Mohon tunggu...
Ulfatin Nadliroh
Ulfatin Nadliroh Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

call me at my tumblr\r\nhttp://ulfanadliroh.tumblr.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] Teruntuk Ibuku yang Lebih Indah dari Bidadari

23 Desember 2013   15:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:34 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

No.511

Ulfatin Nadliroh

Wajahnya mulai keriput di usia yang sudah tak muda lagi. Namun tetap yang paling cantik di mataku. Tenaganya sudah tak sekuat dulu. Namun tetap yang paling tangguh bagiku.

Perempuan inilah yang selama sembilan bulan lamanya menimangku dalam rahimnya. Dan perempuan ini juga yang sejak dua puluh tahun lalu menjaga, merawat serta mendidikku dengan penuh kasih. Sudah tak diragukan lagi jutaan pengorbanan yang dia lakukan untukku. Tetapi sampai saat ini aku belum bisa membahagiakannya. Aku masih malu untuk sekedar berterima kasih kepadanya. Mungkin hanya lewat tulisan ini aku ingin mengungkapkan betapa aku sangat mencintainya. Tulisan ini teruntuk ibuku yang lebih indah dari bidadari.

Assalamua’alaykum, warrahmatullahi, wabarakaatuh

Teruntuk ibuku yang lebih indah dari bidadari

Bu, njenengan apa kabar di kampung? Bagaimana kondisi maag njenengan? Masih sering kambuh tidak? Jaga kesehatan njenengan ya, bu. Kalau makan jangan telat. Makanannya juga yang bergizi, jangan makan yang pedas dan masam. Semoga njenengan selalu dalam keadaan sehat. Doaku selalu untuk njenengan, bu.

Aku tidak mau njenengan sampai masuk rumah sakit lagi seperti dulu. Ketika maag njenengan kambuh akibat sering telat makan. Aku sangat khawatir saat itu, bu. Bahkan njenengan malah merahasiakan kondisi njenengan dariku. Dan akhirnya aku pun tahu dari sepupuku. Sayangnya, aku tak bisa langsung pulang dan menemui njenengan seketika itu. Aku masih harus menunggu sampai akhir pekan saat aku sudah selesai praktikum untuk bisa pulang dan menjenguk njenengan. Walaupun praktikumku baru selesai saat maghrib, dan di tengah rintik hujan aku langsung saja tancap gas menuju terminal untuk pulang. Waktu itu, jam menunjukkan pukul dua belas malam. Aku tidak peduli. Aku tidak pernah seberani itu sebelumnya. Ini semua karena njenengan, bu. Hanya njenengan yang ada dalam pikiranku saat itu.

Bu, aku minta maaf jika selama kuliah ini aku jarang memberi kabar njenengan. Aku minta maaf jika aku sering membuat njenengan khawatir karena jarang menelepon. Harusnya aku sadar kalau njenengan sangat mengharapkan kabar dariku, walaupu hanya sekedar bercerita tentang bagaimana kuliahku hari ini.

Bu, sejak kepergian bapak delapan tahun lalu, cuma njenengan satu-satunya orang tua yang aku punya. Sejak saat itu pula, status njenengan berubah menjadi ibu dan bapak untukku dan kakak. Bagiku, njenengan itu perempuan paling hebat di dunia ini. Masih kuingat dulu sebelum lebaran tiba, njenengan dengan cekatan selalu mengecat rumah, memperbaiki pintu kamar mandi yang rusak, menjemur kasur yang basah karena atap yang bocor akibat hujan, memperbaiki kompor jika apinya tidak bisa berwarna biru.

Aku sangat ingat cerita masa kecilku bersama njenengan, bu. Saat aku masih kelas 1 SD dank ala itu bapak masih ada. Beliau masih kuat melakoni pekerjaannya sebagai petani tambak garam. Setiap hari, bapak berangkat ke ladang tambaknya sejak pagi hari hingga petang menjelang. Lalu, pada siang harinya njenengan dan aku menyusul ke tambak untuk membawakan makanan serta membantu pekerjaan bapak.

Ketika njenengan membantu bapak mengangkut garam yang sudah dikeruk di pinggir pematang, njenengan selalu memastikan kalau aku sudah nyaman berada di atas dipan bambu yang diletakkan di atas gundukan garam di gubuk. Begitulah rutinitas njenengan setiap hari, dan akan berakhir saat senja mulai tampak.

Pernah suatu malam njenengan berpesan kepadaku. “Nduk, nanti kalau kamu menikah, jangan tinggal jauh-jauh dari ibu, ya. Biar ibu bisa sering menjengukmu. Biar nanti kalau kamu sudah punya bayi, ibu juga bisa membantumu untuk mengurusnya. Untuk masalah rumah tangga, ibu tetap menjadi yang paling bisa membantumu,” pinta ibu malam itu. Mendengar itu, aku hanya membalas dengan senyum malu. Karena jarang sekali ibu membicarakan masalah percintaan atau bahkan pernikahan denganku.

Kasih njenengan memang tiada duanya, bu. Njengengan sampai memikirkan aku sejauh itu. Betapa njenengan tidak ingin anak perempuannya kerepotan mengurus rumah tangga. Aku sangat terharu dengan kejutan nasihat yang njenengan beri malam itu, bu.

Bu, sejujurnya aku sangat bangga mempunyai seorang ibu seperti njenengan. Seorang ibu yang hatinya begitu lebut. Kasihnya begitu hangat. Dan cintanya begitu suci. Betapa aku ingin menunjukkan pada dunia bahwa njenengan adalah ibu yang paling hebat. Ibu yang sangat menginspirasi. Ibu yang akan kujadikan teladan selalu. Aku ingin menjadi ibu seperti njenengan, bu.

Betapa tidak, setiap aku akan kembali ke perantauan setelah pulang ke rumah, perhatian njenengan masih sama. Rasa peduli njenengan masih sama seperti tahun-tahun yang lalu. Aku selalu menahan air mata saat njenengan dengan semangat membantuku mengepak barang-barang yang akan kubawa. Mengingatkan kalau-kalau ada barang yang masih ketinggalan. Karena aku memang pelupa.

Bodohnya, aku baru menyadari betapa aku sangat menyayangi njenengan saat aku kuliah dan berada jauh dari njenengan. Seharusnya aku sadar dari dulu agar aku bisa menjaga kata-kata dan sikapku supaya jangan sampai menyakiti hati njenengan. Maafkan aku, bu.

Aku juga masih sangat ingat betapa khawatirnya njenengan saat aku mulai dekat dengan teman laki-lakiku. Kadang aku merasa njenengan terlalu over protective. Bahkan, tak jarang aku membantah nasihat njenengan yang melarangku untuk menjalin hubungan terlalu dekat dengan seorang laki-laki. “Anak laki-laki sekarang itu banyak yang ndak bener, banyak yang nakal. Ibu ndak suka kamu pacaran. Kamu itu masih sekolah. Ibu malu jika orang-orang tahu kalau anak ibu sering keluar dengan laki-laki,” nasihat ibu kala itu. Namun, sekarang aku sadar kalau njenengan hanya tidak ingin anak perempuannya disakiti oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab. Maafkan putri njenengan ini, bu, lagi-lagi aku menyesal sudah mengecewakan njenengan.

Aku memang belum bisa member njenengan apa-apa, bu. Satu-satunya barang yang pernah kuberikan kepada njenengan dengan usahaku sendiri adalah tas coklat yang njenengan suka. Itupun aku dapat dari hadiah lomba menulis cerita tentang ibu saat momen hari ibu tahun lalu. Aku senang bisa memberikan hadiah yang njenengan inginkan kala itu. Karena memang sebelumnya njenengan ingin beli tas baru untuk dibawa ke pernikahan kakak.

Bu, lewat tulisan ini aku ingin mengucapkan terima kasih atas semua yang telah njenengan lakukan untukku selama ini. Maaf jika aku belum bisa membahagiakan njenengan. Tapi aku janji bu, aku akan berusaha dan terus berusaha membuat njenengan bangga dan tersenyum bahagia. Semoga njenengan senantiasa berada dalam lindungan Allah. Aku sayang njenengan, bu.

Wassalamu’alaykum, warahmatullahi, wabarakaatuh

Peluk cium dariku,

Ufatin Nadliroh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun