Mohon tunggu...
Ulfatin Nadliroh
Ulfatin Nadliroh Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

call me at my tumblr\r\nhttp://ulfanadliroh.tumblr.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] Teruntuk Ibuku yang Lebih Indah dari Bidadari

23 Desember 2013   15:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:34 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika njenengan membantu bapak mengangkut garam yang sudah dikeruk di pinggir pematang, njenengan selalu memastikan kalau aku sudah nyaman berada di atas dipan bambu yang diletakkan di atas gundukan garam di gubuk. Begitulah rutinitas njenengan setiap hari, dan akan berakhir saat senja mulai tampak.

Pernah suatu malam njenengan berpesan kepadaku. “Nduk, nanti kalau kamu menikah, jangan tinggal jauh-jauh dari ibu, ya. Biar ibu bisa sering menjengukmu. Biar nanti kalau kamu sudah punya bayi, ibu juga bisa membantumu untuk mengurusnya. Untuk masalah rumah tangga, ibu tetap menjadi yang paling bisa membantumu,” pinta ibu malam itu. Mendengar itu, aku hanya membalas dengan senyum malu. Karena jarang sekali ibu membicarakan masalah percintaan atau bahkan pernikahan denganku.

Kasih njenengan memang tiada duanya, bu. Njengengan sampai memikirkan aku sejauh itu. Betapa njenengan tidak ingin anak perempuannya kerepotan mengurus rumah tangga. Aku sangat terharu dengan kejutan nasihat yang njenengan beri malam itu, bu.

Bu, sejujurnya aku sangat bangga mempunyai seorang ibu seperti njenengan. Seorang ibu yang hatinya begitu lebut. Kasihnya begitu hangat. Dan cintanya begitu suci. Betapa aku ingin menunjukkan pada dunia bahwa njenengan adalah ibu yang paling hebat. Ibu yang sangat menginspirasi. Ibu yang akan kujadikan teladan selalu. Aku ingin menjadi ibu seperti njenengan, bu.

Betapa tidak, setiap aku akan kembali ke perantauan setelah pulang ke rumah, perhatian njenengan masih sama. Rasa peduli njenengan masih sama seperti tahun-tahun yang lalu. Aku selalu menahan air mata saat njenengan dengan semangat membantuku mengepak barang-barang yang akan kubawa. Mengingatkan kalau-kalau ada barang yang masih ketinggalan. Karena aku memang pelupa.

Bodohnya, aku baru menyadari betapa aku sangat menyayangi njenengan saat aku kuliah dan berada jauh dari njenengan. Seharusnya aku sadar dari dulu agar aku bisa menjaga kata-kata dan sikapku supaya jangan sampai menyakiti hati njenengan. Maafkan aku, bu.

Aku juga masih sangat ingat betapa khawatirnya njenengan saat aku mulai dekat dengan teman laki-lakiku. Kadang aku merasa njenengan terlalu over protective. Bahkan, tak jarang aku membantah nasihat njenengan yang melarangku untuk menjalin hubungan terlalu dekat dengan seorang laki-laki. “Anak laki-laki sekarang itu banyak yang ndak bener, banyak yang nakal. Ibu ndak suka kamu pacaran. Kamu itu masih sekolah. Ibu malu jika orang-orang tahu kalau anak ibu sering keluar dengan laki-laki,” nasihat ibu kala itu. Namun, sekarang aku sadar kalau njenengan hanya tidak ingin anak perempuannya disakiti oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab. Maafkan putri njenengan ini, bu, lagi-lagi aku menyesal sudah mengecewakan njenengan.

Aku memang belum bisa member njenengan apa-apa, bu. Satu-satunya barang yang pernah kuberikan kepada njenengan dengan usahaku sendiri adalah tas coklat yang njenengan suka. Itupun aku dapat dari hadiah lomba menulis cerita tentang ibu saat momen hari ibu tahun lalu. Aku senang bisa memberikan hadiah yang njenengan inginkan kala itu. Karena memang sebelumnya njenengan ingin beli tas baru untuk dibawa ke pernikahan kakak.

Bu, lewat tulisan ini aku ingin mengucapkan terima kasih atas semua yang telah njenengan lakukan untukku selama ini. Maaf jika aku belum bisa membahagiakan njenengan. Tapi aku janji bu, aku akan berusaha dan terus berusaha membuat njenengan bangga dan tersenyum bahagia. Semoga njenengan senantiasa berada dalam lindungan Allah. Aku sayang njenengan, bu.

Wassalamu’alaykum, warahmatullahi, wabarakaatuh

Peluk cium dariku,

Ufatin Nadliroh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun