"Dirga, aku bisa jalan sendiri," ujar Anna, nada ketus keluar tanpa disengaja.
"Tetap saja aku nggak percaya kamu bisa menjaga dirimu sendiri," balas Dirga dingin.
Setelah sampai di kamar, Dirga mendudukkan Anna di ranjang. Dia terlihat kesal, tetapi gerak-geriknya menunjukkan perhatian yang tidak bisa disembunyikan. Dengan sigap, dia mengambil selimut dan menyelimutinya, lalu berjalan ke meja untuk mengambil kotak makan siang yang sudah dia siapkan. "Kamu belum makan siang, kan? Aku bawain ini," katanya sambil membuka kotak tersebut.
Anna hanya memandanginya dengan tatapan penuh tanda tanya. Dirga menyiapkan sendok dan mulai menyuapinya tanpa meminta izin. "Dirga, aku bisa makan sendiri," ujar Anna, mencoba menahan sendok yang mendekat ke mulutnya.
"Makan saja!" balas Dirga tegas. "Kamu butuh tenaga. Kalau kamu sakit lagi, aku yang repot."
Anna mendengus pelan, namun tidak melawan. Perutnya memang lapar, dan makanan itu terlihat menggoda. Dia membiarkan Dirga menyuapinya, meskipun perasaan jengkel memenuhi hatinya. "Kenapa kamu repot-repot begini, Dirga?" tanya Anna akhirnya. "Kamu nggak suka sama aku, kan? Kenapa masih peduli?"
Dirga menghentikan suapannya. Dia menatap Anna dengan mata yang sulit ditebak. "Aku nggak peduli sama kamu. Aku cuma menjalankan tanggung jawabku. Itu saja."
"Tanggung jawab, ya? Menarik sekali. Kamu bahkan nggak mau menikah denganku, tapi kamu tetap di sini, merawatku. Aneh, nggak sih?"
Dirga terdiam sejenak, lalu melanjutkan menyuapi Anna tanpa menjawab.
Di dalam hatinya, Anna semakin yakin bahwa ada lebih banyak hal yang tersimpan di balik sikap dingin dan arogan Dirga. Tapi dia tidak ingin terlalu memikirkannya sekarang. Yang jelas, tubuh Kinan ini mendapatkan perhatian yang tak pernah Anna rasakan sebelumnya.
Setelah menyuapinya, Dirga pergi begitu saja, meninggalkan Anna sedirian, lagi.