Mohon tunggu...
Reni Susanti
Reni Susanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas, penyuka travelling, nonton, fotografi, dan menulis.

Penulis lepas, penyuka travelling, nonton, fotografi, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Lebih Tenang dengan Bank Syariah

4 Juni 2017   20:15 Diperbarui: 4 Juni 2017   20:25 4844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setelah mengetahui perbankan syariah, saya dan keluarga memutuskan untuk mengalihkan tabungan maupun pinjaman ke bank syariah.

"Begitu saya melihat sisa pokok pinjaman KPR, saya terduduk lemas. Bank konvensional yang saya pikir murah, ternyata salah besar. Saya pun memindahkannya ke bank syariah."

Buat pasangan yang baru menikah, rumah adalah impian yang harus diwujudkan. Namun mencari rumah yang sesuai dengan keinginan hati dan kantong bukanlah hal mudah.

Setidaknya itulah yang kami alami di awal pernikahan, 2010 silam. Hampir tiap akhir pekan saya dan suami berkeliling mencari rumah yang cocok, baik desain, lingkungan, hingga keuangan. Setelah enam bulan mencari, kami dipertemukan dengan rumah yang kami anggap pas.

Tantangan selanjutnya adalah keuangan. Kami memilih mengambil rumah secara kredit. Sebagai menteri keuangan di rumah, saya bingung, akan mengambil kredit di bank mana. Pengetahuan saya yang kurang tentang bank syariah, membuat saya memilih bank konvensional. Alasannya sederhana, karena bunga lebih murah dengan tenor lebih panjang.

Kami pun mulai menyicil rumah. Di saat yang bersamaan saya mulai belajar tentang perbankan syariah. Selesai membaca, saya bertanya pada beberapa orang teman yang bekerja di bank syariah.

Setelah itu saya tidak pernah tenang. Apalagi ketika saya membaca berita ekonomi. Mulai dari ekonomi global yang terpuruk hingga kenaikan suku bunga Indonesia. Saat itu, saya waswas. Saya membayangkan berapa besar bunga yang harus saya bayar untuk cicilan rumah saya.

Waktu saya menyadari itu, saya masih mendapat suku bunga promo KPR sebesar 6,49 persen dari Bank BTN. Jadi, besarnya cicilan sebesar Rp 2.040.000 belum terasa. Namun masa itu akan segera berakhir. Karena bulan depannya, suku bunga promo berakhir. Artinya, bunga kembali normal dan malah lebih tinggi seiring dengan kenaikan BI rate.

Hari yang ditunggu tiba. Sesuai dengan perkiraan, bunga cicilan melonjak. Saya tidak ingat berapa persen bunga saat itu, yang jelas cicilan saya menjadi Rp 2,9 jutaan dari sebelumnya Rp 2.040.000.

Saya lebih dikagetkan lagi ketika meminta catatan ke bank, berapa sisa pokok pinjaman. Karena waktu itu, saya akan memindahkan semua kredit, tabungan, dan asuransi, ke bank dan asuransi syariah.

Begitu saya melihat sisa pokok pinjaman, saya terduduk lemas. Saya tahu, di awal-awal pembayaran pinjaman, uang yang saya setorkan, sebagian besarnya untuk membayar bunga. Namun ketika melihat catatan itu, saya syok. Selama dua tahun membayar cicilan, pokok yang saya bayar kurang dari Rp 5 juta.

Itu tak hanya terjadi pada saya. Karena beberapa teman sekantor saya mengambil KPR di bank konvensional disaat bersamaan. Kami mengeluhkan hal yang sama. Beberapa orang teman memilih bertahan di bank konvensional, satu teman lainnya tengah berhitung untuk berpindah ke bank syariah. Sedangkan saya, langsung memindahkan ke bank syariah.

Saya take over KPR saya dari BTN ke BTN Syariah. Saya mengambil plafon pinjaman sekitar Rp 270 juta dengan tenor 10 tahun. Kini, setiap bulan saya membayar cicilan Rp 4 juta. Walau cicilan lebih besar, namun tenornya jauh lebih pendek. Karena di BTN dulu tenornya 25 tahun.

Alhamdulillah, tenangnya luar biasa ketika saya memindahkan cicilan ke bank syariah. Jumlah cicilan tetap setiap tahun, sehingga saya tidak waswas ketika melihat berita kondisi ekonomi yang kurang baik. Dan yang lebih penting, saya terbebas dari riba sehingga insya Allah berkah.

Saya pun rajin berbagi pengalaman ini kepada beberapa orang sahabat yang akan membeli rumah ataupun yang sudah mengambil KPR konvensional. Saya selalu berkata, jangan tertipu dengan bunga murah yang ditawarkan bank konvensional. Karena itu hanya sesaat. Setelah itu kamu akan mengalami kerugian yang lebih besar.

Tapi pilihlah perbankan syariah. Awalnya mungkin terlihat mahal. Tapi sebenarnya jauh lebih murah dan lebih tenang. Karena bank syariah sangat menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Semuanya clear dari awal.

Seperti yang disampaikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Karakteristik sistem perbankan syariah beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil sehingga memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank.

Selain itu, menurut OJK, perbankan syariah menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan.

Krisis Moneter

Ekonomi syariah pun dipercaya menjadi salah satu alternatif lepas dari ancaman krisis moneter. Sebab, riba yang menjadi bagian dari ekonomi kapitalis diduga menjadi penyebab terjadinya krisis moneter. Termasuk krisis ekonomi di Indonesia.

Kita masih mengingat, tahun 1998, ketika terjadi tragedi buruk bagi perekonomian Indonesia. Nilai tukar rupiah terhadap Amerika Serikat tahun 1997 yang berada di level Rp 4.850/dollar AS meluncur cepat ke Rp17.000/dollar AS di Januari 1998, atau terdepresiasi 80%.

Kondisi buruk ini dengan cepat merambah ke semua sektor. Perbankan dan pasar modal yang mengandalkan riba ambruk. Perusahaan menengah bahkan besar gulung tikar terutama sektor kunstruksi dan manufaktur.

Bangkrutnya perusahaan membuat PHK terjadi dimana-mana. Orang mendadak miskin dan kelimpungan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Bagaimana tidak, pendapatan per kapita yang mencapai 1.155 dollar/kapita tahun 1996 dan 1.088 dollar/kapita tahun 1997, menciut menjadi 610 dollar/kapita tahun 1998, dan dua dari tiga penduduk Indonesia disebut Organisasi Buruh Internasional (ILO) dalam kondisi sangat miskin pada tahun 1999 jika ekonomi tak segera membaik. Bahkan saat itu, jumlah penduduk miskin naik 50 persen (Kompas 21/12/1998).

Kita pastinya tidak menginginkan kondisi yang sama terulang. Untuk menghindarinya, tak salah rasanya jika menjadikan ekonomi syariah atau perbankan syariah menjadi solusi.

Meskipun dalam beberapa hal masih diperdebatkan, seberapa syariahkah perbankan syariah di Indonesia? Ditambah kelebihan dan kekurangan yang dimiliki bank konvensional maupun syariah. Namun buat saya pribadi, saat ini, perbankan syariahlah yang paling aman, tepat, dan memberikan ketenangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun