Sedangkan pemain muda pelapis dari generasi kelahiran 2000an seperti Alwi Farhan, Yohanes Saut Marcellyno, Ikhsan Leonardo Rumbay, berada di ranking 50 hingga 80-an dunia.Â
Salah satu faktor yang membuat pemain-pemain muda Indonesia berada jauh dari jajaran elit dunia adalah kebijakan PBSI era ketum terdahulu Agung Firman Sampurna.
Pelatih dan pengurus PBSI era Agung Sampurna kurang sigap melakukan regenerasi pemain. Talenta-talenta muda di pelatnas PBSI lebih sering diperam, jarang dikirim ke berbagai turnamen internasional.
Sebagai perbandingan, Alex Lanier dan Alwi Farhan. Dua hari mendatang Lanier menempati ranking 20 dunia, sedangkan Alwi masih di ranking 50-an. Padahal mereka berbarengan naik podium di Kejuaraan Dunia Junior 2023. Alwi Farhan dapat emas karena sukses menjadi juara dunia junior, sedangkan Alex Lanier kebagian medali perunggu.
Tapi, jumlah turnamen bergengsi yang diikuti oleh Alex Lanier jauh lebih banyak dibandingkan Alwi Farhan sepanjang 20 bulan terakhir.
Alex Lanier sejak awal 2023 hingga saat ini sudah mengikuti 1 turnamen Super 750, sekali Kejuaraan Eropa, 2 turnamen Super 500, sembilan turnamen Super 300, dan 2 turnamen Super 100.Â
Sedangkan Alwi Farhan oleh PBSI hanya dikirimkan ke 2 turnamen Super 500, lima turnamen Super 300, dan 5 turnamen Super 100.Â
Dari perbandingan tersebut bisa disimpulkan PBSI pasif mengirimkan Alwi Farhan ke ajang Super 300. Sehingga Alwi Farhan kesulitan untuk mendongkrak peringkatnya, dan juga minimn pengalaman menghadapi pemain-pemain top.Â
Fadil Imran yang dua pekan silam terpilih sebagai ketua umum baru PBSI, bersama pengurus PBSI yang baru harus segera merancang secara terukur dan tepat pola pengiriman pemain pelatnas ke ajang internasional.Â
Agar di masa mendatang dapat terwujud banyak pemain muda Indonesia yang berprestasi di level elit International, dengan target utama meraih medali emas Olimpiade 2028 dan memenangkan gelar Kejuaraan Dunia.