Mohon tunggu...
Yuriadi
Yuriadi Mohon Tunggu... Lainnya - | Penulis lepas | https://www.kompasiana.com/ceritayuri

Warga Negara Indonesia (WNI) biasa dari Kota Makassar. Menyukai informasi teknologi, sosial, budaya dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pesona Strategi Marketing Berbasis Eksklusivitas di Tengah Fenomena FOMO Kekinian

3 Desember 2024   11:22 Diperbarui: 3 Desember 2024   11:39 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ilustrasi: pusat perbelanjaan modern. Sumber: pixabay.com @StockSnap) 

Peluncuran merchandise eksklusif Harry Potter oleh Miniso di Indonesia pada bulan Oktober 2024 yang lalu, menarik untuk dicermati. Hal ini karena dalam waktu singkat, promo ini mampu membuat antrean panjang penggemar untuk berbelanja. Penawaran terbatas ini membuat konsumen merasa mereka harus segera bertindak untuk mendapatkan kesempatan sebelum terlambat. Strategi pemasaran seperti ini menunjukkan bagaimana psikologi konsumen, terutama perasaan takut ketinggalan atau Fear of Missing Out alias FOMO, dapat dimanfaatkan untuk menarik perhatian pasar.

Kolaborasi antara Harry Potter dan Miniso Indonesia pada bulan Oktober 2024 berhasil menarik perhatian para Potterheads dan masyarakat luas di Indonesia. Potterheads adalah istilah yang ditujukan kepada orang-orang yang sangat mencintai dan terinspirasi oleh dunia sihir yang diciptakan oleh J.K. Rowling dalam seri bukunya tersebut. Potterheads dapat mencakup semua usia dan sering kali terlibat dalam berbagai aktivitas seperti cosplay, diskusi tentang karakter dan cerita, serta koleksi merchandise Harry Potter.

Pada kesempatan itu, Miniso Indonesia meluncurkan koleksi kolaborasi dengan Harry Potter, tepatnya pada tanggal 19 Oktober di Central Park Mall, Jakarta, di mana para penggemar dari berbagai usia rela mengantri berjam-jam untuk mendapatkan berbagai produk eksklusif, mulai dari mainan plush hingga aksesori bertemakan Hogwarts. Koleksi ini mencakup lebih dari 500 item yang dirancang untuk membawa suasana sihir Harry Potter ke dalam kehidupan sehari-hari, dengan berbagai pilihan seperti gantungan kunci, buku harian dengan lambang Hogwarts, hingga mug bertema rumah di Hogwarts.

Acara ini juga menciptakan pengalaman yang menyenangkan bagi pengunjung, dengan banyak dari mereka mengenakan kostum tokoh favorit dari cerita tersebut, serta banyak momen Instagrammable yang turut meramaikan suasana. Koleksi ini tidak hanya menawarkan barang-barang yang menarik secara visual, tetapi juga sangat praktis untuk digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Popularitasnya semakin terasa dengan perencanaan Miniso untuk memperluas koleksi Harry Potter ke toko-toko lainnya di Indonesia.

Miniso pada program ini menerapkan sistem antrean dengan waktu belanja terbatas, yang menciptakan rasa urgensi di kalangan pembeli. Strategi pemasaran seperti ini menunjukkan bagaimana psikologi konsumen, terutama perasaan takut ketinggalan atau Fear of Missing Out (FOMO), dapat dimanfaatkan untuk menarik perhatian pasar. FOMO kini menjadi salah satu elemen dalam pemasaran modern, di mana konsumen merasa terdorong untuk segera membeli produk agar tidak kehilangan kesempatan, mengingat popularitas dan keterbatasan stok yang ada. Pendekatan ini sangat efektif dalam memasarkan produk, terutama di era digital yang semakin didorong oleh media sosial dan keinginan untuk selalu tampil up-to-date.

Baca Juga :  Pilih Mana FOMO atau JOMO

Dengan kombinasi eksklusivitas, urgensi, dan keterbatasan, FOMO mendorong keputusan pembelian yang cepat. Berikut adalah tiga strategi utama yang sering digunakan:


1. Scarcity Marketing
Scarcity marketing adalah cara efektif menciptakan urgensi dengan menampilkan produk atau layanan sebagai sesuatu yang langka. Dalam kolaborasi Harry Potter x Miniso, sistem batch belanja dengan waktu terbatas adalah salah satu bentuk nyata strategi ini. Konsumen merasa harus segera bertindak karena stok yang tersedia hanya dalam jumlah kecil, sehingga mereka cenderung melakukan pembelian impulsif.

Strategi ini juga lazim digunakan oleh platform e-commerce dengan fitur penghitung waktu mundur untuk promo flash sale atau informasi stok produk yang hampir habis, seperti "Tersisa 3 barang lagi!" Menurut Segmentify dan Johnny Holland, taktik seperti ini mampu meningkatkan konversi karena urgensi adalah pemicu kuat bagi konsumen untuk segera membeli. Dengan menambahkan elemen kelangkaan, produk yang sebenarnya biasa saja dapat terasa jauh lebih berharga.

2. Exclusive Marketing
Eksklusivitas adalah elemen kunci lain dalam pemasaran berbasis FOMO. Konsumen sering kali ingin merasa menjadi bagian dari kelompok istimewa, sehingga produk atau layanan yang eksklusif akan lebih menarik perhatian. Dalam kasus Harry Potter x Miniso, merchandise dirancang khusus untuk penggemar setia Hogwarts, menciptakan rasa kebanggaan tersendiri bagi mereka yang berhasil memilikinya.

Brand lain juga banyak yang memanfaatkan strategi ini, misalnya dengan program keanggotaan VIP atau peluncuran produk edisi terbatas. Eksklusivitas ini tidak hanya meningkatkan daya tarik produk tetapi juga membantu membangun loyalitas pelanggan. Konsumen yang merasa dihargai cenderung akan kembali membeli dan bahkan merekomendasikan brand kepada orang lain.

3. Social Proof dan Limited-Time Offers
Tekanan sosial adalah aspek lain yang sering dimanfaatkan dalam strategi FOMO. Pop-up atau notifikasi yang menunjukkan aktivitas pembeli lain, seperti "5 orang sedang melihat produk ini sekarang," menciptakan kesan bahwa produk tersebut populer dan diminati. Hal ini sering kali memengaruhi konsumen untuk segera membeli sebelum kesempatan hilang.

Selain itu, penawaran dengan batas waktu, seperti diskon selama 24 jam atau promo musiman, sangat efektif untuk memotivasi pembelian impulsif. Konsumen lebih cenderung membeli saat mereka tahu penawaran tersebut akan segera berakhir. Menurut laporan Segmentify, penawaran terbatas dapat memberikan dampak langsung pada peningkatan penjualan karena menciptakan rasa urgensi yang kuat di benak konsumen.

Dengan berkembangnya teknologi, alat digital seperti personalisasi berbasis AI dan automasi semakin memperkuat efektivitas strategi FOMO. Rekomendasi produk yang disesuaikan dengan riwayat belanja konsumen atau notifikasi yang dipersonalisasi menjadi cara yang ampuh untuk menciptakan pengalaman belanja yang lebih relevan.

Strategi-strategi di atas menunjukkan bahwa pemasaran berbasis FOMO bukan sekadar tren sementara, melainkan alat yang sangat efektif di era konsumen modern. Dengan penerapan yang tepat, FOMO dapat membantu brand menciptakan hype, meningkatkan penjualan, dan membangun loyalitas pelanggan yang lebih kuat.
(yrd).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun