Mohon tunggu...
Yos Mo
Yos Mo Mohon Tunggu... Penulis - Tourism worker until 2010; Digipreneur since 2010

you can contact me at bolafanatik(at)Gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Kopi Taman Sari Pengubah Nasib, Jatuh Bangun Romansa Cinta Tjiptadinata-Roselina

31 Oktober 2024   12:50 Diperbarui: 1 November 2024   02:21 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah masa kecil Tjiptadinata Effendi di Pulau Karam/dokumentasi pribadi Tjiptadinata Effendi 

Senja itu ketika diriku duduk di salah satu sudut tempat mengopi, terdengar sayup-sayup di telinga lagu cinta ikonik yang dinyanyikan grup Warna, 

"Sekarang atau 50 tahun lagi, Ku masih akan tetap mencintaimu. Tak ada bedanya rasa cintaku, masih sama seperti pertama bertemu."

Diriku yang sedang santai, melihat-lihat beberapa konten yang ada di Kompasiana sembari mendengar lagu "50 Tahun Lagi" yang diputar staf kafe.

Secara tak sengaja mataku tertuju kepada tulisan berjudul "Gegara Menulis di Kompasiana" yang dibuat penulis senior, opa Tjiptadinata Effendi.

Di salah satu paragraf tulisan itu tercantum bahwa beliau adalah lulusan sekolah Don Bosco Padang. Pada paragraf lainnya tertulis  pernyataan yang menarik, 

"Keuntungan lulus SMA Don Bosco, dapat ijazah dan sekaligus ketemu jodoh gadis yang bernama Helena Roselina .Yang telah menjadi soulmate saya selama 59 tahun."

*Kalau Tuhan mengijinkan, awal tahun depan kami berdua akan merayakan Diamond Wedding Anniversary"

Diriku sontak tersenyum sendiri membaca kalimat itu. "Luar biasa kisah cinta opa dan oma ini,' kataku dalam hati. 

Romansa cinta opa Tjiptadinata Effendi dan oma Helena Roselina sudah mencapai enam dekade lebih. Lebih lama dari janji cinta "50 Tahun Lagi' pada lagu Warna yang baru ku dengar.

Romansa cinta Opa Tjipta dan Oma Lina bertahan hingga enam dekade telah melalui berbagai ujian berat yang menguji kesabaran, melewati masa-masa dihina dan terhina oleh orang lain, hingga akhirnya merasakan beragam kebahagiaan.

"Universitas Kehidupan," itulah judul artikel pertama yang dibuat opa Tjiptadinata di Kompasiana pada Oktober 2012. 

foto dokumentasi Tjiptadinata Effendi 
foto dokumentasi Tjiptadinata Effendi 
Setelahnya, ribuan cerita menarik yang sebagian besar dari pengalaman hidup dari kecil hingga lanjut usia, dituliskan Opa Tjipta di Kompasiana. 

Sekilas Masa Kecil Tjiptadinata 

Tjiptadinata Effendi lahir di kota Padang pada 21 Mei 1943, anak kedelapan dari 12 bersaudara. Orang tuanya berasal dari Pulau Karam, Payakumbuh, kawasan langganan banjir.

Seorang Tjiptadinata Effendi selalu giat bekerja keras karena teladan dari kedua orang tuanya. 

Ayahnya seorang pekerja keras yang pendiam, disiplin, dan sangat disegani oleh warga sekampung.

Setiap kata yang keluar dari mulut ayahnya adalah perintah. Tidak ada istilah diskusi.

Ayahnya sering mengatakan ini kepada Tjiptadinata kecil, "Kita orang susah, jadi jangan cengeng. Mengerti?" 

Sikap disiplin yang keras dari ayah itu yang membentuk kepribadian Tjiptadinata bisa selalu tegar menghadapi ujian berat dalam hidup.

Tjiptadinata diajarkan pula oleh ayahnya tentang kejujuran. Tidak boleh maling walau miskin. 

Tjipta kecil pernah disuruh mengembalikan sebilah bambu untuk membuat layangan yang diambil tanpa ijin dulu ke pemiliknya.

Ayahanda Tjiptadinata selalu bangun setiap  jam 4 pagi subuh. Menimba air dari sumur untuk anak-anak mandi, mencuci pakaian, dan memotong kayu untuk istrinya menanak nasi. 

Ibunda yang melahirkan Tjiptadinata seorang penyayang. Ibunya selalu makan kerak nasi di pagi hari, karena mendahulukan kepentingan asupan anak anaknya.

dokumentasi pribadi Tjiptadinata Effendi 
dokumentasi pribadi Tjiptadinata Effendi 
Singkat cerita, kedua orang tua Tjiptadinata dalam keterbatasan ekonomi masih mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga SMA. Tjiptadinata Effendi tumbuh besar menjadi remaja yang cerdas dan gagah. 

Tjiptadinata muda yang senang bersosialisasi dengan banyak orang, menjadi ketua kelas, pemred Gema Don Bosco, wakil ketua ISDB, ketua koperasi SMA Don Bosco, juga menjadi ketua Curia Legio Maria provinsi Sumatra Barat.

Cinta Tjiptadinata dan Roselina Bersemi di SMA

Pertemuan pertama Tjiptadinata muda dengan seorang gadis bernama Roselina sewaktu mereka sekolah SMA Don Bosco, Padang. 

Tjiptadinata sudah kelas 2 SMA ketika jumpa pertama dengan Lina yang masih siswi baru. Helena Roselina gadis cantik kelahiran Solok, 18 Juli 1943.

Di sekolah itu setiap tahun ajaran baru ada semacam perploncoan kepada siswa-siswi baru.

Murid yang baru masuk SMA Don Bosco diberikan tugas mengumpulkan sebanyak mungkin tanda tangan dari para seniornya. Maksudnya supaya saling kenal. 

Murid baru yang diplonco minta tanda tangan kepada kakak senior, kerap disuruh nyanyi atau membacakan puisi.

Tjiptadinata salah satu kakak kelas yang paling sering dimintai tanda tangan oleh siswa-siswi baru, sampai pada antri. 

Maklum, Tjiptadinata ketika itu cukup populer di Don Bosco karena statusnya  sebagai wakil Ketua OSIS, serta pemred majalah sekolah bernama Gema.

Roselina salah satu dari siswi baru yang meminta tanda tangan kepada Tjiptadinata. 

foto dokumentasi Helena Roselina 
foto dokumentasi Helena Roselina 
Dua muda-mudi tersebut langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Setelahnya mereka jadi sering ketemu.

Tjiptadinata yang sedang melakukan pendekatan, meminta Lina untuk membantu setiap mau membuat terbitan baru majalah sekolah pada awal bulan. 

Cinta Tjipta dan Lina tumbuh bersemi hingga keduanya menyelesaikan sekolah di Don Bosco.

Menikah Muda, Ujian Awal Pernikahan dalam Perantauan 

Jalinan cinta Tjipta dan Lina tetap terjalin selepas SMA. Hingga akhirnya mereka memutuskan menikah pada usia muda 21 tahun. Keduanya menikah tanggal 2 Januari 1965.

Seusai menikah mereka tinggal  sementara di rumah orang tua Lina yaitu di Jalan Mohammad Yamin nomor 122, Padang.

Karena tidak ingin membebani orang tua, pengantin baru Tjipta dan Lina memutuskan merantau ke Medan dari Padang

Mereka pergi menuju Medan menumpang bus ALS (Antar Lintas Sumatra). Bertekad  tinggal dan bekerja di sana untuk mengubah nasib jadi lebih maju 

Pasutri muda tersebut kemudian menumpang di rumah tantenya Lina yang berlokasi di Jalan Gandhi nomor 39 F, simpang Jalan Asia.

Tantenya Lina bersuamikan orang Malaysia, punya dua orang anak bernama Un Pin dan Un Mei.

Tjiptadinata lalu mulai mencoba berdagang antar kota  Medan - Padang. Tapi terus-menerus merugi karena belum pengalaman. Seluruh modal, plus uang pinjaman dari tantenya Lina, ludes habis semuanya.

Kesehatan Tjiptadinata pun menurun drastis karena terlalu capek bolak-balik Medan-Padang naik bus.

Lalu ada teman yang membantu Tjiptadinata dan Roselina mendapatkan pekerjaan di Patumbak, Tanjung Morawa, Deli Serdang. Sekitar 35 km di luar kota Medan.

Pasutri muda Tjiptadinata dan Roselina kemudian menghuni bangsal perumahan pabrik PT Pikani di Patumbak. Hanya ada dua kamar mandi dan WC umum di tempat itu. 

Tjiptadinata dan Roselina harus bangun jam 4 pagi untuk antri menggunakan fasilitas kamar mandi dan WC umum. 

Tjiptadinata menderita demam malaria setelah seminggu bekerja di Patumbak.

Tantenya Lina yang mendengar kabar Tjipta terkena malaria, lalu mendatangi pimpinan pabrik, meminta keponakannya dipindahkan ke rumah kerani (karyawan kantoran).  

Kebetulan ada satu rumah kerani yang kosong. Tjiptadinata dan Roselina lalu pindah ke perumahan kerani sehingga tidak perlu antri lagi ke kamar mandi  dan WC umum.

Kehidupan ekonomi dan Tjipta tidak membaik setelah bekerja di pabrik Patumbak, malah semakin memburuk.

Beberapa waktu kemudian terjadi kerusuhan di Medan dan sekitarnya pasca terjadinya G30S-PKI di Jakarta. Banyak korban terbunuh jadi sasaran massa karena dituding sebagai pendukung komunis. 

Pabrik karet di Patumbak tempat Roselina dan Tjiptadinata bekerja mau dibakar massa. Keduanya lari ke hutan di belakang pabrik, bersembunyi di semak-semak.

Sepanjang hari Tjipta dan Lina tidak makan sama sekali. Tjipta hanya sempat membawa pisau dapur dan sebotol air minum. Keduanya tidak bisa tidur pada malam hari karena seluruh tubuh jadi sasaran nyamuk. 

Malam hari turun pula gerimis, sehingga Tjipta dan Lina menggigil kedinginan di semak-semak.

Pada pagi harinya Tjiptadinata mencoba mencari sesuatu yang dapat dimakan. Keluar dari semak-semak sembari menutupi kepala dengan kaos dan berjalan bersama rombongan sapi.

Lina menunggu dengan was-was sambil berdoa. Tak lama kemudian Tjipta datang kembali dengan membawa bungkusan. Ternyata ketemu sesama orang Padang, dan dibekali nasi goreng.

Karena situasi keamanan tidak menentu di Patumbak, Roselina dan Tjiptadinata memutuskan berhenti dari pabrik.

Keduanya lalu  balik menumpang ke rumah tante di Medan, hingga akhirnya memutuskan untuk pulang kampung ke Padang pada tahun 1966 karena tidak ingin membebani tante. 

Masa-Masa Berat di Padang

Setelah kembali ke Padang, Tjiptadinata dan istrinya untuk sementara tinggal serumah dengan orang tuanya di Pulau Karam. 

Rumah masa kecil Tjiptadinata Effendi di Pulau Karam/dokumentasi pribadi Tjiptadinata Effendi 
Rumah masa kecil Tjiptadinata Effendi di Pulau Karam/dokumentasi pribadi Tjiptadinata Effendi 
Tjiptadinata kemudian bekerja sebagai pengajar di SD RK II. Roselina memberikan private  less cara berhitung kepada anak-anak SD, mengajari ilmu ukur dan aljabar kepada anak-anak SMP, serta mengajarkan geometri kepada anak-anak SMA.

Beberapa bulan kemudian Roselina hamil, ketika akan melahirkan pindah ke rumah orang tua Lina. 

Lalu Roselina melahirkan di klinik bersalin Santa Elisabeth. Anak pertamanya diberikan nama Irmansyah.

Karena tidak ingin membebani orang tua, Roselina dan Tjiptadinata pindah ke rumah kontrakan di jalan Ratulangi. Margaretha adik Roselina ikut tinggal di Ratulangi.

Dua tahun kemudian Tjipta dan Lina bersama Irmansyah pindah rumah di belakang pabrik kecap Ang Ngo Koh. Bila bulan purnama datang maka air pasang naik. Seluruh pekarangan rumah Tjipta dan Lina digenangi air.

Setahun berselang Tjiptadinata dan Roselina pindah ke kedai yang sekaligus sebagai tempat tinggal di Tanah Kongsi.

Kedai di Tanah Kongsi dulunya digunakan oleh ayahnya Tjiptadinata sebagai tempat berjualan. 

Pasar Tanah Kongsi sekarang/dokumentasi pribadi Helena Roselina 
Pasar Tanah Kongsi sekarang/dokumentasi pribadi Helena Roselina 
Tjiptadinata mengambil alih urusan sewa-menyewa kedai di pasar Tanah Kongsi dan tinggal di sana. 

Hanya ada satu ruang yang digunakan sebagai kamar tidur. Kamar mandi hanya ditutup dengan seng bekas.

Air sumur di tempat itu warnanya kuning, sehingga hanya bisa gunakan untuk mandi. Air untuk minum dan masak diambil dari sumur tetangga yang ditimba oleh Tjiptadinata setiap pagi hari. 

Tjiptadinata dan Roselina berjualan kelapa parut dan kantong plastik di Tanah Kongsi.

Roselina setiap hari jam 3 pagi datang ke stasiun kereta api di Pariaman untuk membeli kelapa.  Irmansyah yang masih berusia dua tahun turut dibawa ke Pariaman.

Kemudian kelapa dibawa ke Tanah Kongsi menggunakan becak. Sesampainya di Tanah Kongsi, kelapa diparut Tjiptadinata sesuai pesanan langganan. Hanya mendapat untung 5 rupiah setiap satu butir kelapa. Siang harinya Tjiptadinata berangkat mengajar di SMP Plus.

Foto dokumentasi pribadi Tjiptadinata Effendi bersama murid-murid SMP yang diajarnya
Foto dokumentasi pribadi Tjiptadinata Effendi bersama murid-murid SMP yang diajarnya
Kehidupan ekonomi Tjiptadinata dan Roselina tidak membaik setelah berdagang di Pasar Kongsi.  Malahan semakin terpuruk. Pada satu momen cincin pernikahan Tjiptadinata dan Roselina terpaksa terjual 

Karena hidup di tempat kumuh, Tjiptadinata dan Irmansyah mulai sering sakit-sakitan. Roselina tubuhnya semakin kurus dan wajahnya pucat.

Suatu waktu Irmansyah demam selama tiga hari. Segala macam dedaunan yang kata orang berkhasiat menurunkan demam sudah dicoba diberikan Lina kepada anaknya. Namun demam tinggi masih diderita Irmansyah.

Karena tidak mempunyai uang untuk membawa anaknya ke dokter dan menebus obat, Tjipta dan Lina mencoba mencari pinjaman ke sana-sini,tetapi tidak ada yang mau meminjamkan. 

Akhirnya mereka dengan menahan malu mendatangi salah satu orang tua murid Roselina yang mapan dalam hal keuangan di Jalan Rohana Kudus, Kota Padang. 

Orang tua murid tersebut setuju meminjamkan uang dengan syarat berbunga 20 persen per satu bulan. 

Lina dan Tjipta mencoba menawar agar bunganya 10 persen saja, namun ditolak. Karena kepepet akhirnya uang pinjaman berbunga 20 persen diterima oleh Tjiptadinata dan Roselina.

Irmansyah setelah dibawa ke dokter ternyata menderita sakit tifus. Uang pinjaman ludes untuk membayar biaya periksa ke dokter dan menebus obat di apotek.

foto dokumentasi pribadi Helena Roselina dan suaminya Tjiptadinata, beserta putranya Irmansyah 
foto dokumentasi pribadi Helena Roselina dan suaminya Tjiptadinata, beserta putranya Irmansyah 
Hingga dua bulan kemudian, Tjiptadinata dan Roselina masih belum dapat mengembalikan pinjaman beserta bunganya. 

Tjiptadinata memutuskan untuk menjual cincin pernikahan yang dipakai di jari. Roselina sempat tidak setuju, karena cincin itu adalah kenangan hari pernikahan mereka. 

Karena tidak ada lagi jalan pilihan lain, maka dengan sangat terpaksa cincin kawin dijual.

Pada momen lainnya, Tjiptadinata batuk terus-menerus selama sebulan. Setiap batuk mengeluarkan darah. Tjipta tidak pernah memberitahu istrinya, khawatir akan menambah beban pikiran Lina. 

Suatu pagi Tjiptadinata terbatuk dan tanpa sadar mengeluarkan darah segar hingga berserakan di lantai. Roselina kebetulan sedang duduk di sebelah. 

Roselina sangat kaget, wajahnya pucat pasi memandang Tjipta. 

Lina kemudian memeluk erat Tjipta sambil berkata, "Kita ke dokter, ya sayang." 

Tjiptadinata menatap istrinya yang terdiam sambil berkata, "Nggak apa-apa. Saya cuma butuh istirahat saja, mungkin kecapaian."

Roselina terdiam beberapa saat baru menyadari tidak punya uang untuk ke dokter. Lalu mengantarkan suaminya ke tempat tidur dan berkata:" Saya mau cari obat-obatan herbal di halaman depan."

Sekitar 30 menit kemudian Roselina kembali dengan membawa berbagai dedaunan yang berkhasiat untuk menyembuhkan batuk darah. 

Dedaunan tersebut direbus dan airnya diberikan kepada suaminya. Tjiptadinata yang sudah merasa agak baikan kondisinya, siang harinya pamitan ke istrinya untuk pergi mengajar.

Pertolongan Sahabat, Kopi Taman Sari Pengubah Nasib

Bila malam tiba, Tjiptadinata selalu memandangi wajah istri dan putranya yang terlelap. Mereka terlihat pucat dan kurus. 

Hati Tjiptadinata serasa teriris-iris, merasa bersalah, tidak mampu mencukupi kehidupan keluarga, sehingga tinggal di tengah pasar kumuh yang banyak tikus besar dan kecoa.

Tetapi pada saat itu  pikiran Tjiptadinata menemui jalan buntu untuk mengubah ekonomi yang melarat.

Tiap malam sebelum tidur, Tjiptadinata dan Roselina beserta putranya selalu berdoa kepada Tuhan. Memohonkan kekuatan agar mampu tabah menjalani semuanya, dan agar diberikan jalan untuk mengubah nasib.

Suatu waktu Tjiptadinata bertemu teman lamanya yang bernama Samsuar.

Samsuar adalah pemilik CV Taman Sari yang bergerak di bidang ekspor biji kopi. Sedari lama Samsuar pernah mengajak Tjipta untuk datang ke kantornya. 

Tapi Tjiptadinata enggan datang ke kantor Samsuar karena ada perasaan trauma kepada kawan.

Tjiptadinata pernah merasakan pengalaman pahit mengunjungi rumah teman, hanya dilayani sambil berdiri.

Belum lima menit berbicara temannya langsung melihat ke jam tangannya sambil berkata, "Aduh,maaf ya, saya harus pergi, ada janji penting."

Pernah ke rumah teman yang lain, malahan Tjipta mendengar temannya berkata kepada pembantunya, "Bilang saja saya lagi tidur."

Berulangkali mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan, Tjiptadinata sampai berjanji pada diri se diri untuk tidak lagi mengunjungi tempat temannya hingga kelak nanti sukses.

Ternyata, sift Samsuar tidak sama dengan teman Tjiptadinata yang lain. Ketika bertemu lagi, Samsuar agak memaksa mengajak Tjipta  untuk singgah ke kantor.

Akhirnya suatu sore Tjiptadinata datang ke kantor Samsuar. Setelah bertanya tentang kehidupan Tjipta, kemudian Samsuar bicara to the point, "Mau nggak saya ajak untuk berdagang?"

"Mau "jawab Tjiptadinata singkat dan mantap, "tapi saya tidak punya modal"

"Modal utama dalam perdagangan adalah kejujuran," ucap Samsuar.

"Kalau kejujuran, saya punya," dijawab lagi oleh Tjiptadinata.

Sejak saat itu setiap sore sehabis berdagang dan mengajar, Tjiptadinata datang ke kantor Samsuar untuk belajar. 

Belajar mana biji kopi Arabica, nana yang biji kopi Robusta, dan bagaimana memprediksi kadar airnya? Juga belajar mengenali seperti apa yang namanya cassia vera (kulit kayu manis) itu? Bagaimana membedakannya dengan kulit kayu biasa?

Ilustrasi biji kopi/sumber' Departemen Pertanian RI
Ilustrasi biji kopi/sumber' Departemen Pertanian RI
Sebulan lamanya Tjiptadinata dapat pelajaran yang sangat berharga secara gratis di kantor Samsuar, dan sudah siap untuk mulai bekerja. Samsuar adalah malaikat penolong yang diutus oleh Tuhan bagi Tjiptadinata Effendi.

Setelah belajar, Tjiptadinata dipinjami modal oleh Samsuar untuk membeli kopi dan kayu manis dari  kampung ke kampung, dibeli langsung kepada para petani, tidak melalui tengkulak atau pedagang pengumpul.sehingga harganya jauh lebih murah.

Setelah membeli kopi dari orang kampung dan dikumpulkan dalam karung seberat berkisar 100 kg, kopi tersebut dijual ke CV Taman Sari milik Samsuar. Tjiptadinata melaporkan harga beli di kampung apa adanya kepada Samsuar.

Esok harinya Tjiptadinata datang ke kantor CV Taman Sari, Samsuar mempersilakan duduk lalu berucap. "Kopi yang kemarin kamu bawa kualitasnya sangat bagus,"

"Sesudah dipotong dengan modal, ini ada sedikit keuntungan saya berikan buatmu." kata Samsuar sambil menyerahkan sejumlah uang kepada Tjiptadinata.

Tjiptadinata kaget, tangannya gemetaran, karena keuntungan dari hasil penjualan dua karung kopi kemarin lebih banyak dari penghasilannya berjualan kelapa di pasar selama sebulan.

Tjiptadinata sempat tak yakin sambil berkata, "Apakah semua uang ini untuk saya?" 

"Ya, benar. Besok-besok cari lagi kopi yang lain." jawab Samsuar.

Tjiptadinata pulang ke rumah dengan rasa syukur yang mendalam, langsung menceritakan apa yang terjadi di kantor CV Taman Sari tadi dan memberikan semua uang hasil penjualan kopi kepada Roselina yang menyambut dengan antusias.

Itulah titik balik perubahan nasib kehidupan rumah tangga Tjiptadinata Effendi dan Helena Roselina. Dalam waktu tidak sampai sebulan setelahnya penghasilan yang terkumpul dari penjualan kopi sangat fantastis.

Setelah berunding dengan Lina bahwa sudah saatnya untuk fokus berdagang kopi, Tjiptadinata memutuskan untuk tidak lagi berjualan kelapa di pasar.

Beberapa bulan setelah berjualan biji kopi, Tjiptadinata sudah bisa memboyong istri dan anaknya pindah rumah ke daerah yang bebas banjir di kawasan Kampung Nias.

Seiring perubahan status ekonomi yang kini berkecukupan, keadaan di sekeliling Tjiptadinata dan Roselina juga ikut berubah. 

Teman yang dulu menjauh, satu-persatu mulai menyapa  dengan ramah. Dulu tidak satu pun undangan pernikahan yang diterima, sekarang sudah mulai banyak undangan yang berdatangan, termasuk undangan dari orang yang tidak begitu dikenal.

Setelah mampu membeli rumah sendiri di Kampung Nias, Tjiptadinata kemudian membeli mobil bekas merk Plymouth buatan tahun 1957 dengan harga 500 ribu rupiah.

Roselina pada tahun 1969 membaca pengumuman Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Padang  sedang membuka kesempatan bagi para ibu yang sudah berkeluarga untuk bisa melanjutkan study di sana.

Roselina lalu minta ijin kepada suami dan mulai kuliah di IKIP jurusan eksakta, berhasil lulus  pada tahun 1972.

foto pribadi Helena Roselina dan teman-temannya sewaktu lulus IKIP Padang tahun 1972
foto pribadi Helena Roselina dan teman-temannya sewaktu lulus IKIP Padang tahun 1972
Helena Roselina kemudian mengajar di beberapa sekolah, SMP Murni, SMP Yos Sudarso, dan SMP Kalam Kudus .

Sewaktu usaha perdagangan Tjiptadinata semakin maju, Roselina berhenti mengajar untuk membantu suami di perusahaan milik sendiri bernama  CV Tunas Sari. Menjabat sebagai komisaris merangkap bendahara perusahaan

CV Tunas Sari berkantor di jalan Niaga depan Polsek Pondok. Sekaligus di sana menyewa sebuah gudang untuk penampungan barang-barang yang akan dijual belikan.

Awal mula terbentuknya CV Tunas Sari ketika suatu waktu Tjiptadinata berbicara kepada Samsuar. Apakah Samsuar mau membantu Tjiptadinata yang ingin mendirikan perusahaan sendiri, tapi mereka tetap bisa bekerja sama.

Jawaban Samsuar diluar dugaan," Ya ,memang sudah waktunya untuk bisa ekspor sendiri. Kamu jadi eksportir! Pengalamanmu sudah cukup." 

Seperti mimpi, kehidupan rumah tangga Tjiptadinata berubah dengan sangat cepat. Beberapa tahun lalu masih menjadi buruh pabrik karet di Patumbak, kini menjadi seorang direktur perusahaan ekspor.

Perusahaan CV Tunas Sari milik Tjiptadinata mengekspor kopi, pinang, kulit manis, gambir, cardamon, damar batu, cengkeh , dan pala. Pelanggan dari berbagai negara, ada di Singapore, India, benua Eropa dan Amerika.

Pasokan kopi datang dari pedagang asal Pagar Alam dan Curup yang mengantar dengan truk ke Kampung Nias.

Pada bulan Desember 1973, anak kedua Tjiptadinata dan Roselina lahir diberi nama Irwan. Pada tahun 1976, lahirlah putri Roselina dan Tjiptadinata yang diberi nama Irvianty. 

Setelah sukses menjadi eksportir, impian Tjiptadinata dan Roselina untuk mengunjungi 5 benua di dunia akhirnya terpenuhi. 

Setelah putra-putrinya berkeluarga, Tjiptadinata dan Roselina memutuskan untuk mengundurkan diri dari dunia perdagangan.

Keduanya sejak tahun 2006 menikmati hidup bersama anak cucu di Mount Saint Thomas dan di Perth, Australia. Setiap setahun sekali pulang ke Indonesia untuk berjumpa anak dan cucu yang lain.

Begitulah jatuh bangun romansa cinta Tjiptadinata-Roselina selama enam dekade lebih.

Sayup-sayup terdengar lagu Elvis Presley yang dicover penyanyi masa kini,"'Love me tender, love me dear...take me to your heart.. I'll be yours through all the years...till the end of time"

Sungguh indah lagu "Love Me Tender' yang ku dengar itu. Lagu yang juga kesukaan opa Tjiptadinata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun