Kinan terbangun di ranjang rumah sakit. Wajah Dirga adalah hal pertama yang dilihatnya, matanya penuh kekhawatiran.
"Kamu sadar," ucap Dirga, suaranya penuh kelegaan.
Kinan menatapnya lama, lalu tersenyum kecil. Ada sesuatu yang berubah dalam dirinya—bukan karena ia menjadi "Anna," tetapi karena ia akhirnya memahami siapa dirinya yang sebenarnya.
"Aku baik-baik saja," ujar Kinan pelan.
Dirga mengangguk, tetapi masih ada kebingungan di matanya. "Ada sesuatu yang ingin aku katakan."
Kinan menunggu, membiarkannya melanjutkan.
"Aku menyesal atas apa yang pernah aku katakan padamu tentang Kirana," ujar Dirga, suaranya pecah. "Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri, tapi aku akan menghabiskan sisa hidupku untuk memperbaikinya."
Kinan menggenggam tangan Dirga, menatapnya dengan penuh keyakinan. "Aku tidak ingin hidup dalam bayang-bayang itu lagi. Aku ingin memulai hidup baru, untukku, untuk kita, dan untuk bayi ini."
Air mata Dirga mengalir, tetapi kali ini bukan karena rasa bersalah, melainkan karena kelegaan. Dia mengangguk, seolah berjanji untuk tidak pernah mengecewakan Kinan lagi.
Kinan menatap ke luar jendela, matahari pagi menyinari wajahnya. Untuk pertama kalinya, dia merasa bebas—bebas dari rasa bersalah, bebas dari trauma, dan bebas untuk menjalani hidup yang utuh.
Aku bukan Anna. Aku Kinanti Kusumah.Â