarnya, apa yang patut diunggulkan dan apa yang harus diperbaiki? Simak ulasannya berikut ini.
- Pemberlakuan skema non-flat untuk besaran dana bantuan
Mulai tahun 2019 ini, uang yang diberikan kepada para KPM akan disesuaikan terhadap beban yang ditanggung dengan maksimum besaran yang diperoleh di kisaran Rp10 jutaan per tahun.
 Penyalurannya memerhatikan tujuh komponen dengan setiap KPM paling banyak memeroleh empat komponen saja, yaitu ibu hamil, balita, siswa SD, siswa SMP, siswa SMA, kelompok lansia, dan penyandang disabilitas.Â
Rinciannya, ada bantuan tetap senilai Rp550 ribu per keluarga per tahun, bantuan tetap KPM di daerah sulit (disebut juga PKH AKSES) yaitu Rp1 juta per keluarga per tahun, tambahan untuk ibu hamil, balita, penyandang disabilitas, dan lansia masing-masing Rp2,4 juta per tahun, anak SD sebesar Rp900 ribu per tahun, anak SMP sebesar Rp1,5 juta per tahun, dan anak SMA sebesar Rp2 juta per tahun.
Alih-alih memberlakukan jumlah komponen maksimum secara keseluruhan, saya lebih tertarik untuk memberlakukan pembatasan terhadap setiap komponen secara individual.
- Seleksi ketat dan pemantauan kepada penerima PKH
Ada lima tahapan dimulai dari penetapan lokasi sampai penetapan peserta PKH yang melibatkan beberapa pihak, termasuk di antaranya Direktorat Jaminan Sosial Keluarga, PPKH Kabupaten/Kota, pendamping setempat, dan penyelenggara pemerintah setempat (misalnya kepala desa).Â
Tidak hanya menjadwalkan pertemuan langsung dengan para KPM dan calon KPM, pemantauan tak terjadwal yang sifatnya tidak diketahui dan hearing dari pihak ketiga haruslah dilakukan sehingga tidak memungkinkan manipulasi keadaan. Bagaimana dengan keluarga perantau yang datanya belum terjangkau oleh Direktorat JSK?Â
Saya mengusulkan adanya penerimaan laporan dari masyarakat terhadap sesamanya yang dinilai layak menerima bantuan PKH, tidak sekadar mengandalkan basis data milik Pemerintah.
- Pengembangan diri para anggota KPM
Penerima bantuan PKH tidak hidup enak-enak begitu saja karena mereka sendiri memiliki kewajiban untuk mengembangkan diri melalui serangkaian hak untuk mengakses fasilitas dasar seperti pelayanan pendidikan dan kesehatan.Â
Ibu hamil memiliki hak dan kewajiban untuk memeriksakan kehamilannya secara teratur dan melahirkan di fasilitas kesehatan, anak balita memiliki hak dan kewajiban untuk diperiksakan kesehatannya, diukur pertumbuhan dan perkembangannya, serta mendapatkan ASI eksklusif, imunisasi, dan vitamin, anak usia sekolah wajib hadir minimal 85%, penyandang disabilitas memeroleh layanan home care, dan lansia mengikuti kegiatan sosial di lingkungannya. Belum lagi, setiap bulannya pendamping PKH akan mengumpulkan para KPM dalam sesi pengembangan keluarga yaitu Family Development Session (FDS).
 Hal ini dilakukan untuk memotivasi anak-anak dalam menemukan minat dan bakat terbaik yang akan terus diasah dan pada akhirnya membawa mereka keluar dari kemiskinan, bukan sekadar memenuhi jumlah kehadiran di kelas.Â
Ketika anak-anak dari keluarga sejahtera saja membutuhkan usaha keras untuk bisa berhasil, bukannya merendahkan, apalagi dengan anak-anak keluarga penerima bantuan PKH, harus lebih keras lagi dan mencetak prestasi yang memukau.Â
Agar prestasi ini bisa terus bertambah dan naik ke taraf yang lebih tinggi, perlu bantuan tambahan untuk mengakses sumber daya yang lebih baik dan pada akhirnya bisa membanggakan keluarga, daerah, serta bangsa dan negara.
Misalnya saja, juara lomba sains tingkat kota dari kelompok KPM perlu diberikan uang tambahan untuk membeli buku latihan dan mencari referensi sehingga bisa kompetitif di tingkat provinsi dan nasional melawan anak-anak sejahtera.
- Pelaporan penggunaan dana bantuan
Program PKH ini benar-benar diperuntukkan kepada program pendidikan, kesehatan, dan peningkatan gizi. Jadi, bukan untuk membeli rokok dan barang-barang lain yang tidak diperlukan atau bahkan bertentangan dengan misi PKH itu sendiri, di kasus ini Pemerintah berhak menghentikan kucuran dana bantuan kepada pelaku penggunaan uang yang tak sesuai ini.Â
Jadi, saya sangat ingin Pemerintah mewajibkan pelaporan keuangan yang dituliskan secara mandiri oleh perwakilan keluarga terkait penggunaan dana bantuan untuk selanjutnya divalidasi dan dievaluasi oleh pendamping setempat sekaligus menerima laporan dari masyarakat ketika menemukan penyelewengan oleh penerima KPM.Â
Sudah terima bantuan, saya minta tolong supaya tidak dibelikan rokok dan mie instan. Hal ini mengajarkan penerima KPH untuk bertanggung jawab, bisa mengelola keuangan secara sederhana, serta memperlancar kompetensi membaca, menulis dan menghitung sehingga cukup terpelajar ketika sejahtera nanti.
- Statistik keberhasilan dan misi PKH ke depan
Berdasarkan data Bank Dunia pada 2012 dan 2015 serta National Bureau of Economic Research (NBER) pada 2018, stunting berkurang sekitar 23 hingga 27 persen dan masalah stunting parah berkurang sekitar 56 hingga 62 persen. P
ersentase kemiskinan juga turun dari tahun 2007 sebesar 16,58% ke 9,82% pada Maret 2018, harapannya pada 2019 ini bisa turun lagi untuk mencapai target RPJMN 2015-2019 sebesar 7 hingga 8 persen atau bahkan di bawahnya lagi.Â
Rasio kesenjangan turun, indeks pembangunan manusia (IPM) meningkat, dan konsumsi rumah tangga penerima manfaat meningkat sebesar 4,8%. Ke depannya, Indonesia harus bisa menjadi negara yang maju dengan generasi penerus yang cerdas, sehat, sejahtera, dan kompetitif di kancah internasional.Â
Untuk itu, kita harus doakan supaya ke depannya kesuksesan PKH semakin baik dalam memberikan "kail", bukan memanjakan keluarga miskin dengan "ikan". Rantai kemiskinan harus kita putuskan dengan cara yang tepat untuk membentuk keluarga-keluarga mandiri di seluruh Nusantara. Mungkin? Ya.
Dari sisi finansial, lihat saja sudah berapa banyak keluarga yang melakukan graduasi dari program PKH. Misalnya saja, Ibu Heltini dari Bangka Belitung yang berhasil graduasi setelah kurang lebih dua tahun menjadi KPM melalui usaha baksonya sekaligus merenovasi rumah dan kini memeroleh keuntungan bersih harian yang cukup besar.Â
Ada lagi Ibu Ruslaini dari Aceh yang berhasil graduasi dan menjadi pengusaha fashion setelah kurang lebih lima tahun menerima bantuan PKH dengan memulai usahanya dari penjahit keliling bermodal dana bantuan.Â
Siapa lagi yang akan menyusul? Satu lagi, saya berharap lebih banyak lagi mereka yang sudah graduasi mau memberikan bantuan finansial kepada mereka yang belum tersentuh PKH dan/atau mampu berbagi pengalaman serta tips kepada keluarga yang masih belum graduasi sehingga bisa sukses bersama.
- Portal PKH Kemensos
- Kompas.com
- TribunNews
- Republika
- Pikiran Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H