Mohon tunggu...
Banyu
Banyu Mohon Tunggu... Seniman - Eksplorasi Rasa

Writing for happy ending

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ijinkan Aku Jadi Lelakimu

30 Januari 2016   23:18 Diperbarui: 31 Januari 2016   11:01 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ijinkanlah aku untuk sedikit berbagi kisahku sore ini Nis, seperti yang dahulu sering kulakukan. Maafkanlah, sudah lebih dari satu bulan tiada satupun lagi kukisahkan cerita - cerita untuk menghiburmu di Blog bersama kita ini. Aku telah membaca semua tulisanmu di blog ini. kini biarkanlah aku membayar absenku. kali ini bukanlah cerita seru yang ingin kutuliskan, aku hanya ingin bercerita bagaimana adanya dan ingin berpamitan.

"Cukuplah sore ini menjadi penghibur bagiku, hujan gerimis di sudut kota ini membuatku bangun dari segala khayalan sadarku dulu. Sore yang syahdu, sore bernyanyi beriringan seolah - olah ingin menghiburku dari kesepian, kekosongan yang berlarut semenjak keputusan dari keluargamu itu. entahlah mengapa untuk kesekian kalinya kurasai hal ini semakin mengusik saja dalam benakku. Kucoba untuk melepas semua yang telah lewat entah kemana. Namun sayangnya melupakan adalah sesuatu yang teramat berat dari pada perjalanan jiwa.

Sudah kurunut, sudah kujelajahi lika liku memori yang terekam semenjak aku mengenalmu, semenjak aku mengira kamulah yang kelak akan menjadi teman hidup sampai akhir hayatku, sosok yang kukura akan menjadi mitraku untuk mengarungi jalan kehidupan yang semakin terjal ini. Namun aku salah, ternyata engkau bukanlah sosok yang telah tertulis dalam catatan milik ilahi itu. Tak ada yang salah. aku tak menyalahkan dirimu, keluargamu atau bahkan takdir yang telah tertulis itu. yang salah adalah aku, aku lalai dengan pengarapanku yang berlebihan padamu bukan pada-Nya.

Gerimis masih saja mengalun duluar sana, disinipun masih setia kutunggu transjogja yang sembari tadi belum satupun jua berhenti di halte ini. senjapun mulai nampak mengintip di ujung barat sana meskipun mendung keabuan menyelimuti langit jogja begitu sempurnanya. Kubuka handphone yang dari tadi tiada kupedulikan sedikitpun. kulihat ada beberapa pemberitahuan pesan dari beberapa aplikasi pesan di handphoneku, namun aku tak ingin memedulikan hal itu untuk saat ini. Kubuka galeri, kubuka foto ilustrasi yang kubuat beberapa bulan yang lalu. foto yang kubuat atas keseriusanku untuk menjadi imammu. Beratlah sudah semua ini harus tertanggung, namun harus bagaimana lagikah. Dirimu sudah diikat oleh tali perkawinan dengan lelaki yang lain.

Kutahu lelaki itu, ia memang lelaki baik yang kurasa juga akan membawamu kejalan seperti yang kita rencanakan dahulu. kau tak perlulah berluka hati menerima dia sebagai imammu, karena dialah lelaki yang menjadi jalan ridho dari kedua orang tuamu, lelaki yang dengan segala kelebihan dirinya dibandingkan diriku. Lelaki yang kuyakin bisa membawamu menjelajahi rintang hidup. Sungguh aku tiada dapat berungkap kata lagi. Biarlah Tuhan saja yang mengetahui segala yang terbungkus di hati ini. semogalah engkau dapati keluarga idaman seperti ceritamu dulu itu. Aku akan berusaha ikhlas, meskipun masih terasa berat untuk saat ini.

Aziz,

22/1/16"

Nisa terlihat Muram duduk di depan meja kerja kamar itu, ada bulir - bulir bening mengalir tipis dari sudut matanya, diulang-ulangnya lagi ia membaca tulisan di blog itu. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, khalid sebentar lagi akan datang tentunnya. Tak berselang lama terdengar suara mobil masuk ke halaman rumah, pastilah itu dia, Nisa segera menutup browser Pc itu lalu beranjak ke lantai bawah untuk menyambut suaminya. Khalid adalah seorang pengusaha furniture yang cukup terkenal di Kota. usianya baru 25 tahun, dua tahun lebih tua Nisa.

Dibukanya pintu rumah, Nisa berusaha menghilangkan raut muka sedihnya beberapa saat lalu, ditampilkannya senyum tipis di wajahnya.

"Assalamualaikum ..." seru Khalid

"Waalaikumsalam, gimana mas tadi pertemuannya ? " sahut Nisa sambil mengambil tas kerja khalid dari genggaman.

"Alhamdulillah, Pak Hardi setuju dengan tawaranku" jawab Khalid antusias

"Syukurlah mas...., Nisa buat soto kesukaan mas malam ini, ayo mas keburu dingin" seru Nisa dengan suara datar.

"Oke Meluncur" ia lari kecil mendahului Nisa untuk menggodanya.

Beberapa saat ia sudah duduk duluan di meja makan, sedang Nisa masih di belakang. Ia sembari tadi mengamati tingkah Nisa, ia merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Nisa menghindari kontak mata dengannya. Ada apakah ?

Dimeja makanpun Nisa tidak bercakap banyak, ia hanya senyum - senyum kecil menimpali cerita Khalid. Pikirannya ke tempat lain, tempat dulu ia biasa bercerita dengan Aziz. namun, apalah dia sudah terikat dengan janji suci. Sungguh tak pantas mengusik masa lalu itu lagi.

"Nis ...?" suara khalid menyadarkannya dari sekilas lamunannya.

"kamu Ngga papa ? ada masalah apa ?" seru Khalid menyelidik

"Ngga mas, cuma ngantuk saja Nisa" jawab nisa berkilah

"Ya udah kamu duluan aja tidurnya Nis, gak apa aku makan sendiri, ini juga sudah hampir selesai"

"Tapi..."

"Ngga apa, duluan saja "

"baiklah Mas, Nisa duluan ke kamar ya" Nisa segera beranjak dari kursi.

Khalid mengamatinya di kursi makannya, mencoba menerka - nerka apa yang sedang dipikirkan istrinya.

Tak berselang lama masuklah khalid ke kamar, dilihatnya Nisa sudah tertidur pulas. Ia kemudian membersihkan diri beberapa saat lalu menyalakan PC nya untuk mengirim email yang tadi belum tempat dikirimkan ke pelanggan. Dibukanya Browser, di ketikkannya alamat web penyedia jasa email, tak sengaja ketika mengetikkan alamatweb, muncul hint alamat blog yang menyungkil rasa penasarannya. Dibukalah alamat tersebut, dia agak terkejut melihat latar di blog itu, di lihatnya Nisa yang sedang bergandengan tangan dengan seorang pria yang tak asing baginya. ia yakin mengenali pria itu. Aziz. ya Aziz, teman kuliahnya sewaktu di jogja dulu. Kemudian dirunutlah satu per satu cerita di dalamnya. Dibacanyalah segalah tumpah ruah perasaan kedua orang tersebut. Semakin lama semakin dibuat penasaran ia bahkan kecemburuan muncul di hatinya. Sejujurnya ia tak bisa menyembunyikan gemuruh kecemburuan di hatinya itu. namun ia insaf, sungguh tak ada yang salah, tak ada yang perlu dipermasalahkan. bagaimana mungkin ia akan merobek lagi hati yang masih pedih tersayat luka itu. Bukankah wanita itu sekarang adalah amanah baginya. Tak ingin lagi membuka luka yang sudah dibalut itu. Biarlah waktu mungkin akan menyembuhkannya.

Dilihatnya nisa dari mejanya itu. dilihatnya wajah syahdu istrinya itu, sungguh tak tega ia melihat kesedihan jika bersemayam di raut itu. lalu dimatikannyalah PC tersebut. dan segera ia bergabung bersama di sisinya, kemudian dipeluknyalah nisa yang masih terlelap itu. dan ia berbisik

"Maafkan aku, Ijinkan aku menyembuhkan lukamu itu" di kecuplah kening istrinya itu.

"Good Night".

 

*image credit: wajibbaca.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun