Hal ini perlu didukung oleh Pemerintah dengan menyediakan sarana dan prasarana pendukung kebersihan itu sendiri. Misalnya, tempat sampah di destinasi-destinasi wisata publik, tempat pembuangan sampah yang memadai dan infrastruktur pengolahan yang termutakhir, petugas kebersihan yang mencukupi dan tersebar secara merata di berbagai tempat, dan tentu saja teladan hidup bersih dari pejabat Pemerintah itu sendiri.
- Saya pernah menghadapi sebuah kondisi ketika libur panjang di mana banyak petugas kebersihan mendapatkan libur mereka. Ketidakseimbangan alokasi petugas yang masih bekerja membuat sampah menumpuk dan tak terurus selama berhari-hari di daerah-daerah tertentu sehingga saya harus menutup hidung ketika berkunjung ke sana.
- Penempatan tempat pembuangan sampah juga harus tepat, jangan terlalu berdekatan dengan kehidupan masyarakat. Saya pernah menemukan tempat pembuangan sampah yang jaraknya terlalu dekat dengan sekolah dan tempat tinggal warga. Selain bau yang tidak sedap, banyak serangga hidup di daerah tersebut dan mengancam kesehatan warga.
Soal infrastruktur, Pemerintah tentu tidak hanya menganggarkan dana semata-mata untuk kebersihan saja sehingga perlu bantuan dari pihak korporasi dalam wujud kegiatan CSR. Hukum juga harus dibuat tegas untuk para pelanggar yang tetap berbuat tidak bersih dan membuat mereka benar-benar jera. Misalnya, membuang sampah sembarangan dikenakan denda. Berapa besar dendanya? Mungkin denda sebesar Rp20 ribu di pelosok akan membuat masyarakatnya benar-benar takut untuk membuang sampah sembarangan, tetapi bagaimana dengan denda sebesar Rp20 ribu di Jakarta? Bisa saja nilai tersebut dianggap kecil. Untuk itu, mungkin lebih baik apabila kita meniru negara-negara tetangga yang membebankan denda hingga puluhan bahkan ratusan juta Rupiah untuk kesalahan seperti ini dan bersifat progresif. Berdasarkan kunjungan yang saya lakukan ke sana, hukum tersebut sangat efektif dalam menciptakan negara bebas sampah.
- Misalnya, kesalahan pertama dikenakan denda sebesar Rp100 juta, itu sudah sangat besar dan setara dengan harga satu unit mobil.
- Masih nekat mengulang, dikenakan denda yang lebih besar lagi, misalnya sebesar Rp1 miliar. Nilai tersebut sudah cukup untuk membawa pulang satu unit sedan mewah dari produsen Eropa atau membeli satu unit rumah yang cukup bagus dan luas.
- Masih nekat untuk mengulang lagi? Mungkin penjara menjadi pilihan yang paling tepat untuk membuat pelaku menjadi jera.
Senyum
Senyum yang alami menandakan seseorang yang hidup dengan bahagia dan tanpa beban. Senyum yang alami menunjukkan penerimaan yang ramah dan menyenangkan ketika seseorang harus menghadapi orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Senyum akan membuat seseorang lebih sehat dan tampak lebih menawan.
Bagaimana dengan orang yang wajahnya sering tampak sedih dan cemberut? Tentu seringkali ditafsirkan dengan beban hidup yang begitu berat dari wajahnya. Ketika dia harus berhadapan dengan orang lain, wajah seperti ini bisa disalahartikan orang lain sebagai wujud tidak adanya penerimaan dirinya oleh orang tersebut. Wajah sedih dan cemberut akan membuat seseorang menjadi tidak enak untuk dilihat.
Bangsa Indonesia memilih yang mana, yang pertama atau yang kedua? Melihat kehidupan kita sebagai bangsa yang ramah dan bahagia, sudah selayaknya kita memilih paragraf pertama, yaitu kehidupan yang murah senyum. Senyum ini dilengkapi dengan unsur sapa, salam, dan sopan sehingga benar-benar menjadikan hidup kita sebagai hidup yang ramah.
Untuk poin yang satu ini, saya rasa kita tidak perlu melakukan kontes siapa yang senyumnya paling menawan. Senyum yang terpaksa akan terlihat sangat berbeda dengan senyum yang alami dan tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kehidupan bersama, bukan?
Kehidupan murah senyum harus dimulai dari diri sendiri. Menciptakan hidup yang bahagia, mampu menerima dan berdamai dengan berbagai kondisi yang harus dihadapi, tidak terlalu banyak membebani diri sendiri, keinginan untuk sehat secara jasmani dan rohani, serta tekad untuk selalu memberikan yang terbaik kepada orang lain akan membuat kita terangsang untuk selalu tersenyum.Â
Meskipun kita sebenarnya sedang sedih, kita tidak ingin melihat orang lain terbawa perasaan kita dan ikut menjadi sedih, sehingga kita berusaha untuk tersenyum. Senyum kita akan membuat kehidupan orang lain menjadi lebih baik. Senyum kita juga bisa menentukan citra diri kita di hadapan orang lain. Apakah kita ingin diri kita dicap sebagai orang stres hanya karena kita sering tampil dengan wajah cemberut? Tentu tidak.
Setelah berhasil menjadi pribadi yang murah senyum, mari kita mengajak orang lain untuk ikut tersenyum. Sekali lagi, senyum yang alami, bukan senyum terpaksa. Senyum yang alami berasal dari hati yang tenteram, sehingga orang tersebut juga harus belajar untuk senantiasa menenteramkan hatinya sendiri sebelum menghadapi orang lain. Senyum-senyum sendiri di situasi yang tidak tepat dan dilakukan secara terpaksa bisa jadi akan membuat Anda dicap sebagai orang aneh, bukan?
Satu tersenyum, banyak orang tersenyum, semua bangsa Indonesia tersenyum. Dikombinasikan dengan kebersihan yang terlaksana, Indonesia menjadi bangsa yang menyenangkan dan tertata dengan baik. Ini adalah awal yang bagus untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu kekuatan utama dalam kehidupan global dan tentunya poros maritim dunia. Saatnya kita berkontribusi aktif dengan ikut melaksanakan Gerakan Budaya Bersih dan Senyum yang dicanangkan oleh Kemenko Maritim. Setuju? Ayo, laksanakan!