Mohon tunggu...
Mutiara Rizka Maulina
Mutiara Rizka Maulina Mohon Tunggu... Freelancer - Pecinta dunia tulis menulis dan melamun

Sedang belajar untuk konsisten menulis berbagai gagasan yang ada di kepala. Semua artikel yang disampaikan adalah pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Memahami Hubungan Orangtua dan Anak Lewat Kisah Kang Ok Dong dan Lee Dong Soek dalam Drama Korea "Our Blues"

20 Juni 2022   14:02 Diperbarui: 20 Juni 2022   14:05 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya, seburuk apapun hubungan yang mereka miliki. Sejak kecil, mungkin kita dicekoki tentang bagaimana harus bersikap baik dan menghormati orangtua. Sebagai anak, kita harus membalas jasa mereka karena sudah melahirkan dan membesarkan kita di dunia ini.

Namun, apakah semua anak bersyukur dibawa ke dunia ini? Tidak sedikit remaja yang bahkan mengakhiri hidupnya atau terjerumus kepada hal-hal kelam selama hidup. 

Lalu, apakah seorang anak harus tetap merasa bersyukur dan berterimakasih kepada orangtuanya karena sudah dilahirkan, di saat mereka sendiri tidak menyukai kehidupan.

Adjie Santoso Putro pernah berkata dalam salah satu unggahannya, 'Menjadi orangtua tidak mudah, menjadi anak juga tidak mudah.' Jika hal tersebut diyakini, maka seharusnya, berbuat baik, bersyukur dan berterimakasih haruslah dilakukan oleh kedua belah pihak.

Ingatkah saat orangtua masih menjadi sepasang suami istri. Lalu mereka mengharapkan kehadiran buah hati. Tidak sedikit pasangan suami istri yang mengusahakan kehadiran buah hati hingga berusaha melakukan inseminasi buatan.

Bayi-bayi itu begitu disayang baik oleh orangtua, kakek-nenek maupun orang-orang sekitarnya. Ketika balita, mereka dibangga-banggakan dan dibandingkan dengan anak-anak lainnya. Kemajuan kecil apapun yang dilakukan mendapatkan apresiasi dan diceritakan seolah hal besar yang baru pertama kali terjadi.

Namun, semua hal tersebut tak lagi terjadi ketika anak bertumbuh remaja menuju dewasa. Kesalahan kecil apapun menjadi sorotan, seolah tidak ada hal baik yang pernah mereka lakukan. Dibanding-bandingkan menjadi hal yang paling menyakitkan di telinga para remaja.

Dalam drama Our Blues, tokoh Lee Dong Soek dewasa tampak sangat membenci ibunya. Ia, bahkan tak mau memanggilnya ibu atau berhubungan dengan wanita yang melahirkannya tersebut. Semua itu dilatarbelakangi luka masa lalu yang sangat menyakitkan bagi Lee Dong Soek remaja.

Ayahnya meninggal saat melaut, begitu juga dengan kakak perempuannya. Kang Ok Dong, ibu dari Lee Dong Soek kemudian menikah lagi dengan seorang pria yang memiliki  istri dan anak. Ia menghabiskan sisa hidupnya merawat keluarga tersebut, membiarkan anaknya dipukuli oleh kedua saudara tirinya.

Sebagai anak, jika kita melihat hanya dari sisi Lee Dong Seok, mungkin kita akan merasa mengerti mengapa pria yang hampir berusia separuh abad itu sangat membenci ibunya. Ia dipukul karena memanggil ibunya dengan 'ibu.' Bertahun-tahun membiarkan dirinya disiksa oleh kedua kakak tirinya.

Hingga suatu hari, Kang Ok Dong dikabarkan mengalami penyakit kanker. Wanita itu menolak pengobatan dan membiarkan kanker tersebar ke seluruh tubuhnya. 

Sebagai permintaan sebelum meninggal, ia mengajak Lee Dong Soek untuk mengunjungi upacara peringatan kematian suami kedua di rumah anak tirinya.

Dari perjalanan ke Mokpo itu, Lee Dong Soek akhirnya belajar untuk memahami wanita yang dibencinya selama bertahun-tahun tersebut. Kang Ok Dong, kehilangan orangtuanya ketika berusia sekitar 6 atau 7 tahun. Mereka sempat bercerai sebelum akhirnya dimakamkan bersebelahan di Madeung-Ri, Mokpo.

Wanita yang meninggal dunia setelah didiagnosa menderita kanker itu juga kehilangan kakak laki-lakinya ketika berusia antara 13 dan 14 tahun. Kakaknya yang berusia 19 tahun tewas setelah digigit ular saat berkumpul dengan teman-temannya. Sejak saat itu, Kang Ok Dong harus bekerja mencari nafkah untuk diri dan adiknya.

Buta huruf, membuat Kang Ok Dong bekerja serampangan di sebuah restoran untuk memasak nasi dan mencuci piring, hingga akhirnya bertemu dengan ayah Lee Dong Soek dan menikah. Ia mungkin membuat Lee Dong Soek menderita, dan terlihat berhati dingin. Namun, Kang Ok Dong remaja juga tumbuh dalam situasi yang tidak mudah.

Orangtua dan kakak laki-lakinya meninggal. Setelah menikah, suami dan anaknya meninggal di laut. Anak laki-laki terakhirnya membencinya karena dia menikah lagi dan dipukuli oleh dua orang kakak tirinya. Hingga akhir hayatnya, ia harus hidup sendirian, hanya ditemani oleh temannya Chun Hui.

"Dia tidak pernah berkata mencintaiku, atau meminta maaf padaku. Ibuku, Kang Ok Dong membuatkan semangkuk makanan favoritku, Sup Doenjang. Kemudian dia kembali kemana dia seharusnya."

Dialog itu adalah yang dikatakan Lee Dong Soek saat memeluk ibunya yang meninggal di pagi hari. Dalam keadaan tertidur setelah memasakkan Sup Deonjang kesukaannya. Ia memeluk erat wanita yang selama bertahun-tahun tak lagi dipanggilnya 'Ibu.' Pagi itu, Dong Soek menangis memeluk ibunya.

Saat momen tersebut, ia menyadari, jika selama ini dirinya tak pernah membenci Kang Ok Dong. Ia hanya ingin merangkul dan berdamai dengan sang ibu. Dong Soek berharap bisa memaafkan ibunya, dan berdamai dengan hal-hal pahit yang dihadapi setelah kematian sang kakak, dan ibunya menikah lagi.

Berkat perjalanan menuju ke Mokpo dan pendakian ke Gunung Halla, Lee Dong Soek, menyadari jika ibunya menjalani masa kecil yang tidak mudah. Kang Ok Dong juga merasa terlalu malu dan tidak layak untuk meminta maaf kepada putra semata wayangnya. 

Penyesalan akan kematian sang suami dan anak sulungnya, serta Dong Soek yang disiksa anak tirinya, menjadi beban pikiran yang dibawa hingga akhir hayat.

Selain Nyonya Ok Dong dan Tuan Dong Soek, ada banyak orangtua dan anak yang memiliki hubungan komplek. Kisah keluarga yang hangat justru menjadi barang yang langka dalam realita masyarakat. Ayah, ibu dan dua orang anak yang duduk bersama di meja makan sembari tertawa dan saling berbagi kisah seolah hanya terwujud di dalam layar kaca.

Ironinya, para aktris dan aktor yang memerankannya juga tak selalu memiliki latar belakang keluarga serupa. Seringnya, mereka melalui perselingkuhan, perceraian dan drama-drama lainnya yang tak pernah luput dari sorotan kamera. Kisah keluarga bahagia di televisi, menjadi mimpi manis yang didambakan banyak anak-anak polos dengan kondisi keluarga yang berbeda-beda.

Seiring bertumbuhnya dewasa, menuju usia seperempat abad, saya pribadi menyadari bahwa ikatan keluarga adalah sebuah Love and Hate Relationship. Kita sangat mungkin untuk membenci kedua orang tua atau bahkan saudara kandung kita. Tapi jauh dilubuk hati terdalam, keluarga akan selalu ada di sana bagai sesuatu yang hangat.

Alasan kenapa kita sangat membenci kedua orang tua atau saudara kita, terkadang tak jauh dari karena kita terlebih dahulu menyayangi mereka dengan amat sangat. Perasaan itu, membuat kita memiliki harapan dan ekspektasi yang tinggi akan mereka. Dan ketika angan tersebut tak terpenuhi, kekecawaan yang dalam siap menghantam dari belakang.

Namun, sebenci apapun kita pada mereka yang dirasa menyakiti, seringkali kita akan tetap berlari menghampiri saat keluarga atau diri kita sendiri terluka. Orang tua yang buruk dan saudara yang tak pengertian, tetap menjadi tempat untuk pulang saat dunia luar begitu kejam membuat kita babak belur tak karuan.

Mungkin bagi mereka, kita juga bukan anak yang berbakti atau saudara yang menyenangkan. Tapi sebagaimana kita, mereka juga menjadikan kita tempat untuk pulang. Serta menunjukkan jati diri sejujur-jujurnya, tanpa harus berpura-pura sempurna layaknya unggahan di media sosial.

Maka, tidak apa-apa untuk merasa terluka dan sakit hati dengan keluarga. Kecewa dan sedih bukan hal yang bisa dan harus dihindari. Beranikan diri untuk menerima itu semua, sambut mereka dengan air mata berderai pun tak apa. Tapi, terimakasih untuk tetap menjadi bagian dari keluarga. Meski sulit, tapi terimakasih sudah mencoba sekuat mungkin untuk bertahan sebagai anak dan saudara.

Tulisan ini, akan selalu ada untukmu yang sedang membenci saudara dan orangtuamu. Dulu, saat kau dibesarkan mungkin orangtuamu tak berkesempatan mengikuti parenting class dan lain sebagainya. Tapi, mereka juga berusaha sebaik dan sebanyak yang mereka tahu, sekedar hanya untuk kau ada di dunia ini.

Terkadang, aku juga ingin menghilang atau mati saja. Tapi tidak jarang, aku juga tersenyum mengingat derasnya air mata yang keluar saat hidup terasa tidak baik-baik saja. Terkadang aku mengumpat dan mempertanyakan hal-hal yang orangtuaku lakukan. Tapi terkadang, aku juga merasa mengerti kenapa mereka melakukan yang mereka lakukan.

Tidak apa-apa jika saat ini kamu belum mengerti. Tapi semoga, segera setelah perasaanmu membaik, kamu bisa belajar memahami keluargamu. Kita kadang merasa tak didengar oleh orangtua, tapi kita juga sering tak mendengar apa-apa dari mereka. Tentang bagaimana kehidupan membentuk mereka, atau tentang sulitnya membesarkan anak seperti kita.

Salam hangat untuk diri sendiri, terimakasih untuk sudah bertaha hidup sejauh ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun