“mak, sampean sekarang ikut saja ke rumah mas Alim. Saya sudah ngga sanggup mengurus mak. Mak selalu bikin repot keluarga saya. Sudah – sudah, sekarang giliran mas Alim yang mengurus Mak, masa harus saya terus”
“tapi Nduk” sela bu surati
“Halah, sudah mak, bosen saya. Nanti barang – barang mak biar saya yang ngantar ke rumah mas alim”
Dan saat ini jelaslah sudah. Bu surati terusir dari istana megah masa lalunya. Ia di usir nurti anak perempuan yang paling disayanginya setelah semua yang dimilikinya diberikan pada Nurti. Dan yang lebih menyakitkan adalah Nurti bersama suaminya menjual banyak sekali tanah – tanah hasil kerja keras ibu Surati tanpa ada sedikitpun rembuk rukun bersamanya. Inilah sumber penyesalan besar dari Bu surati. Nurti benar – benar telah menenggelamkannya dalam dasar kekecewaan hidup sebesar – besarnya. Anak yang paling dicintainya ternyata yang paling keji juga meggoreskan luka dalam hidupnya.
Namun kabar – kabarnya, Nurti beberapa bulan yang lalu telah tiada. Menurut kabar ia terkena serangan jantung dan tak tertolong lagi.
***
Dilihatnya Pak Alim yang masih tertunduk disampingnya, entah tenaga dari Mana tiba – tiba terdengarlah geraman suara lemah Bu Surati yang lemah tak berdaya.
“emmmmhhhh, leeee’’ (le = anak laki-laki) geraman bu surati
Pak Alim masih tertunduk, namun dari belakang beberapa ibu – ibu memberi tahunya
“mas, mas, ibunya sampean bicara itu ... “
Dengan tergagap gagap pak Alim bangkit mendekatkan mukanya ke dekat muka Bu surati