Mohon tunggu...
Memei Landak
Memei Landak Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tips Dakwah untuk Habib "Fitsa Hats" Novel Bamukmin

10 Januari 2017   19:52 Diperbarui: 10 Januari 2017   19:54 1875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita harus banyak-banyak berterimakasih pada belio sudah membuat awal tahun 2017 tidak membosankan. Bayangkan berapa juta netizen yang dibahagiakan atas tragedi “Fitsa Hats”ini ? Berapa juta orang dibuat haha-hihi cekakak-cekikik sendiri (kayak orang gak waras) di depan gadget oleh meme-meme dan guyonan-guyonan menyangkut belio. Buat kalian yang bersimpati, jangan sensi dulu. Ini bukan penghinaan, apalagi penistaan, bukan-bukan, bukan seperti itu. Masyarakat itu prinsipnya sederhana, gak suka yang ruwet-ruwet, kalau ada yang lucu, ya ketawa, ada yang sedih, ya ikut nangis. Sesimpel itu. Sesederhana itu.

Kenapa disebut tragedi ? Wong selevel habib kok dibuat lelucon, jadi bahan guyonan. Ya, begitulah. Jangankan titel habib, yang gak semua lapisan masyarakat paham, apa itu “habib”, terutama kaum fakir kuota seperti saya, wong yang selevel presiden saja dibuat bercandaan sudah biasa kok. Masih ingat salah satu joke komedian Jojon tentang Pak Harto ? (Beda lembar uang 500 rupiah dengan 50 ribu rupiah) “Kalau di uang Rp500 itu gambar monyet, kalau di Rp50.000 itu bapaknya monyet.” (Gambar uang Rp50 ribu saat itu bergambar Pak Harto yang mendapuk dirinya sebagai Bapak Pembangunan) Bayangkan, ini Pak Harto lho!

Disini saya gak akan membahas tentang kehabiban Habib Novel  Bamukmin. Wong jujur saya juga gak begitu paham apa bedanya habib dengan ustadz. Soalnya di desa kami gak ada, adanya pak kiai, mbah kaum, mbah dukun, tukang suwuk, wong pinter, pak dukuh, pak kesra, pak lurah dan tokoh-tokoh yang kami tuakan dan kami anggap penting. Kalau pak ustadz sih sering lihat di tipi, sering muncul di sinetron-sinetron, acara gosip apalagi pas ramadhan. Kalau habib, punten, baru dengar akhir-akhir ini di sosmed. Jadi ya, maafkeun.

Bagaimana kalau saya yang di BAP pak pulisi ? Jujur saja saya merinding membayangkan diposisi belio, untung saya gak pernah bekerja di perusahaan itu, untung juga bukan saya yang di BAP. Kalau iya ? Sebagai orang jawa, saya kok cukup yakin gak akan jawab “Fitsa Hats” seperti belio, tapi “Pitja Hat”. Iya, Pitja Hat! Sebelas-duabelas sama Habib Novel! Masih sama-sama memeable, bulliable (Cry, cry, nangis gulung-gulung guling-guling). Gimana kalau kamu ?

Konspirasi “Fitsa Hats”  

Dibalik tenarnya “Fitsa Hats” ini ada beberapa teori konspirasi dibaliknya, berikut beberapa diantaranya. (Jangan terlalu serius, ini bukan gebetan hanya konspirasi)

Menurut desas-desus yang beredar diinternal burung, konon belio malu mengakui pernah bekerja di perusahaan kebarat-baratan, mungkin belio gak kuat mendengar nyinyiran orang-orang, “Habib kok kerja di perusahaan kafir Mamarika, antek asing!” Mangkanya, demi keseimbangan yin dan yang, kebarat-baratan harus diimbangi ketimur-timuran, dengan penuh kreatifitas belio mengubah “Pizza Hut” menjadi “Fitsa Hats”, pakai “fa” bukan “p”, ini ketimur-timuran bukan kesunda-sundaan (piss, punten, aa’, teteh, salam damai). Ini teori konspirasi burung. Saya sih kurang setuju dengan teori ini. Kenapa mesti malu? Kerja bisa dimana saja yang penting niatnya baik nyari duit halal buat nafkah keluarga bukan bini muda. Betul tidak ibuk-ibuk ? Bini muda HARAM!

Ada juga konspirasi suara-suara geli, eh, lirih yang bilang ini semua kerjaan pak pulisi yang gak bener. Bisa jadi, bagaimanapun pak pulisi hanyalah manusia biasa yang lemah lagi rapuh hatinya. Mungkin saja pak pulisi kecapekan semalam nonton rangkaian sinetronnya pak hary tanu yang warbiasah itu jadi gak fokus ngetik, “Pizza Hut” jadinya “Fitsa Hats”. (Haduh pak pulisi, duniamu mudah sekali teralihkan, bagaimana jadinya kalau ditugasi jaga konsernya raisa pak. Bisa ambyaarr...)

Teori konspirasi yang terakhir ini saya ciptakan sendiri. Soalnya saya gak begitu cocok dengan dua konspirasi sebelumnya. Terlalu suudzon. Menurut nalar saya, bisa jadi, bekerja di Pizza Hut adalah bagian dari strategi dakwah belio. Dakwah kan harus menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakatnya, iya tho ? Kalau mayoritas masyarakatnya petani, Habib juga harus bertani. Kalau mayoritasnya kaum pekerja seperti di Jakarta, Habib juga harus bekerja. 

Jadi, bisa dibayangkan kalau tinggal di lingkungan Kalijodo belio bakal berprofesi sebagai apa ? Apaaah ? Germo ? Pikiranmu itu lho! Ya, bukan. Belio akan berprofesi sebagai marbot masjid Kalijodoh. Mungkin sekarang sudah diberangkatkan umroh oleh Koh Ahok Pemprov DKI, jadi gak akan ada cerita ribut-ribut Ra Mutu panganan Itali seperti ini. Saya pribadi lebih cocok dengan teori konspirasi ini, gak ruwet dan bikin adem. Udaaaah, positip tingking ajah semua kehebohan makanan ini hanyalah bagian dari metode dakwah belio. He’em. Sekian, kita akhiri teori konspirasi gak jelas ini.


 Tips Dakwah untuk Habib Novel

Dakwah harus sesuai kondisi masyarakatnya. Ya ho oh, lereees. Biar gak ada lagi debat kuda, saling ejek lempar meme, tomat, tepung, telor, jamur, sosis, pitja antar jamaah netizeniyah, mangkanya, saya usulkan beberapa metode dakwah berwawasan lingkungan yang insyallah aman untuk kondisi psikologis masyarakat kekinian. Metode dakwah yang seperti apakah ? Simak daftarnya sebagai berkut :

1. Ala Selebgram

Sudah semestinya dunia perdakwahan melebarkan sayapnya ke ranah per-instagram-an. Di sana banyak dedek-dedek gemes, mamah-mamah muda, dan jamaah unyukiyah kyusuk mendengarkan kajian lambe_turah, ceramah d_kadoor, tausiyah ukhti awkarin dan kawan-kawan. Gak sembarangan, pengikut mereka jumlahnya jutaan. Ini kalau dilihat dari segi pangsa pasar per-dakwah-an tentu sangat menjanjikan. Daripada Habib menyibukkan diri ngurusi dunia perpolitikan dan perpizzaan (yang bukan saja tidak sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya, ehem-ehem, namun juga tampak saruwagu tidak elok )  mending Habib Novel dan habib-habib lainnya fokus menggarap ladang dakwah ini, yang makin hari makin banyak jamaahnya.

Terjun ke dunia selebgram (selebriti instagram) tentu bukan hal yang mudah, Habib Novel harus tampil luwes, unik, dan menarik agar dapat banyak simpati bukannya bully  memikat perhatian jamaah. Jadi kira-kira tausiyah seperti apa yang nanti dibawakan Habib ? Usul saya yang ringan-ringan saja, gak usah yang ruwet-ruwet. Bisa tausiyah tentang memilih jodoh seperti yang dicontohkan d_kadoor yang warbiasah bijak, lucu lagi menggemaskan itu, “pilih elek sugih opo ganteng mlarat ?” “Lek aku ? Yo, pilih elek sugih!” Singkat, padat, jelas. D_kadoor ailopyu! (Ini tausiyah ala d_kadoor, kalau versi Habib tentu beda). Cukup dengan nasihat ringan, menghibur, dan mencerahkan iman, gak perlu berat-berat apalagi berbau-bau politik. (Jamaah udah pada pinter nyoblos, gak perlu diajari lagi. Iya, kan, Jamaaah ?)

2. Dakwah dengan Me-remake Lagu BAD-nya Young-Lex ft Awkarin

“Fitsa Hats” sudah cukup bikin heboh, apa gak malah tambah ruwet kalau Habib me-remake lagunya awkarin ? Lho, bukankah dua negatif bisa jadi positif ?

Simak penggalan lirik berikut :

I'm bad girl
 Bila kau tak pernah buat dosa
 Silahkan hina ku sepuasnya
 Kalian semua suci aku penuh dosa

 I'm bad boy
 Kau benci ku yang apa adanya
 Dan silahkan sukai mereka
 Yang berlaga baik didepan kamera

Entah kenapa saya kok merasa bait lirik diatas sangat relevan dengan kondisi Habib saat ini yang lagi di dzolimi netizen, dijadikan lucu-lucuan (bedebah kalian!). Tapi kalau mau diambil hikmahnya, Habib bisa memanfaatkan momen ini untuk berkarya. Karya apa ? Ya, apalagi kalau bukan me-remake lagu BAD-nya Young-Lex ft Awkarin. Tentu perlu sedikit perubahan genre agar lebih bernuansa relijius.  

Kenapa pilih lagu ini ? Kalian boleh setuju boleh tidak, menurut saya lagu ini sarat ajakan untuk mengakui kekurangan dan kesalahan,I'm bad girl, I’m bad boy.Berapa persen dari kita yang berani berbuat demikian ? Saya kok yakin tak banyak dari kita yang se-jentel lagu ini dalam mengakui kekhilafan, berlaku juga untuk seorang Habib Novel sekalipun. Mangkanya, saya pengen belio me-remake lagu ini, agar kita bisa berkontemplasi bersama.

3. Dakwah dengan Kentongan

Entah ulah siapa, lembaga tempat Habib Novel bernaung, FPI, identik dengan kata “fentung!” Mengerikan sekali ? Ya, Ho oh. Seolah mengesankan kebringasan, barbar, apapun yang gak sejalan pasti dihabisi. Serem. Citra ini gak hanya melekat pada lembaga FPI namun juga anggota-anggotanya, tak terkecuali Habib Novel. Tentu ini tidak baik. He’em. Mangkanya, saya sarankan belio mengganti stigma “fentung!” dengan kentongan. Kenapa kentongan ? Bukan saja lebih merakyat, kentongan sudah lama jadi simbol persatuan dan kearifan masyarakat desa. Apa ya FPI dan Habib Novel mampu dan mau menerapkan kearifan kentongan ini ? Ya, semogaaaaa... Kita do’akan saja.

Entah metode apa yang nanti akan dipilih Habib Novel, apakah akan berhasil ? Saya dan panjenengan tidak ada yang tahu pasti. Tapi, yang pasti, perang meme-memean dan pizza-pizzaan akan terus berjalan. Itulah luarbiasanya negara netizen kita. Emejiiing. Warbiasaah...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun