Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Preview Samsung Exynos 7904, Chipset yang Digunakan oleh Samsung Galaxy M20 Terbaru

10 Februari 2019   16:46 Diperbarui: 10 Februari 2019   17:19 2650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini sebenarnya pada mulanya saya ajukan ke Mojok.co untuk dimuat di rubrik Konter mereka, tetapi tidak naik tayang karena bersinggungan dengan konten dari penulis lain. 

Baiklah, karena chipset ini digunakan di Samsung Galaxy M20 yang sedang menjalani masa preorder dan mungkin produk Samsung berikutnya yang meluncur dalam waktu dekat, saya berikan previewnya kepada Kompasianers dan selamat membaca. 

Di sini saya mengambil posisi netral dan kebetulan saya juga seorang pengguna aktif ponsel Samsung Galaxy, jadi keputusan tetap di tangan Anda dan disclaimer berlaku.

***

Setelah HTC, LG, dan Sony terkena imbasnya secara signifikan, kini salah satu pionir dan pemimpin pasar smartphone Android asal Negeri Ginseng alias Samsung mulai turun pamor juga.

Lambatnya adaptasi dan inovasi di tengah kemajuan teknologi serta tingginya harga perangkat terhadap saingan dengan spesifikasi setara membuat mereka yang bukan kaum fanboy beralih. 

Samsung pun merespon dengan berusaha menciptakan produk dan komponen yang tepat terkhusus untuk melawan Redmi di kategori midranger termasuk di antaranya adalah SoC Exynos 7904. Sayangnya, saya justru membacanya bukan sebagai usaha dan justru main-main, mengapa demikian?

Xiaomi belum lama ini memisahkan Redmi sebagai subbrand menyusul langkah Oppo dengan Realme. Bersama ASUS, mereka bertiga kompak menyediakan produk smartphone gaming berspesifikasi lumayan dengan kamera memukau dan harga terjangkau di kisaran Rp 2-3 jutaan, kategori di mana Samsung mulai kehilangan para pelanggannya.

 Digempur layar kekinian ala waterdrop notch, dual camera, dan Snapdragon 660, Samsung terpaksa ikutan tren poni tersebut dan merespon melalui produk baru seri A dan M, termasuk di antaranya komponen yang dipersiapkan berupa SoC Exynos 7904 terbaru khususnya menghadapi persaingan ketat di Negeri Sharukh Khan. Sayangnya, spesifikasi yang diusung sama sekali tak mampu bersaing.

Fokus di bidang kamera dan video

Ketika saingannya masih menggunakan dua kamera, Samsung bersiap menantang dengan tiga kamera belakang seperti pada Samsung Galaxy A7 (2018) sehingga ISP yang digunakan di sini memberikan native support untuk itu bersama dengan dukungan resolusi hingga 32MP jika hanya dengan satu kamera belakang. 

Resolusi 32MP? Jika kameranya bagus, 12MP sudah sangat cukup dan tidak pecah sekalipun dicetak, tetap menawan. Bagaimana dengan tiga kamera? Eksperimen saya dengan A7 memang memberikan hasil yang baik untuk semua mode dan lensa di mana foto yang dihasilkan tidak pecah sekalipun di-zoom sampai 2,1 kali, lebih unggul dibandingkan Realme 2 Pro dengan capaian 1,8 kali. 

Akan tetapi, saya tidak memandang hal ini penting untuk konsumen kita yang sebagian besar awam soal pengaturan kamera dan lebih menggunakannya untuk foto pemandangan, selfie, serta catatan dan dokumen. Jika butuh hasil yang lebih bagus, Alfonso dan Ferguso pun tahu jawaranya tentu saja kamera mirrorless atau DSLR. 

Satu lagi, Samsung dengan skuad R&D-nya yang besar itu sepertinya lupa bahwa kamera banyak belum tentu menjamin kualitas. Lawan mereka, Google Pixel 3 dan Apple iPhone XR, sanggup meraih skor di atas 100 dari DXOMark dan teruji di penggunaan sehari-hari berhasil melibas ponsel berkamera ganda bahkan lebih, termasuk di antaranya Galaxy A9 (2018) dengan empat kamera tetapi hasilnya justru mengecewakan. Belajar, Sung.

Tak sampai di situ, Samsung pun membekali SoC-nya ini dengan dukungan untuk merekam dan memutar video beresolusi FHD hingga 120 fps dan UHD hingga 30 fps. 

Hal ini harus dilakukan Samsung untuk mengimbangi performa lawannya, tetapi saya rasa tidak terlalu diperlukan oleh pengguna. Untuk menonton offline, layar komputer dan televisi sebagian besar masih mentok di FHD, sedangkan untuk streaming masih mentok di HD mengingat kecepatan internet yang tidak kencang-kencang amat.

Melupakan kebutuhan masyarakat untuk gaming

Imbasnya tentu besar. Demi mempertahankan harga murah, sektor lain pun disunat bahkan sampai-sampai sedikit di bawah Exynos 7885 yang bahkan secara penomoran harusnya lebih cupu. Ketika konsumen mulai mencari smartphone dengan fabrikasi 10 sampai 12 nm, Samsung masih setia dengan 14 nm yang pastinya memproduksi panas dan mengonsumsi daya sedikit lebih boros. 

Arsitektur terbaru dari Qualcomm atau otak superior Mongoose buatan Samsung? Bye-bye karena Cortex A73 dan A53 masih tetap jadi andalan, lebih parahnya lagi bukan konfigurasi 4+4 inti seperti di SD660 tetapi 2+6 inti seperti di E7885 bahkan kini dengan clock speed yang lebih rendah, 2.2 GHz untuk high performance cores di E7885 versus 1.8 GHz di E7904.

Apalagi kartu grafis, masih setia dengan konfigurasi dua inti dari ARM Mali-G71 MP2 tanpa optimasi perangkat lunak semacam GPU Turbo milik Huawei sehingga bisa dipastikan kalah dari Snapdragon 660, bahkan Mali-G51 MP4 di Kirin 710 pun tak bisa dilewati. 

Pengujian kartu grafis ini di Exynos 7885 oleh NotebookCheck menunjukkan bahwa game sekelas PUBGM dan Asphalt 8 sulit menembus 30 fps bahkan untuk kategori high sekalipun. Apalagi ini, lupakan saja dan katakan sayonara kepada F1 Mobile Racing atau Fortnite, game-game hanya untuk HP dengan spesifikasi ala Sultan. Ingat, Sung, konsumen itu lebih mengincar smartphone untuk gaming, bukan foto-foto.

Ikut-ikutan tren waterdrop notch dan gagal jadi diri sendiri

Setelah sebelumnya ogah menggunakan notch ala pesaing melalui layar konvensional di Galaxy Note 9 dan kemudian berinovasi melalui lubang di layar pada Galaxy A8s, sepertinya Samsung menyerah. 

Dengan alibi Infinity-V display, itu sama saja dengan waterdrop notch milik Huawei Nova 3i, Xiaomi Mi Play, Redmi Note 7, Realme 2 Pro, dan Asus Zenfone Max M2. Hal ini dikonfirmasi juga dengan dukungan resolusi layar pada E7904 ini, naik dari 2220x1080 di E7885 (18.5:9) menjadi 2400x1080 (20:9) untuk tetap bisa menampilkan konten FullView dan mengakomodasi poni. Bedanya cuma satu, dimensi ponsel yang pasti sedikit lebih tinggi dibandingkan ponsel pesaing yang mengadopsi rasio 19.5:9.

Kesia-siaan kecepatan internet untuk konsumen Indonesia

Jika smartphone dengan SoC ini datang ke Tanah Air, saya akan mengatakan bahwa kecepatan maksimal yang diusung sia-sia. Kita tahu bersama bahwa kecepatan mobile broadband di Indonesia tergolong lambat untuk teknologi 4G LTE, tembus 2 Mbps saja sepengalaman saya sudah sangat bagus. 

Oleh karena itu, kemampuan downlink Cat 12 3CA hingga 600 Mbps saya rasa mubazir dan bisa diganti dengan modem yang lebih murah dengan kemampuan mentok di Cat 4 hingga 150 Mbps. Untuk kecepatan uplink Cat13 2CA hingga 150 Mbps, pas lah. Penghematan di pos ini bisa digunakan untuk upgrade prosesor dan/atau kartu grafis, kan?

Kesimpulan

Kecuali Anda ingin bergaya dengan smartphone tiga kamera belakang atau menemukan pemanfaatan yang pas sesuai kebutuhan, saya tidak merekomendasikan Anda untuk menggunakan smartphone dengan E7904 ini selama harganya masih di atas Rp2,8 juta.  Jika mementingkan performa prosesor, saya merekomendasikan smartphone baru berbasis SD660. 

Jika membutuhkan kartu grafis mumpuni dan dukungan terhadap Fortnite, ponsel bekas resmi dengan prosesor minimal Snapdragon 820 atau Exynos 8890 seperti Samsung Galaxy S7 bisa dilirik di kisaran harga yang sama, tentunya harus siap terhadap throttling dan kapasitas baterai yang sudah drop alias jadi sahabat charger. 

Terbukti bahwa Exynos 7904 bukanlah penantang serius dari Samsung, tetapi justru hanya strategi main-main yang sulit meraih hati konsumen zaman now yang tak lagi bodoh. Duh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun