Karena hidup di tempat kumuh, Tjiptadinata dan Irmansyah mulai sering sakit-sakitan. Roselina tubuhnya semakin kurus dan wajahnya pucat.
Suatu waktu Irmansyah demam selama tiga hari. Segala macam dedaunan yang kata orang berkhasiat menurunkan demam sudah dicoba diberikan Lina kepada anaknya. Namun demam tinggi masih diderita Irmansyah.
Karena tidak mempunyai uang untuk membawa anaknya ke dokter dan menebus obat, Tjipta dan Lina mencoba mencari pinjaman ke sana-sini,tetapi tidak ada yang mau meminjamkan.Â
Akhirnya mereka dengan menahan malu mendatangi salah satu orang tua murid Roselina yang mapan dalam hal keuangan di Jalan Rohana Kudus, Kota Padang.Â
Orang tua murid tersebut setuju meminjamkan uang dengan syarat berbunga 20 persen per satu bulan.Â
Lina dan Tjipta mencoba menawar agar bunganya 10 persen saja, namun ditolak. Karena kepepet akhirnya uang pinjaman berbunga 20 persen diterima oleh Tjiptadinata dan Roselina.
Irmansyah setelah dibawa ke dokter ternyata menderita sakit tifus. Uang pinjaman ludes untuk membayar biaya periksa ke dokter dan menebus obat di apotek.
Hingga dua bulan kemudian, Tjiptadinata dan Roselina masih belum dapat mengembalikan pinjaman beserta bunganya.Â
Tjiptadinata memutuskan untuk menjual cincin pernikahan yang dipakai di jari. Roselina sempat tidak setuju, karena cincin itu adalah kenangan hari pernikahan mereka.Â
Karena tidak ada lagi jalan pilihan lain, maka dengan sangat terpaksa cincin kawin dijual.
Pada momen lainnya, Tjiptadinata batuk terus-menerus selama sebulan. Setiap batuk mengeluarkan darah. Tjipta tidak pernah memberitahu istrinya, khawatir akan menambah beban pikiran Lina.Â